Kesaksian Paskah

Kategori Bahan PEPAK: Guru - Pendidik

Aku bukan siapa-siapa. Namaku bahkan tidak penting bagi siapa-siapa. Namaku selalu disebutkan sejalan dengan tugasku. Sekalipun namaku tidak disebut, orang sudah tahu aku karena aku adalah aku yang selalu mengerjakan kepentingan majikanku. Itu saja karena ada banyak hal yang tidak penting mengenai aku. Bagiku, yang paling penting adalah begini: aku ada di lingkungan orang besar. Karena itu, pekerjaanku, peranku, dan namaku menjadi penting, tetapi aku tetap aku yang selalu identik dengan pekerjaanku.

Hari ini, ada tugas istimewa karena di tempat aku berkarya, ada "Tamu penting". Akan tetapi, yang mengherankan adalah aku tidak ditugasi untuk melayani Tamu penting itu, seperti biasanya. Tidak ada air pembasuhan yang disediakan bagi-Nya untuk membasuh muka, kaki, dan tangan, tidak ada handuk kering yang disediakan seperti biasanya bagi Tamu terhormat itu sebagai tanda kehormatan.

Namun, aku tahu Orang itu! Betapa tidak? Aku mendengar dari banyak sumber tentang kehebatan-Nya. Ia lebih hebat daripada para tabib yang terkenal di negeri ini karena Ia menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan sekali bersabda! Kabarnya, Ia pun memberi makan kepada beribu-ribu orang, membangkitkan orang mati, dan banyak lagi pekerjaan ajaib yang dikerjakan-Nya. Karena itu, nama-Nya sudah sangat tersohor di kalangan banyak orang.

Bahkan, minggu lalu, Ia barusan menimbulkan kehebohan besar. Ia masuk ke Kota Suci dengan mengendarai "anak keledai" yang menandakan bahwa Ia adalah Raja. Orang-orang di sepanjang jalan berseru, "Hosanna, hosanna, bagi Anak Daud." Jalan-jalan menjadi macet dengan kehadiran-Nya. Banyak orang yang datang dari berbagai penjuru menjelang hari Raya Besar tahun ini, terhenyak dan terkagum-kagum akan apa yang sedang terjadi. Ia menuju ke Bait Suci tempat orang biasanya beribadah. Di sana, Ia membersihkan tempat itu dengan menghalau para pedagang kaki lima dan para penukar uang, sebagai lambang penyucian dan penyataan kesucian dari sesembahan-Nya. Alasan-Nya yang paling kuat untuk mengerjakan tugas mulia itu adalah seperti yang dikatakan-Nya sendiri, "Ini rumah Bapa-Ku, jangan kamu menjadikannya seperti sarang penyamun!" Sementara banyak orang kebingungan dan hiruk pikuk, Ia berseru dengan suara lantang, "Kalau kamu mau, runtuhkanlah tempat suci ini, dan Aku akan membangunnya dalam tiga hari." Seluruh rakyat terpikat kepada-Nya, dan ingin mendengarkan tentang Dia (Lukas 19:48b). Kondisi saat itu sangat genting karena menjelang Hari Raya Besar, dan para pemimpin pemerintahan maupun Agama menjadi ketakutan, kalau-kalau akan ada "revolusi rakyat" karena tindakan serta ajaran-Nya, dan negara menjadi kacau, dan yang penting, bisnis mereka terganggu. Kalau begitu, biangnya harus dibasmi.

Aku sendiri tidak mengerti tentang semua yang sedang terjadi itu, tetapi yang terpenting adalah bahwa "Orang Penting" itu sekarang ada di rumah majikanku. Namun, aku terus bertanya, bila "Orang Besar" itu tidak diperlakukan sebagai "tamu penting", ada apa gerangan? Aku coba-coba mencuri berita, pasang telinga! Apa yang terjadi membuatku terperangah! Tangan-Nya dibelenggu, aku bahkan mendengar kata-kata kasar yang bernada tuduhan, "Apakah Engkau adalah Mesias, Anak dari Yang Terpuji?" Pertanyaan itu sudah santer di kalangan umum karena dari banyak kalangan, aku mendengar bahwa banyak orang sedang mengharapkan kedatangan Mesias, yaitu Juru Selamat. Dan, berita ini membahayakan posisi para pemimpin saat itu. Selanjutnya, aku bahkan tidak percaya akan apa yang aku lihat, sesuatu yang ironis terjadi! "Orang Besar" itu ditampar, Ia diejek, dan diludahi di depan banyak orang! Hatiku sedih bercampur gundah, aku bertanya dalam hatiku, "Mengapa Orang Besar ini dihina sedahsyat itu? Aku harus tahu jawabannya! Namun, yang paling berbahaya adalah kehadiranku di tempat penting ini. Aku harus segera pergi, kalau tidak, bila kedapatan, aku bakalan digampar, dipecat.

