Yesus mengajarkan bahwa tindakan nyata untuk membawa manusia kepada
keselamatan harus melibatkan diri-Nya sendiri melalui kematian-Nya
di kayu salib. Hal ini merupakan pernyataan yang sangat mengejutkan
yang Ia sampaikan kepada murid-murid-Nya. Ia menyampaikan kabar ini
untuk pertama kalinya kepada Petrus yang baru saja memberikan
pernyataan, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius
16:16). Petrus menanggapi pertanyaan Yesus, "Tetapi apa katamu,
siapakah Aku ini?" (Matius 16:15). "Sejak waktu itu Yesus mulai
menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem
dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam
kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari
ketiga" (Matius 16:21).
Petrus menyadari bahwa hal itu sangat sulit diterimanya. Dia menegur
Yesus dengan berkata, "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal
itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" (Matius 16:22). Dalam
peristiwa itulah Yesus memberikan salah satu teguran-Nya yang paling
tajam, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab
engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa
yang dipikirkan manusia" (Matius 16:23). Mengapa Dia menyebut Petrus
"iblis"? Pernyataan itu muncul karena dari teguran Petrus di atas
Dia mendengar suara yang pernah mencoba menghancurkan Dia di padang
gurun, suara yang selama berabad-abad mencoba untuk mencegah
terjadinya pemenuhan janji Allah bahwa akan ada penebusan dosa.
Yesus menegaskan bahwa jalan Allah adalah jalan menuju ke salib.
Yesus mengajarkan bahwa kematian-Nya amat diperlukan. Dia berkata
bahwa Anak Manusia "harus" mati. Dari kalimat itu ada bentuk
perintah yang sepertinya memaksa. Mengapa "harus"? Hal tersebut amat
mengganggu Petrus; bahkan mungkin pula mengganggu kita saat ini.
Mari kita renungkan betapa dosa juga amat mengganggu Allah. Tindakan
turun-temurun memberikan korban darah dalam Perjanjian Lama
merupakan suatu cara untuk mengajarkan kebenaran ini. Pembakaran dan
penyembelihan hewan korban menjadi pernyataan bahwa Allah amat
membenci dosa. Dosa itu merusak, membunuh yang tidak bersalah, dan
darah dicucurkan tanpa ada ampun.
Ketetapan akan pengorbanan-pengorbanan tersebut juga mengajarkan
sebuah pelajaran lain kepada kita. Binatang-binatang yang
dikorbankan tersebut tidaklah sempurna. Jika kita dapat
mempersembahkan hewan korban yang benar-benar tanpa cacat, untuk
selanjutnya tidak diperlukan lagi pengorbanan binatang. Kebutuhan
akan korban yang benar-benar sempurna jelas sangat diperlukan. Dan
Yesus menjadi korban yang sempurna itu. Surat Ibrani memaparkan hal
tersebut kepada kita secara rinci dan menyimpulkan dengan, "Sebab
Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang
hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam
sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita.
Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya
sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat
kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab jika demikian
Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi
sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman
akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya" (Ibrani 9:24-26).
Para imam kepala harus mengorbankan hewan setiap tahun sebab mereka
tidak dapat membuat satu persembahan untuk semuanya. Pengorbanan
Yesus menyempurnakan semua korban tersebut karena pengorbanan Yesus
adalah sempurna. Dia yang tidak berdosa mengorbankan nyawa-Nya
sekali untuk semua dosa umat manusia.
DARAH YESUS SEBAGAI TEBUSAN
Secara spesifik, bagaimana hubungan antara kematian Kristus dengan
dosa manusia? Yesus mengajarkan bahwa darah-Nya diberikan sebagai
tebusan (Ing.: ransom) -- Markus 10:45; Matius 20:28. Kata tebusan
(ransom) digunakan dalam ayat-ayat tersebut. Dalam bahasa Yunani,
"tebusan" (ransom) dapat diartikan sebagai harga pembebasan untuk
para budak. Setiap orang yang hidup di zaman Yesus dapat memahami
hal tersebut. Saat itu ada beribu-ribu budak. Perbudakan merupakan
perumpamaan yang tepat untuk dosa. Sama seperti budak yang dikuasai
dan diikat dalam perbudakan, begitu pula orang berdosa dirantai
dalam ikatan dosa. Sama seperti harga tebusan (ransom price) dapat
membebaskan para budak, demikian juga darah Yesus dapat membebaskan
orang berdosa. Kematian-Nya menjadi alat untuk pembebasan.
DARAH YESUS MENJADI TANDA PENGAMPUNAN
Yesus juga mengajarkan bahwa darah-Nya menjadi tanda pengampunan.
Ketika dia mengambil cawan perjamuan terakhir, Dia berkata, "Sebab
inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak
orang untuk pengampunan dosa" (Matius 26:28). Kembali kita
mendapatkan kata yang paling menarik, "pengampunan". Dalam bahasa
Yunani, kata pengampunan terdiri dari dua akar kata. Salah satu dari
kata itu merupakan kata depan yang selalu diikuti dengan pemikiran
tentang pemisahan, sedangkan kata berikutnya merupakan akar kata
kerja yang berarti "mengirimkan atau membebaskan" ("to sent" atau
"dismiss"). Jika disatukan, kata-kata ini bisa diartikan
"pembebasan" (release) -- Lukas 4:18, "pengampunan" (forgiveness)
-- Kolose 1:14, dan "pengampunan" (remission) seperti dalam Matius
26:28 dan pasal-pasal lainnya. Kedua, pemikiran tersebut berarti
ketika kita diampuni, dosa-dosa kita dipisahkan dari kita, dan kita
dibebaskan dari dosa. Darah Kristus menjadi alat untuk membersihkan
dan membebaskan orang berdosa dari dosanya. Di Kolose 1:14,
"pengampunan" (forgiveness) disamakan dengan "penebusan"
(redemption). Dengan demikian, ketika Tuhan menghapus dosa melalui
darah Yesus yang membersihkan, kita ditebus, dibebaskan, dan
diampuni.
Kematian Kristus di kayu salib menghapus dosa kita. Petrus
menjelaskan hal ini, "Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam
tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa,
hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh"
(1Petrus 2:24). Paulus mengatakan, "Dia yang tidak mengenal dosa
telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah" (2Korintus 5:21). Maka dalam kematian-Nya,
Yesus membawa dosa kita kepada salib, "mati karena dosa-dosa kita"
(1Korintus 15:3). Dialah satu-satunya Pribadi yang dapat
melakukannya. Yesus mengatakan kepada murid-muridnya bahwa Dia harus
"mati". Jika kematian-Nya tidak terjadi, tidak akan ada pembebasan
dari dosa, pemulihan, pengampunan, dan penebusan.
Dalam terang fakta ini, kita dapat lebih sungguh-sungguh lagi
menghayati apa maksud-Nya ketika mengatakan "sudah selesai" (Yohanes
19:30). Kata-kata itu merupakan ekspresi yang tepat dari seseorang
yang telah lunas membayar hutang-hutangnya. Kita tercatat telah
"lunas"; mereka mencatat, "tetelesthai", "sudah selesai". Yesus
telah membayar hutang kita. Kata-kata terakhir yang diucapkan-Nya
menyatakan kebenaran yang tak ternilai ini. (t/Davida)