"Eh, tahukah kamu, kemarin saya mendapat kado dari Sinterklas," kata teman sebangkuku dengan wajah berseri-seri.
"Dari Sinterklas? Benarkah?" sahutku tak percaya. Dalam hati saya bertanya-tanya. Benarkah Sinterklas masih hidup sampai sekarang dan memberi kado buat anak-anak?
"Iya. Kamu tidak percaya?" Sepertinya ia dapat menangkap rasa tidak percayaku.
Bagaimana saya bisa percaya, sampai detik ini saya belum pernah bertemu langsung dengannya. Jika ia benar-benar masih ada, apakah iya Sinterklas terlupa memberi kado untukku? Bukankah aku tidak begitu nakal! Tetapi, jangan-jangan ia memang lupa padaku, ya? (Kasihan deh!)
"Inilah jika kamu tidak percaya, tahun depan cobalah resepku!"
"Resep apa? Kue?"
"Bukan!" serunya.
"Lalu, resep apa?" tanyaku tak mengerti.
"Resep supaya mendapat kado dari Sinterklas."
"Bagaimana ... bagaimana caranya?" tanyaku tidak sabar.
"Begini, kamu siapkan rumput yang masih hijau. Lalu, kamu taruh rumput-rumput itu di sepatumu. Sepatu yang mana saja deh! Lalu taruh sepatumu di depan kamarmu. Yang terakhir, kamu harus yakin bahwa kamu akan mendapat hadiah. Sudah, begitu saja. Mudah, kan?"
"Sepertinya mudah."
"Memang mudah. Coba saja!"
Resep mudah agar memperoleh kado dari Sinterklas itu tidak pernah kucoba sampai sekarang. Terus terang, waktu mendengarnya pertama kali, saya ragu. Saya ingin mencoba, tetapi sepertinya itu mustahil, ya? Ingin menuduh temanku bohong, saya tidak berani, tetapi jika ingin mencoba, saya tidak yakin. Padahal, jika saya mencobanya, syarat terakhir yang harus dipenuhi adalah saya harus yakin bahwa saya akan mendapat hadiah. Jika saya sendiri tidak yakin, bisa-bisa saya hanya akan ditertawakan oleh orang serumah!
Selain itu, dari cerita-cerita yang saya baca, Sinterklas datang melalui cerobong asap. Padahal, rumahku tidak ada cerobong asapnya. Nanti ia lewat mana? Apakah mungkin lewat pintu depan? Ah, tidak seru! Lagi pula, di cerita-cerita itu, Sinterklas datang dengan kereta salju yang ditarik oleh rusa. Jika di Indonesia, kereta salju dari mana? Dari Hong Kong? Di sini hanya ada becak. Saat musim hujan ditutupi plastik, pengayuh becak pun orang biasa, bukan rusa. Atau, jangan-jangan kalau di Indonesia, Sinterklas datang naik dokar, ya?
Sebenarnya, kadang-kadang saya iri dengan temanku. Ia selalu mendapat hadiah saat Natal dan hadiahnya bagus-bagus! Ada buku tulis yang dalamnya berbau wangi permen, kotak pensil yang berbentuk bus, penghapus warna-warni, kaos keluaran terbaru, dan entah apa lagi. Seingatku, ia selalu memunyai barang bagus setiap kali libur Natal usai.
Saya kadang juga ingin mendapat hadiah macam-macam seperti dia. Memang, kadang-kadang saya dibelikan baju baru, tetapi tidak selalu begitu.
Natal sering dikaitkan dengan kado. Beberapa orang menggunakan momen Natal untuk memberikan kado kepada orang-orang terdekatnya. Tetapi kalau kita renungkan, bukankah Natal adalah kado terbesar dari Allah kepada kita?
Tuhan Yesus sengaja hadir buat kita. Ia datang bukan karena iseng, atau karena tersesat. Satu pertanyaan yang sampai sekarang saya pikirkan, apakah Dia sempat berdebat dengan Bapa-Nya tentang rencana kelahiran-Nya, ya? Apakah Dia sempat protes ketika diminta untuk terlahir di tempat yang sama sekali berbeda dengan bayi-bayi lainnya?
