Kesaksian GSM: Pelajaran Hari Ini

Jenis Bahan PEPAK: Artikel

"Siapa yang mau duduk dekat aku?" tanya Ria.

"Aku ... aku ... aku ....," suara teman-teman kecilnya bersahutan sambil berlari-lari untuk segera duduk di sampingnya.

Tetapi saat dua orang anak berhasil duduk di sampingnya, Ria langsung bekata kepada dua temannya itu, "Ihh ... aku nggak mau duduk sama kamu. Aku mau duduk sama Nia dan Kiki aja!"

Segera terjadi keributan besar. Dua orang anak yang sudah duduk di samping Ria menangis terisak-isak.

Saat itu ibadah SM belum pula dimulai, tetapi sudah terjadi huru- hara yang membuatku menggeleng-gelengkan kepala. Ya, Ria, seorang gadis kecil berusia tiga tahun, kesekian kalinya telah berhasil memberi tugas ekstra kepada guru yang sedang bertugas. Ria memang merupakan anak yang paling berpengaruh dalam kelas kecil dan sangat sering memberikan keputusan yang dianggap tidak adil oleh para "pengikutnya".

Kubiarkan seorang guru SM yang masih pemula mendekati mereka guna meredakan huru-hara tersebut. Guru tersebut berhasil menghentikan tangis kedua anak tersebut tetapi belum berhasil mempertemukan tangan Ria dengan mereka sebagai tanda permintaan maaf. Agar ibadah SM dapat segera dimulai, sang guru yunior tersebut akhirnya memisahkan mereka saja.

Ibadah SM segera dimulai. Walaupun pada awalnya terjadi huru-hara, tetapi aku bersyukur ibadah dapat berjalan dengan baik. Kulirik Ria, yang hari itu mengenakan baju baru, bernyanyi dengan riang tanpa sedikit pun merasa bersalah. Dua orang anak yang tadi terisak-isak pun sudah mulai menggerakkan tangan mereka untuk memuji Tuhan walaupun sesekali kuperhatikan mereka melirik-lirik Ria dengan tatapan penuh protes.

Saat ibadah SM selesai, seperti biasa murid-muridku antri untuk bersalaman dengan para guru termasuk denganku. Saat sedang bersalaman dengan anak lain, kulihat kejadian yang sudah terlalu sering kulihat selama aku melayani Dia sebagai seorang guru SM, sekaligus juga kejadian tersebut selalu membuat aku belajar lebih lagi mengenai arti pengampunan yang tulus.

Ria, si pemimpin itu, menghampiri dua teman yang sudah dia "sakiti hatinya". Untuk kesekian kalinya, kulihat tangan mungilnya terulur ke tangan teman yang sudah dia lakukan dengan tidak adil. Dan, bukan kali itu saja kulihat bibir mungilnya tanpa malu-malu mengucapkan, "Maapin aku ya!" Dua buah tangan kanan yang mungil, yang tadi sempat digunakan untuk mengusap air mata kekecewaan, secara serentak terulur pula ke arah tangan kanan Ria, plus senyuman lebar yang tersungging di bibir.

Dengan berlari kecil sambil bergandeng tangan, mereka bertiga menghampiriku, mengulurkan tangan mungil mereka dan berkata, "Selamat pagi, Kak! Pulang dulu ya!"

Kejadian hari itu sekali lagi menjadi sebuah alasan mengapa aku masih bertahan melayani Dia sebagai seorang guru SM. Terlalu banyak pelajaran rohani yang aku dapatkan dari "guru-guru mungilku" tersebut. Hari itu sebuah pengampunan yang tulus tanpa sisa-sisa dendam kembali terjadi di depan mataku, seorang guru SM yang masih sering menyimpan rasa sakit hati dan terkadang sangat sulit mengakui kesalahannya. Yang bibirnya sering mengucapkan kata "maaf", tetapi masih sering menyimpan beribu alasan di balik kata maaf itu.

[Kiriman dari: Evie Wisnubroto <evie(at)>]

*Red: Redaksi mengajak setiap pelayan anak untuk membagikan kesaksian atau pelajaran-pelajaran berharga dalam pelayanan. Kesaksian atau berkat tersebut bisa semakin menguatkan dan meneguhkan panggilan dalam pelayanan kita. Pasti akan sangat indah bukan jika kita bisa saling membangun dengan membagikan setiap pengalaman kita. Kirimkan kesaksian Anda ke:
==> < staf-binaanak(at)sabda.org >

Kategori Bahan PEPAK: Kesaksian Guru