Mon, 12/23/2002 - 00:00 — admin
Waktu saya kecil, tetangga sebelah kami seorang pensiunan pendeta yang disukai semua anak di kompleks perumahan kami. Dr. Howard tidak pernah terlalu sibuk untuk mendengarkan keluhan kami, mengagumi binatang peliharaan kami, dan menasihati kami dengan rendah hati. Tetapi dari semua yang dilakukannya bagi kami, yang paling membuat ia disayangi ialah pesta Natal yang luar biasa yang disiapkannya bagi kami. Sudah lama saya memutuskan untuk mengadakan pesta seperti itu bagi anak-anak saya, tetapi entah mengapa saya tidak dapat menirunya, meskipun saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti cara yang digunakan Dr. Howard.
Hari berikutnya ada beberapa keperluan yang harus saya selesaikan dan dalam perjalanan saya melewati tempat saya dibesarkan. Bagian kota yang suram itu semua masih ada, tetapi sekarang saya sudah tidak mengenalinya dan rumah tua Dr. Howard yang dahulunya berdiri megah sekarang sudah sangat jauh berbeda. Tetapi saya terdorong untuk berhenti ke tepi jalan dan melihat rumah yang sudah rusak itu. Tiba-tiba saya kembali menjadi seorang anak berusia delapan tahun yang mendekati pintu depan yang mengagumkan itu.
Saya teringat sedang memegang erat-erat tangan adik laki-laki saya dan bel tua itu masih bergema waktu Dr. Howard membuka pintu. Ia mengenakan baju pendeta berwarna hitam dengan baju berkerah dan dasi kupu-kupu. Rambutnya yang ikal berwarna putih di sekelilling kepalanya seperti sebuah lingkaran yang bercahaya, dan seperti biasanya ia tersenyum berseri-seri.
"Dorothy! Bobby! Kalian baik sekali mau datang! Tunggu kejutan yang sangat istimewa yang telah saya siapkan untuk kalian nanti malam!"
Waktu saya memberi salam pada anak-anak yang lain, saya perhatikan anak-anak laki-laki keluarga Perry kelihatan serius seperti biasa. Saya menduga itu disebabkan ibu mereka sudah lama sakit. Ketiga anak keluarga Donetti juga ada di sana, mereka pemalu sekali seperti biasa karena kami semua tahu ayah mereka di penjara karena penggelapan uang. Anak kembar keluarga Muller, yang kelihatan lebih dewasa karena baju yang mereka pakai, juga hadir di sana. Tentu saja kedua anak perempuan keluarga Harris tampak istimewa -- saya dapat membayangkan betapa bahagianya mereka mempunyai seorang kakek seperti Dr. Howard!
Film tentang Tanah Perjanjian diputar Dr. Howard -- itu suatu acara yang istimewa. Saya selalu tertarik pada tempat-tempat yang jauh, saya sangat terpesona melihat kehidupan Yesus di dunia.
Kemudian sampai pada saatnya "Pergi ke Yerusalem", awal dari serangkaian permainan di ruang ramu. Setelah menyusun kursi, tuan rumah duduk di dekat piano dan mengulangi aturan permainan, "Saya akan memainkan lagu-lagu Natal yang disukai anak-anak Perancis. Bila musik berhenti, kalian harus cepat-cepat duduk. Anak yang mendapat kursi terakhir ialah pemenangnya."
Saya menyukai setiap menit dalam pesta Dr. Howard, tetapi yang paling saya sukai adalah ruang makan yang disinari cahaya lilin dan meja yang dipenuhi hidangan. Es krim yang berbentuk malaikat, pohon Natal, hiasan Natal dan bintang-bintang, juga kue, permen, dan kacang yang menyilaukan mata saya. Belum pernah saya melihat makanan sebanyak dan seenak itu.
Semua itu kembali dalam ingatan saya waktu saya duduk di mobil. Lalu tiba-tiba saya tersentak dari lamunan saya waktu pintu depan terbuka dan seorang wanita keluar. Wanita itu sangat menyedihkan, pikir saya. Lalu, waktu saya memandangi penyewa rumah yang dahulu ditempati Dr. Howard, sekilas saya seperti dikejutkan karena terciprat air dingin. Bukankah semua anak yang diundang ke pesta- pesta waktu itu karena mereka juga sedih? Tetapi tentunya tidak termasuk adik laki-laki saya dan saya sendiri?
