Berbicara tentang "guru Kristen", selalu ada dua hal penting
yang patut menjadi perhatian utama kita dalam pembicaraan berikut
ini. Pertama, mengenai kedudukan guru sebagai pribadi Kristen.
Bagaimana sepatutnya ia memahami dan mengembangkan statusnya
sebagai orang Kristen? Kedua, mengenai tugasnya sebagai pendidik
dan pengajar. Apakah peranannya sebagai guru dalam melaksanakan
tugas keguruan? Bagaimana ia sepatutnya mengemban tugasnya sebagai
guru berdasarkan iman Kristiani yang dianutnya?
Bertumbuh di dalam Kristus
Perkara yang sangat penting dikembangkan oleh seorang guru
Kristen adalah pengenalan mengenai jati dirinya sendiri sebagai
orang Kristen. Kita memahami bahwa orang Kristen adalah "orang yang
memberikan dirinya secara penuh kepada Yesus Kristus"
(lihat Kis 11:26).
Orang Kristen ialah orang yang percaya dan menyambut
sepenuhnya kedudukan dan peran Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat dan
Raja atas kehidupannya. Pembukaan diri ini sebenarnya dimungkinkan
oleh kuasa Allah sendiri, sebagai pekerjaan Allah Roh Kudus yang
membuat seseorang memberi respons positif terhadap berita Injil
(lihat Roma 1:16-17; 1 Kor 15:3-5).
Dengan membuka diri, Roh Kudus
berkenan hadir ke dalam hidup dan mendiami diri orang percaya.
Dengan demikian, nyatalah permulaan orientasi hidup baru, perubahan
hidup, pengertian rohani baru, kuasa dan dinamika hidup baru
(Yoh 3:3,5; Roma 8:9-11; 2 Korintus 3:17-18; 5:17).
Kemudian sebagai orang Kristen, guru terpanggil untuk
bertumbuh ke arah pengenalan yang semakin mendalam dan lengkap
tentang pribadi Yesus Kristus (bandingkan dengan Kolose 2:6-7;
Galatia 2:19-20). Pengenalan tentang pribadi Yesus ini akan
memungkinkan dia untuk semakin memahami kehendak Allah. Karena
Yesus sendiri adalah jalan, kebenaran, dan hidup, membawa orang
kepada pengenalan yang sejati akan karya Allah (Yoh 1:18; 14:6).
Sebab, Yesus menyatakan dengan tegas bahwa di luar Dia, orang
tidak dapat melakukan hal yang benar bagi kemuliaan Allah
(Yoh 15:4,5,16). Di samping itu, hanya melalui persekutuan dengan
Dialah, seorang guru Kristen semakin menemukan kebenaran yang
sesungguhnya. Dan kebenaran yang dinyatakan Allah kepada setiap
orang percaya menyangkut segi kognitif (intelek-pemikiran), segi
moral, etis, serta spiritual. Selanjutnya kebenaran yang harus
dikejar oleh guru Kristen adalah kebenaran realitis, yaitu yang
nyata dalam kehidupan. Kebenaran yang demikian akan berupaya
membebaskan manusia seutuhnya (bandingkan dengan
Yohanes 8:31-32; 17:17).
Masalah mengikut Yesus tidak saja terbatas kepada bagaimana
kita dapat lebih memahami dan mengerti apa yang dilakukan Yesus
bagi pengampunan dosa, dan jaminan kehidupan yang akan datang
harus diteladaninya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
pelaksanaan tugas keguruan. Howard G. Hendriks (Gangel and
Hendriks, 1988), mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi
kehidupan Yesus yang senantiasa mengagumkan, yang perlu diteladani
oleh seorang guru Kristen.
Dalam segi kepribadian, Yesus memperlihatkan kesesuaian antara
ucapan dengan perbuatan. Ia pun menuntut kesesuaian itu terjadi
dalam diri murid-muridNya.
PengajaranNya sederhana, realistis, tidak mengambang. AjaranNya
selalu sederhana dalam arti menyinggung perkara-perkara hidup
sehari-hari.
Ia sangat relasional, dalam arti mementingkan hubungan antar
pribadi yang harmonis.
Isi beritaNya bersumber dari Dia yang mengutusNya (Mat 11:27;
Yoh 5:19). Selain tetap relevan bagi pendengarNya, ajaran Yesus
bersifat otoratif dan efektif (Mat 7:28,29).
Motivasi kerjaNya adalah kasih (Yoh 1:14; Flp 2:5-11). Ia
menerima orang sebagaimana adanya, serta mendorong mereka untuk
berserah kepada Allah.
MetodeNya bervariasi, namun sangat kreatif. Ia bertanya dan
bercerita. Ia melibatkan orang untuk memikirkan masalah yang
diajukan. Selain itu, Ia mengenal orang yang dilayaniNya,
tingkat perkembangan serta rohani mereka.
(The Christian Educator's Handbook on Teaching (halaman 13-29), Victor Books, 1988)
Seorang guru Kristen juga perlu menyadari bahwa peranan Roh
Kudus bukan hanya berlangsung dalam rangka pendewasaan iman dan
peningkatan kualitas atau kesadaran akan kesucian hidup, tetapi
juga di dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Roh Kudus ingin
menyatakan kuasa dan kehadiranNya di dalam diri dan melalui orang.
Karena itulah guru bidang studi apapun tetap memerlukan kehadiran
Roh Kudus di dalam hidup dan pekerjaannya. Bukan karena mengajar
agama Kristen atau memimpin kelompok pemahaman Alkitab, seorang
guru membutuhkan kehadiran dan bimbingan Roh Kudus. Roh Kudus juga
menyatakan sifatNya melalui gerak-gerik dan gaya mengajar dari
guru. Selanjutnya sifat-sifat yang dipancarkanNya dapat menjadi
dinamika hidup dalam hubungan antar pribadi yang menyegarkan dan
membangun. Sifat-sifat itu pulalah yang diharapkan mewarnai dan
membentuk etos kerja seorang guru sebagai pengajar dan pendidik.
Seorang guru, sebagai pengajar iman Kristen, sudah tentu
sangat memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan dan
kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati
orang untuk memahami kebenaran (bandingkan dengan
Efesus 3:16,17,18).
Ia pula akan memberikan ide-ide baru dalam masa
persiapan, dan bahkan sementara guru melakukan tugas mengajarnya
(interaksi belajar-mengajar). Ia memberikan semangat atau
entusiasme (Yun: en theos). Ia mampu meyakinkan dan menyadarkan
para pendengarnya. Ia membuat interaksi di antara sesama anggota
dalam kelompok belajar dinamis sehingga terasa hangat dan bermakna
(Yoh 16:11-13; 1 Yoh 2:20,27; 3:24; 1 Kor 2:14).
Karena itulah seperti dikemukakan oleh Paulus, orang percaya harus selalu mau
dipimpin dan dipenuhi Roh Kudus
(Ef 5:18; Gal 5:16,18,25).
Melalui kegiatannya, guru dapat mendorong terjadinya suasana ibadah, yang
menimbulkan kekaguman dan kemuliaan Allah. Roh itulah yang membawa
guru dan peserta didiknya beribadah dalam roh dan kebenaran
(bandingkan dengan Yohanes 4:24).