Begitu lahir, Yesus langsung mencium bau khas ternak. Aduh, tempat itu pasti sangat tidak nyaman! Saya membayangkan, di kiri dan kanan palungan banyak tumpukan jerami, tentu saja bukan alas yang cukup empuk untuk tempat tidur bayi. Bunyi jerami yang kresek-kresek, pasti sedikit mengganggu dan ujung-ujung jerami yang sedikit runcing, pasti menyebabkan gatal-gatal!
Padahal Yesus itu Raja! Dia bisa saja menyiapkan tempat yang sedikit nyaman. Jika tidak ingin yang terlalu mewah, paling tidak di rumah yang sederhana, dan memakai kasur yang agak empuk. Dengan begitu, Bunda Maria pun bisa sedikit lega setelah melahirkan Dia.
Tetapi, mengapa Bayi Yesus dibungkus dengan "wadah yang jelek", ya?
Lalu, aku menjadi ingat pertanyaan seseorang. "Ada tidak ya gereja pemulung?"
Setahu saya belum ada! Biasanya gereja begitu-begitu saja. Tidak ada gereja yang dikhususkan untuk kelompok tertentu. Kalaupun ada, biasanya berupa komunitas di dalam gereja. Sejauh yang saya tahu, komunitas di dalam gereja itu untuk anak-anak (Sekolah Minggu), kaum muda, pekerja, kaum lajang, atau orang-orang pensiunan. Belum pernah dengar gereja membuat komunitas yang isinya khusus orang-orang yang dipinggirkan masyarakat. Mungkin memang agak susah jika membuat komunitas khusus seperti itu. Setahu saya, memang ada jemaat kurang mampu yang menjadi anggota gereja tertentu. Tetapi, mereka tidak membuat komunitas sendiri.
Lalu apa hubungan kelahiran Yesus di "wadah yang jelek" itu dengan semua ini?
Kadang saya tidak sadar bahwa Yesus sudah pernah terlahir dan menjejakkan kaki di bumi. Saya terkadang tidak menyadari bahwa Yesus sengaja datang dengan bungkus kemiskinan untuk menunjukkan bahwa Dia sangat solider pada kita semua. Kita semua memiliki "sisi kemiskinan". Ada yang miskin harta, ada pula yang miskin jiwanya. Yesus datang untuk orang-orang miskin yang mungkin tidak pernah terpikir untuk membeli kado saat Natal. Dan, kalau memang gereja pemulung itu ada, Dia juga pasti hadir di sana.
Saya sering menganggap bahwa Natal adalah peristiwa yang lumrah; yang memang diperingati dengan cara-cara yang biasa dilakukan dari tahun ke tahun: pesta Natal, pembagian sembako, misa Natal, tukar kado.
Lalu, apa yang salah dengan semua itu?
Saya tidak ingin mengatakan bahwa semuanya itu keliru, tetapi mungkin kurang lengkap. Dari semua yang saya lakukan, kadang-kadang saya melupakan unsur "hati" dan cinta. Natal menjadi peristiwa yang "reguler", tidak istimewa. Hanya istimewa jika ada embel-embel "kado" spesial buatku.
Saya berpikir lebih dalam lagi, jika Yesus tidak benar-benar mencintai kita, bagaimana mungkin Dia mau bersusah payah datang ke dunia? Bukankah ini mengingatkan kita saat jatuh cinta? Saat kita sedang jatuh cinta, kita mau melakukan apa saja untuk dapat meraih orang yang kita cintai.
Kalau saya boleh usul, mungkin kita tidak perlu bersusah payah untuk mengisi Natal dengan perayaan apa pun (ini juga usulan untukku sendiri). Persiapkan hati dan berikan kekayaan cinta kita untuk orang-orang "miskin" di sekitar kita, baik miskin harta maupun miskin jiwa. Dengan begitu, kita dapat menjadi Sinterklas kecil bagi banyak orang. Dan, kiranya banyak orang akan mengatakan, "Aku dapat hadiah dari Sinterklas Natal kali ini."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli artikel | : | Hadiah dari Sinterklas |
Judul buku | : | My Favourite Christmas |
Penulis artikel | : | Krismariana |
Penerbit | : | GLORIA Cyber Ministry |
Halaman | : | 44 -- 51 |
Kategori Bahan PEPAK: Perayaan Hari Raya Kristen
- Login to post comments
- Printer-friendly version