Tetapi waktu saya duduk di situ memikirkan masa lalu, saya dipaksa untuk mengakui bahwa perceraian bukanlah hal yang biasa pada waktu itu. Saya masih ingat Dr. Howard berbicara dengan orang tua saya yang bercerai dan ia juga menghibur kepedihan saya waktu ayah telah meninggalkan kami. Semakin lama saya memikirkannya, semakin jelas bahwa hanya cucu-cucu Dr. Howard yang dapat dikatakan datang dari latar belakang yang "normal". Waktu saya mengendarai mobil pulang ke rumah, semua bertambah jelas. Dr. Howard tidak hanya mengadakan pesta untuk anak-anak yang sedih, tetapi ia juga mengerti bermacam- macam penyebabnya.
Sebelum mobil saya sampai di halaman rumah, saya tahu pasti apa yang ingin saya lakukan. Saya langsung ke meja saya, mengambil undangan- undangan pesta yang sudah diberi alamat dan membuangnya ke keranjang sampah.
Waktu makan malam, saya menceritakan kepada suami saya, Bob, dan anak-anak tentang pengalaman saya hari itu dan keputusan yang mengejutkan. Mulanya Ann dan Mark kecewa karena teman-teman tidak diundang seperti biasanya, tetapi setelah saya jelaskan bahwa anak- anak yang lain lebih memerlukan undangan itu, mereka mulai tergugah.
"Mengapa tidak mengundang Pak Hughes yang sudah tua?" usul Mark. "Ia cepat sekali marah sampai tidak pernah berbicara kepada siapa pun. Mungkin sebuah pesta dapat membangkitkan semangat dalam dirinya."
"Ia pasti memerlukannya," sambung Ann. "Kata anak-anak, ia orang yang 'paling jahat di kota' ini."
"Tidak baik berkata begitu, Ann, "kata saya, "tetapi pesta ini untuk anak-anak."
"Saya rasa tidak ada bedanya, Dorothy," kata suami saya. "Semua orang senang pesta Natal."
"Baiklah," kata saya, "kalau kita mengundang orang dewasa, berarti Mary Wynn juga diundang." Wanita itu janda setengah umur yang tinggal di jalan yang sama dengan kami, kata-katanya yang tajam menjauhkannya dari tetangga-tetangganya.
Bob mengusulkan untuk mengundang dua remaja yang baru-baru ini dibimbingnya di SMU tempat ia mengajar. Patty tinggal di panti asuhan dan kelihatannya ia anak yang paling tidak bahagia. Dan, anak yang tidak disiplin, ibunya sudah bercerai dan tidak mau mengurusnya.
Ketiga anak Vietnam yang baru pindah di lingkungan kami merupakan tamu yang dipilih terakhir dengan suara bulat.
Pada malam pesta itu, dengan gelisah saya menunggu tamu-tamu yang berlatar belakang berbeda dan tidak biasa, tetapi rupanya saya tidak perlu khawatir. Anak-anak Vietnam itu menyapa setiap orang dengan malu-malu dan sopan. Janda yang suka mengomel itu mencairkan sikap keras pria yang "paling jahat di kota" dan bersikap baik sekali pada Patty yang gelisah dan salah tingkah.
Saya gembira karena ternyata semua tamu, anak-anak maupun orang dewasa, ikut bermain dan mereka tampak gembira menikmati film kartun anak-anak dan cerita tentang perjalanan di Palestina. Setelah itu, kami berkumpul mengelilingi meja makan, wajah tamu-tamu kami tampak berseri-seri. Setelah lagu-lagu Natal selesai diputar, Mark dan Ann memberikan hadiah-hadiah itu, meskipun sederhana, membuat mata saya terasa panas karena terharu.
Setelah pesta selesai, tamu-tamu yang lebih tua berjalan pulang bersama-sama, mengucapkan selamat hari Natal kepada kami semua. Dan serta Patty mengajak anak-anak Vietnam itu ke mobil kami, dan saya berdiri di depan dengan suami saya yang sedang memakai sepatu bootnya.
"Oh, Bob," kata saya, "Suasana Natal sungguh terasa. Saya dapat melihatnya pada mata mereka dan setiap orang."
"Memberi kasih pada orang-orang yang tidak dikasihi," bisiknya. "Mungkin itu jauh lebih berharga daripada mencoba menangkap kembali kebahagiaan diri sendiri."
"Kamu benar, Bob," jawab saya sambil memperhatikan bayangan mereka yang saling melambaikan tangan satu sama lain di tengah salju yang jatuh perlahan-lahan. "Saya memerlukan waktu yang lama untuk memahaminya. Tetapi Dr. Howard sudah lama mengetahuinya."
