Bekerja dengan Anak Madya

Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Suatu saat, seorang anak memerlukan penghiburan dan pertolongan Saudara; tapi saat berikutnya, dia "sudah besar" dan menyatakan kemerdekaannya -- inilah anak madya.

Anak madya ingin belajar dan sangat terbuka terhadap Injil. Ini merupakan tanggung jawab besar bagi guru maupun orangtua anak Kelas Madya, sebab anak yang tidak dimenangkan pada waktu ia memasuki usia madya, mungkin sekali ia tidak akan menjadi seorang Kristen.

MENGENAL MURID

Jika Saudara mau menjangkau murid-murid madya dengan Injil, Saudara harus mengenal dia. Usia madya meliputi anak-anak dari 10 sampai 12 tahun, atau yang sedang duduk di kelas empat, lima, dan enam Sekolah Dasar. Beberapa pandangan yang umum mengenai kelompok umur ini dapat dibuat, tetapi harus diingat bahwa keperluan dan minat murid kelas empat sangat jauh berbeda dari murid kelas enam. Murid kelas empat yang baru memasuki Kelas Madya masih seorang anak yang mengagumi dan menghormati orang dewasa serta mengharapkan bimbingan dan petunjuk, baik dari orangtua atau guru. Anak laki-laki madya tidak ingin bergaul dengan anak perempuan madya, begitu pula sebaliknya. Pemeliharaan dan kerapian pribadi agar tampak menarik, biasanya disebabkan oleh dorongan orangtua bukan karena keinginannya sendiri.

Bayangkanlah keadaan murid yang sama setelah dua tahun kemudian. Murid yang sama, sebagai murid kelas enam, tidak hanya sudah bertumbuh secara jasmani, tetapi juga sudah lebih dewasa. Anak laki- laki kelas enam mulai "mencintai" teman perempuan dan sebaliknya. Karena itu, ia mulai lebih memperhatikan fisik dan penampilannnya sendiri, sebab sekarang mereka ingin tampak "mengesankan" bagi orang lain. Meskipun mereka masih bergantung pada orangtua untuk memberi kemantapan dalam hidupnya, mereka ingin mencoba "sayap" mereka sendiri dalam banyak bidang. Sebagai hasilnya, orangtua sering secara tidak tepat mengartikan usaha itu sebagai masa pemberontakan. Sebenarnya, hal itu adalah proses pendewasaan yang wajar, sebab selama itu, anak-anak madya yang lebih tua mulai menemukan jati dirinya. Masa "penemuan" ini, muncul pada usia 12 atau 13 tahun dan berlangsung terus sampai usia belasan tahun. Sayang sekali, sebagian anak tampaknya tidak menemukan jati dirinya. Guru Sekolah Minggu harus menyadari bahwa apa yang dinamakan pemberontakan itu, lazimnya bukanlah satu pernyataan pribadi untuk menentang dia, tetapi lebih merupakan satu ciri perkembangan murid. Guru harus berusaha menjadi pengaruh yang mantap bagi murid-murid usia madya dengan memperlihatkan kehidupan Kristen yang berserah dan nilai penetapan kebiasaan-kebiasaan baik, misalnya doa dan pembacaan Alkitab yang dilakukan setiap hari.

Sifat-sifat berikut ini melukiskan sifat anak-anak madya pada umumnya.

Segi Jasmani

Akan terdapat perbedaan besar dalam ukuran pada anak-anak madya. Pada umumnya, anak-anak perempuan berkembang lebih cepat, sebab pada usia ini, anak perempuan lebih besar daripada anak laki-laki. Pada usia madya, seorang anak perlu diyakinkan bahwa ukurannya -- baik besar atau kecil -- bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan. Anak- anak yang tinggi harus didorong untuk berjalan dan berdiri tegak, bukannya mencoba menjadi "pendek seperti yang lain". Perawakan yang kurang baik seringkali muncul pada usia madya, sebab seorang anak yang pertumbuhannya lebih cepat, selalu membungkuk untuk mencoba menyembunyikan tinggi badan yang sebenarnya.