Aku terus memutar otak, dari siapa aku dapat memperoleh jawaban atas keanehan yang aku saksikan ini? Mengapa Ia yang aku tahu adalah "Orang Benar" itu diperlakukan semena-mena? Aku terus menyelinap ke luar. Apakah di halaman di bawah sana aku dapat memperoleh jawaban tentang apa yang aku ingin tahu dari seseorang? Aku membinarkan mataku memandang sekeliling. Aku sudah terbiasa menyaksikan kehadiran banyak orang di tempat majikanku, di pasar, dan di tempat di mana aku menyertai nyonya besarku.

Aku menatap orang-orang di halaman itu satu per satu. Mataku tertumbuk pada seseorang. Badannya kekar, tinggi, besar, dan wajahnya brewokan. Dugaan kuatku adalah ia tidak berasal dari daerah sekitar sini. Sangat mungkin ia berasal dari daerah sekeliling danau terkenal di sebelah utara itu. Aku bahkan bisa menduga apa saja pekerjaannya karena aku pernah melihatnya, minggu lalu kalau tidak salah.

Namun, yang paling penting adalah aku bisa memperoleh jawaban dari orang ini. Aku bisa membayangkan tentang orang ini ketika aku melihat ia tampil gagah mendampingi Orang Besar di dalam sana itu. Aku masih ingat, saat Orang Besar itu memasuki Kota Suci menunggang keledai dan terjadi kemacetan besar di jalan-jalan, laki-laki kekar ini tampil perkasa layaknya kepala "body guard" sambil menghalau kerumunan orang yang menghalangi jalan Tuannya. Hebat nian laki-laki ini!

Aku terhenyak dari lamunanku! Aha, aku kira aku bisa memperoleh jawaban tentang Beliau di dalam itu. Laki-laki kekar itu berangsut pindah mendekat ke api unggun untuk berdiang, maklum hari semakin larut dan dingin pula. Bagaimana mendekati dia? Aku pura-pura membenahi api unggun itu, tempat ia berdiang. Aku dekati laki-laki itu, kutatap wajahnya yang sangar, dan memberanikan diriku untuk membuka percakapan. "Om, aku lihat engkau biasa bersama-sama dengan "Orang Penting" (dari Nazaret) itu! Aku pasti tidak salah kenal, Om selalu terlihat bersama-sama dengan Dia, khususnya minggu yang baru berselang," kataku penuh keyakinan. Dan, aku menunggu! Tahukah Anda, apa jawabannya? Bagi telingaku, jawabannya bagaikan sambaran petir di siang bolong yang menggelegar. "Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud." Ha ...? Inikah jawabnya? Aku pikir aku salah dengar. Aku bertanya sendiri dalam hatiku, inikah jawabannya? Mengapa ia tega menjawab seperti itu? Hatiku terguncang, aku kecewa. Aku pikir orang ini akan seberani penampilannya di jalan itu, sewaktu ia mendampingi Orang Besar itu. Ternyata, ia cuma ayam sayur, berjiwa kerupuk, tidak teguh, pengecut! Aku terus penasaran, aku berpikir, "Apakah laki-laki ini tidak sadar dan tidak mengerti bahwa hubungan dekatnya dengan Orang Besar itu adalah hak istimewa dan kepercayaan istimewa?" Aku bahkan iri kepadanya karena hubungannya dengan Orang Besar itu.