- Dorothy R. Masterson -
Jenis Bahan PEPAK: Bahan Mengajar
Waktu itu dua minggu menjelang Natal dan saya sedang mempersiapkan undangan untuk pesta kedua anak saya, Ann dan Mark, dan teman-teman mereka. Semestinya saya berharap-harap menanti-nantikannya, tetapi saya tidak melakukannya. Beberapa kali saya telah mengadakan pesta Natal yang serupa, tetapi hampir semua orang kecewa. Tamu-tamu kecil saya tampaknya tidak merasakan daya tarik dan keajaiban yang dahulu saya rasakan waktu kecil.Waktu saya kecil, tetangga sebelah kami seorang pensiunan pendeta yang disukai semua anak di kompleks perumahan kami. Dr. Howard tidak pernah terlalu sibuk untuk mendengarkan keluhan kami, mengagumi binatang peliharaan kami, dan menasihati kami dengan rendah hati. Tetapi dari semua yang dilakukannya bagi kami, yang paling membuat ia disayangi ialah pesta Natal yang luar biasa yang disiapkannya bagi kami. Sudah lama saya memutuskan untuk mengadakan pesta seperti itu bagi anak-anak saya, tetapi entah mengapa saya tidak dapat menirunya, meskipun saya sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti cara yang digunakan Dr. Howard.
Hari berikutnya ada beberapa keperluan yang harus saya selesaikan dan dalam perjalanan saya melewati tempat saya dibesarkan. Bagian kota yang suram itu semua masih ada, tetapi sekarang saya sudah tidak mengenalinya dan rumah tua Dr. Howard yang dahulunya berdiri megah sekarang sudah sangat jauh berbeda. Tetapi saya terdorong untuk berhenti ke tepi jalan dan melihat rumah yang sudah rusak itu. Tiba-tiba saya kembali menjadi seorang anak berusia delapan tahun yang mendekati pintu depan yang mengagumkan itu.
Saya teringat sedang memegang erat-erat tangan adik laki-laki saya dan bel tua itu masih bergema waktu Dr. Howard membuka pintu. Ia mengenakan baju pendeta berwarna hitam dengan baju berkerah dan dasi kupu-kupu. Rambutnya yang ikal berwarna putih di sekelilling kepalanya seperti sebuah lingkaran yang bercahaya, dan seperti biasanya ia tersenyum berseri-seri.
"Dorothy! Bobby! Kalian baik sekali mau datang! Tunggu kejutan yang sangat istimewa yang telah saya siapkan untuk kalian nanti malam!"
Waktu saya memberi salam pada anak-anak yang lain, saya perhatikan anak-anak laki-laki keluarga Perry kelihatan serius seperti biasa. Saya menduga itu disebabkan ibu mereka sudah lama sakit. Ketiga anak keluarga Donetti juga ada di sana, mereka pemalu sekali seperti biasa karena kami semua tahu ayah mereka di penjara karena penggelapan uang. Anak kembar keluarga Muller, yang kelihatan lebih dewasa karena baju yang mereka pakai, juga hadir di sana. Tentu saja kedua anak perempuan keluarga Harris tampak istimewa -- saya dapat membayangkan betapa bahagianya mereka mempunyai seorang kakek seperti Dr. Howard!
Film tentang Tanah Perjanjian diputar Dr. Howard -- itu suatu acara yang istimewa. Saya selalu tertarik pada tempat-tempat yang jauh, saya sangat terpesona melihat kehidupan Yesus di dunia.
Kemudian sampai pada saatnya "Pergi ke Yerusalem", awal dari serangkaian permainan di ruang ramu. Setelah menyusun kursi, tuan rumah duduk di dekat piano dan mengulangi aturan permainan, "Saya akan memainkan lagu-lagu Natal yang disukai anak-anak Perancis. Bila musik berhenti, kalian harus cepat-cepat duduk. Anak yang mendapat kursi terakhir ialah pemenangnya."
Saya menyukai setiap menit dalam pesta Dr. Howard, tetapi yang paling saya sukai adalah ruang makan yang disinari cahaya lilin dan meja yang dipenuhi hidangan. Es krim yang berbentuk malaikat, pohon Natal, hiasan Natal dan bintang-bintang, juga kue, permen, dan kacang yang menyilaukan mata saya. Belum pernah saya melihat makanan sebanyak dan seenak itu.
Semua itu kembali dalam ingatan saya waktu saya duduk di mobil. Lalu tiba-tiba saya tersentak dari lamunan saya waktu pintu depan terbuka dan seorang wanita keluar. Wanita itu sangat menyedihkan, pikir saya. Lalu, waktu saya memandangi penyewa rumah yang dahulu ditempati Dr. Howard, sekilas saya seperti dikejutkan karena terciprat air dingin. Bukankah semua anak yang diundang ke pesta- pesta waktu itu karena mereka juga sedih? Tetapi tentunya tidak termasuk adik laki-laki saya dan saya sendiri?