Anak madya barangkali menikmati suatu masa memiliki kesehatan yang baik dalam hidupnya. Dia sudah melalui masa dimana sering terserang penyakit, seperti yang dialami oleh anak-anak. Untuk itu, sekarang mereka akan lebih sering hadir di Sekolah Minggu. Ketidakhadiran yang tak dapat dihindari dalam usia ini lebih banyak diakibatkan oleh hal-hal yang tak terduga daripada karena sakit. Anak madya giat, karena itu dia menyukai kesibukan dan selalu menyukai tantangan. Dia menyukai kegiatan-kegiatan yang memerlukan tenaga -- yang menggunakan otot-otot besar.

Segi Mental

Anak madya mulai memikirkan hal-hal yang abstrak. Dengan demikian, beberapa kata yang melukiskan segala sesuatu dapat digunakan apabila diterangkan dengan teliti. Tetapi ingatlah bahwa anak madya masih berpikir secara harafiah, sebab itu beberapa istilah agama yang kita gunakan mungkin membingungkan atau bahkan mengerikan baginya. Misalnya, jika anak madya itu tidak dibesarkan di lingkungan Kristen, istilah-istilah seperti "dibasuh di dalam darah" dapat membuat dia takut. Anak madya masih menjumpai kesulitan hubungan antara waktu dan jarak. Alat-alat peraga akan menolong menjelaskan hal-hal tersebut kepada mereka.

Karena pemusatan perhatian anak madya bertahan sekitar 20 menit, seorang guru kadang-kadang perlu menyediakan pergantian selama jam pelajaran. Anak madya sangat tertarik pada peristiwa-peristiwa, orang-orang, dan tempat-tempat yang benar-benar ada atau nyata; dengan demikian, perhatiannya dapat dipikat dengan lebih mudah jika cerita-cerita "yang sungguh-sungguh terjadi" lebih banyak dipergunakan daripada "cerita dongeng". Anak-anak madya menghormati pahlawan-pahlawan, sebab itu mereka akan tertarik dengan kisah pahlawan-pahlawan Alkitab.

Kebanyakan anak madya gemar membaca. Ini merupakan saat yang tepat untuk memimpin mereka pada kebiasaan membaca bacaan yang baik.

Sebuah perpustakaan gereja dengan buku-buku Kristen yang baik untuk usia madya akan sangat bermanfaat.

Salah satu ciri yang paling penting dari usia madya adalah kesanggupan untuk menghafal dengan mudah. Para guru madya dapat memanfaatkan hal ini dengan menekankan hafalan ayat Alkitab, baik secara pribadi maupun bersama-sama satu kelas.

Segi Sosial

Anak-anak madya suka "berkelompok". Usia 10-12 tahun cenderung membentuk persahabatan yang akrab, mengorganisir kelompok-kelompok kecil, serta memilih nama-nama untuk kelompok-kelompok ini. Mereka memiliki semangat kerja sama dan roh bersaing yang kuat. Ini dapat dimanfaatkan dalam pertandingan-pertandingan Sekolah Minggu, seperti menghafal ayat, kehadirannya di Sekolah Minggu, dan sebagainya.

Sebagian besar anak laki-laki madya kurang suka bergaul dengan anak perempuan dan sebaliknya. Namun, terdapat perbedaan pandangan mengenai kemungkinan dipisahnya atau tidak, Kelas Madya untuk laki- laki dan perempuan. Jika dipisahkan, maka anak madya laki-laki akan jauh lebih menyukai seorang guru laki-laki daripada seorang guru wanita dan sebaliknya.

Segi Rohani

Anak madya sanggup mengerti tanggung jawabnya terhadap Allah dan dapat memiliki pengalaman yang pasti tentang keselamatan. Para guru madya harus memberi kesempatan bagi mereka untuk mengambil keputusan menerima Kristus.