Mengapa ia tidak berani teguh mempertahankan identitas hubunganya dengan Orang Besar itu? Apa yang salah padanya? Tidak ada jawaban. Selanjutnya, aku mulai mengkritik dia dalam hatiku. Aku berbicara sendiri, "Orang macam apa dia ini? Orang rendah, orang tidak punya prinsip, orang plinplan, orang yang tidak tahu diri, orang hina!" Aku semakin penasaran, aku menguntit dia terus walaupun ia berusaha menjauhi aku. Ia berupaya menghindar dengan "pergi ke serambi muka" dekat dengan tempat Orang Besar itu diinterogasi. Ia pikir sudah aman di situ. Aku terus mendekati dia, dan kupikir ini saat yang tepat untuk mendesak dia. Aku menarik perhatian banyak orang di tempat itu dengan menyaringkan suaraku, "Hei dengar, orang ini adalah salah seorang dari mereka." Ia berupaya keras untuk menyangkal lagi. Namun, orang-orang yang berada di tempat itu mulai memihak kepadaku. Mereka berkata, "Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau orang yang berasal dari danau besar itu!" Kemudian, aku menyaksikan pancaran kengerian pada wajah laki-laki itu! Bahkan, aku mendengar kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan oleh orang seperti dia itu. Ia berani menipu, mungkin karena ketahutan, ia mulai menyangkal bahwa ia adalah salah seorang dari pengikut Orang Besar yang mulia itu. Ia membela diri dengan mengutuk dan bersumpah. Coba Anda bayangkan apa yang dikatakannya, "Aku tidak mengenal orang yang kau sebut-sebut ini." Hatiku semakin galau, aku mulai menghakimi laki-laki itu dengan sengit dalam hatiku. Dia ini orang yang tidak tahu diri, orang yang tidak kenal diri, orang yang tidak menghargai hubungan dengan orang lain, orang yang takabur, orang yang bobrok imannya!

Aku kemudian terhenyak sendiri, orang macam apa aku ini? Jangan-jangan aku mulai linglung sendiri, sok mengkritik orang lain! Bagaimana kalau aku sendiri dikritik? Kemudian, aku berkesimpulan, "Ah, biasa, dasar manusia, semuanya sia-sia!" Hei, jangan-jangan aku sendiri yang ngantuk dan terdorong karena penasaran saja, karena ingin tahu berita mengenai Orang Besar itu dari laki-laki konyol ini, tetapi ternyata ia tidak teguh bersaksi tentang hubungan istimewanya dengan DIA, Orang Besar itu. Kasihan!!! Aku kemudian tersentak dari lamunanku karena kudengar ayam berkokok untuk kedua kali. Ini tentu sudah larut, hari menjelang pagi. Kemudian, aku terpana dan terhenyak ketika kulihat suatu adengan penuh kuasa. Kusaksikan sorotan mata suci dari Orang Besar itu, yang menoleh dan memandang kepada laki-laki itu. Mata suci Orang Besar itu begitu tajam menusuk sampai ke batin laki-laki itu. Kusaksikan guncangan jiwa yang hebat, terpancar dari wajahnya oleh tatapan Mata Suci itu. Ia luluh di bawah tatapan Mata Suci itu, ia hancur dan berangsut pergi ke dalam keremangan pagi. Kukuntit dia lagi, aku ingin mengetahui apa yang terjadi padanya. "Ia menangis tersedu sedan." Rupanya, ia menyesal telah menyangkal "Junjungannya yang mulia itu".

Menyaksikan adengan itu, aku mulai berubah pikiran. Kusimpulkan sendiri bahwa laki-laki itu pasti ada hubungan dekat dan intim dengan Orang Besar itu. Sekarang, ia menyadari kesalahannya, ia bertobat. Rasanya, ia mulai bangkit dari kekerdilan jiwanya, keluar dari kekecilan hatinya. Sepertinya, ia mulai siap untuk mempertahankan kesaksianya bahwa ia dekat dengan Orang Besar Yang Benar itu, orang yang dinista walaupun tidak berdosa, orang yang dihina dan direndahkan dengan semena-mena. Namun, dengan satu tatapan suci, Ia membarui hidup laki-laki yang porak-poranda itu! Luar biasa!

Kini, aku bertanya kepada diriku sendiri, apa yang dapat kupelajari dari pengalaman suci di pagi yang remang ini? Paling tidak, ada dua hal yang dapat kupelajari dari pengalaman perjumpaan dengan DIA. Pertama, hubungan dengan Orang Besar itu adalah hak istimewa, yang merupakan dasar kuasa untuk bertahan menghadapi tekanan, ancaman, bahkan godaan dalam hidup. Kedua, hubungan dengan Orang Besar itu merupakan anugerah khusus untuk mengalami pembaruan yang membawa pertobatan sejati, mengalami revitalisasi untuk bangkit, teguh, dan menjadi saksi-Nya.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs : DR. Yakob Tomatala
Alamat URL : http://yakobtomatala.com/2011/03/31/kesaksian-paskah/
Penulis artikel : Pdt. Dr. Yakob Tomatala
Tanggal akses : 16 April 2014