Tetapi waktu saya duduk di situ memikirkan masa lalu, saya dipaksa untuk mengakui bahwa perceraian bukanlah hal yang biasa pada waktu itu. Saya masih ingat Dr. Howard berbicara dengan orang tua saya yang bercerai dan ia juga menghibur kepedihan saya waktu ayah telah meninggalkan kami. Semakin lama saya memikirkannya, semakin jelas bahwa hanya cucu-cucu Dr. Howard yang dapat dikatakan datang dari latar belakang yang "normal". Waktu saya mengendarai mobil pulang ke rumah, semua bertambah jelas. Dr. Howard tidak hanya mengadakan pesta untuk anak-anak yang sedih, tetapi ia juga mengerti bermacam- macam penyebabnya.
Sebelum mobil saya sampai di halaman rumah, saya tahu pasti apa yang ingin saya lakukan. Saya langsung ke meja saya, mengambil undangan- undangan pesta yang sudah diberi alamat dan membuangnya ke keranjang sampah.
Waktu makan malam, saya menceritakan kepada suami saya, Bob, dan anak-anak tentang pengalaman saya hari itu dan keputusan yang mengejutkan. Mulanya Ann dan Mark kecewa karena teman-teman tidak diundang seperti biasanya, tetapi setelah saya jelaskan bahwa anak- anak yang lain lebih memerlukan undangan itu, mereka mulai tergugah.
"Mengapa tidak mengundang Pak Hughes yang sudah tua?" usul Mark. "Ia cepat sekali marah sampai tidak pernah berbicara kepada siapa pun. Mungkin sebuah pesta dapat membangkitkan semangat dalam dirinya."
"Ia pasti memerlukannya," sambung Ann. "Kata anak-anak, ia orang yang 'paling jahat di kota' ini."
"Tidak baik berkata begitu, Ann, "kata saya, "tetapi pesta ini untuk anak-anak."
"Saya rasa tidak ada bedanya, Dorothy," kata suami saya. "Semua orang senang pesta Natal."
"Baiklah," kata saya, "kalau kita mengundang orang dewasa, berarti Mary Wynn juga diundang." Wanita itu janda setengah umur yang tinggal di jalan yang sama dengan kami, kata-katanya yang tajam menjauhkannya dari tetangga-tetangganya.
Bob mengusulkan untuk mengundang dua remaja yang baru-baru ini dibimbingnya di SMU tempat ia mengajar. Patty tinggal di panti asuhan dan kelihatannya ia anak yang paling tidak bahagia. Dan, anak yang tidak disiplin, ibunya sudah bercerai dan tidak mau mengurusnya.
Ketiga anak Vietnam yang baru pindah di lingkungan kami merupakan tamu yang dipilih terakhir dengan suara bulat.
Pada malam pesta itu, dengan gelisah saya menunggu tamu-tamu yang berlatar belakang berbeda dan tidak biasa, tetapi rupanya saya tidak perlu khawatir. Anak-anak Vietnam itu menyapa setiap orang dengan malu-malu dan sopan. Janda yang suka mengomel itu mencairkan sikap keras pria yang "paling jahat di kota" dan bersikap baik sekali pada Patty yang gelisah dan salah tingkah.
Saya gembira karena ternyata semua tamu, anak-anak maupun orang dewasa, ikut bermain dan mereka tampak gembira menikmati film kartun anak-anak dan cerita tentang perjalanan di Palestina. Setelah itu, kami berkumpul mengelilingi meja makan, wajah tamu-tamu kami tampak berseri-seri. Setelah lagu-lagu Natal selesai diputar, Mark dan Ann memberikan hadiah-hadiah itu, meskipun sederhana, membuat mata saya terasa panas karena terharu.
Setelah pesta selesai, tamu-tamu yang lebih tua berjalan pulang bersama-sama, mengucapkan selamat hari Natal kepada kami semua. Dan serta Patty mengajak anak-anak Vietnam itu ke mobil kami, dan saya berdiri di depan dengan suami saya yang sedang memakai sepatu bootnya.
"Oh, Bob," kata saya, "Suasana Natal sungguh terasa. Saya dapat melihatnya pada mata mereka dan setiap orang."
"Memberi kasih pada orang-orang yang tidak dikasihi," bisiknya. "Mungkin itu jauh lebih berharga daripada mencoba menangkap kembali kebahagiaan diri sendiri."
"Kamu benar, Bob," jawab saya sambil memperhatikan bayangan mereka yang saling melambaikan tangan satu sama lain di tengah salju yang jatuh perlahan-lahan. "Saya memerlukan waktu yang lama untuk memahaminya. Tetapi Dr. Howard sudah lama mengetahuinya."
- Dorothy R. Masterson -
Kategori Bahan PEPAK: Perayaan Hari Raya Kristen
- Login to post comments
- Printer-friendly version