MEWUJUDKAN TUJUAN

Anak-anak madya dapat mengerti patokan-patokan Kristen. Mereka perlu mengetahui apa yang dipercayai oleh gereja mereka dan alasan mengenai kepercayaan itu. Segera mereka akan menghadapi pertanyaan- pertanyaan pada menengah pertama. Mereka memerlukan jawaban dan latar belakang yang lebih kuat daripada pernyataan "gereja saya tidak percaya itu".

Selama usia madya, anak-anak itu sedang membentuk kebiasaan- kebiasaan harian yang dibawa ke dalam kehidupan dewasa. Penting bagi guru Sekolah Minggu untuk menekankan perlunya berdoa dan membaca Alkitab setiap hari. Jangan menekankan lamanya melakukan hal tersebut (15 menit doa, membaca satu pasal sehari dalam Alkitab), tetapi tekankan pada kebiasaan harian. Adakalanya membaca satu atau dua ayat dengan saksama akan lebih bermanfaat bagi seorang anak madya daripada mencoba membaca satu pasal seluruhnya tanpa mengerti isinya. Pemakaian Buku Kerja Madya akan menjadi satu acara yang baik bagi para guru untuk mendorong pembacaan Alkitab.

ANEKA TEKNIK

Keanekaragaman merupakan kunci dalam teknik dan metode mengajar bagi anak madya. Anak madya tetap menyukai cerita-cerita yang menarik. Namun, mereka ingin ditantang dan didorong oleh metode-metode lain juga. Kunjungilah kelas empat, lima atau enam di Sekolah Dasar. Orang banyak akan tercengang melihat banyaknya metode mengajar yang digunakan. Meskipun mereka di Sekolah Minggu hanya satu jam dalam seminggu, namun guru harus menjadikan waktu ini menarik dan menggairahkan. Dengan demikian, anak-anak madya berkeinginan untuk datang setiap Minggu dan juga akan membawa teman-teman mereka.

Ada banyak buku yang sangat baik tentang metode-metode mengajar. Pertimbangkanlah penggunaan beberapa teknik ini: pembahasan (pembahasan antar murid, bukan hanya jawaban untuk satu pertanyaan yang diajukan guru), sandiwara, lukisan, pelayanan dengan alat peraga, dan proyek-proyek (seperti membuat peta Palestina dari tanah liat sehubungan dengan pekerjaan tri wulan mengenai Perjanjian Lama).

Alat-alat peraga seringkali sangat menolong dalam menyampaikan pelajaran. Papan tulis adalah alat mengajar yang sederhana dan efektif. Sebuah papan pengumuman yang rapi dengan berita-berita yang menarik, menolong dalam mengajar. Peta, tabel, diagram, poster, gambar, dan model (adalah lebih mudah bagi anak madya untuk mengerti cerita tentang orang-orang laki-laki yang menurunkan seorang yang sakit melalui atap, jika mereka dapat melihat gambar atau model sebuah rumah di Palestina) -- semuanya dapat digunakan untuk menekankan satu pokok. Namun demikian, ingatlah alat-alat peraga itu hanya sebagai sarana untuk menolong. Semuanya itu tak dapat menggantikan persiapan yang saksama.

Guru Kelas Madya membutuhkan bahan sebagai latar belakang dalam mengajarkan pelajaran itu. Sumber-sumber seperti konkordansi, kamus, dan atlas harus ada di dalam perpustakaan pribadi guru.

Dalam bekerja dengan anak-anak madya guru harus sungguh-sungguh menaruh minat dan mengasihi murid. Hal ini hanya diperoleh dengan jalan mengenali setiap murid dan dengan berdoa sungguh-sungguh setiap hari untuk setiap anggota kelas.

Kategori Bahan PEPAK: Guru - Pendidik

Sumber
Judul Buku: 
Buku Pintar Sekolah Minggu jilid 2
Halaman: 
234 - 236
Penerbit: 
Yayasan Penerbit Gandum Mas
Kota: 
Malang
Tahun: 
1996