Dampak Globalisasi bagi Perkembangan Anak dan Remaja


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Edisi PEPAK: e-BinaAnak 388 - Kebutuhan Anak di Era Globalisasi (I)

Apa saja dampak globalisasi? Banyak sekali! Namun, dalam ulasan kali ini, saya membatasinya pada dampak-dampak kejiwaan dan kerohanian saja.

Pertama-tama, kita memahami dahulu aspek-aspek penting arus globalisasi. Sebagaimana diketahui, ada dua pakar tenar yang banyak mengupas ihwal gejala globalisasi atau megatrend. Kita mengenal pokok-pokok pikiran mereka lewat buku-buku pelarap (best sellers) mereka. John Naisbitt terkenal karena menulis dua buku seputar Megatrend, sedangkan Alvin Toffler menulis buku trilogi, yang masing-masing berselang waktu 10 tahun, berjudul "Future Shock, Third Wave" dan "Power Shift". Buku-buku tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan diterbitkan oleh P. T. Pantja Simpati, Jakarta.

Yang saya petikan atau sarikan di bawah ini bersumber dari buku pertama triloginya, yang dalam terjemahannya berjudul "Kejutan Masa Depan". Judul bukunya ini sebetulnya merupakan judul pasal 15 dan 16, yang merupakan pasal-pasal pada bagian kelima, yang menurut hemat saya merupakan inti ulasannya yang terbaik dalam buku ini. Adapun bagian kelima berjudul "Batas Kemampuan Adaptasi": pasal 15 melihatnya dari Dimensi Fisik dan pasal 16 dari Dimensi Psikologis. Dalam memaparkan pendapatnya, ia mengacu pada aneka disiplin ilmu pengetahuan dan merangkum hasil-hasil penemuan ilmiah yang "up to date" (tentu saja sampai tahun 1970 saat buku itu ditulis).

Pertama, manusia memiliki kemampuan melakukan adaptasi, baik secara biologis maupun secara psikologis, dan juga secara kultural. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia (dan organisme lainnya) harus selalu berinteraksi dengan lingkungannya (alam dan sesama manusia). Dari lingkungannya itu, ia senantiasa menerima aneka "rangsangan" atau "stimulasi" terhadap tubuh dan dirinya.

Kedua, respons manusia terhadap rangsangan oleh para ahli psikologi eksperimental disebut "respons orientasi" (orientation response, OR). Dalam hal ini, adrenalin dan nonadrenalin lalu bekerja, yang berfungsi sebagai energi tertentu. Dalam kaitan dengan area modernisasi, maka banyak sekali hal yang serba baru (kebaruan, noverity). Dengan demikian, jumlah rangsangan kian banyak dan jumlah suplai bahan pelepas energi (energy releasers) pun kian meningkat.

Ketiga, kalau daya "respons orientasi" tak lagi dapat mengatasi arus rangsangan yang serba baru dan bertubi-tubi, maka manusia melakukan apa yang Toffler sebut sebagai "reaksi adaptif".

Reaksi ini berkaitan erat dengan OR. Memang, kedua proses ini sangat rapat terjalin sehingga OR dapat dianggap sebagai bagian atau fase awal reaksi adaptif yang lebih besar dan luas cakupannya. Namun, apabila OR terutama didasarkan pada sistem saraf, reaksi adaptif banyak tergantung pada kelenjar endoktrin dan hormon yang dialirkannya ke dalam tubuh. Garis pertahanan yang pertama adalah saraf; yang kedua adalah hormon.

Jadi, setiap perubahan, artinya setiap menghadapi sesuatu yang baru atau asing, misalnya memasuki kota yang baru, bahkan rumah atau ruangan baru, menuntut adanya energi OR dan reaksi adaptif. Apalagi kalau sebuah desa terpencil, tetapi cukup kaya, tiba-tiba kebanjiran pesawat televisi beserta antena parabolanya. Yang menuntut energi OR dan reaksi adaptif bukan semata rangsangan perangkat TV saja, tetapi terutama juga isi siaran yang ditayangkannya. "Demikianlah kebaruan setiap kebaruan yang dapat diindera -- memetik aktivitas eksplosif di dalam tubuh ... perubahan yang kecil pun, dalam iklim emosional atau dalam hubungan antarpribadi, dapat menimbulkan perubahan yang jelas dalam kimia tubuh." Bahkan, "... antisipasi perubahan saja dapat memicu reaksi adaptif".

Keempat, dapat disimpulkan bahwa ada batas kemampuan adaptasi. Manusia toh merupakan "... suatu biosistem dengan kemampuan terbatas terhadap perubahan," khususnya juga terhadap kebaruan-kebaruan. Akibat semua itu, manusia lalu mudah terkena atau mengalami aneka macam "sutris" atau "stres".

Kelima, seiring dengan itu, patut dimunculkan pula kesimpulan kebalikannya, yaitu bahwa manusia juga tidak bisa hidup tanpa perubahan sama sekali.

"... Tak seorang pun dapat hidup tanpa mengalami stres sama sekali sampai batas tertentu," tulis Dr. Selye. Meniadakan OR dan reaksi adaptif sama artinya dengan meniadakan segala perubahan termasuk pertumbuhan, perkembangan diri, dan pendewasaan. Perubahan tidak hanya perlu dalam kehidupan; perubahan adalah kehidupan itu sendiri. Begitu pula halnya, kehidupan adalah adaptasi.

Keenam, kesimpulan dari keseluruhan makna Kejutan Masa Depan dapat diringkas dalam kalimat berikut ini. "Kejutan masa depan merupakan respons terhadap stimulasi lanjur(overstimulation)." Toffler misalnya menyebut juga ihwal "Muatan lanjur Informasi" (information overload) dan "stimulasi lanjur desisional" (decisional overstimulation); yakni rangsangan pengambilan keputusan yang berlebihan.

"Muatan lanjur informasi" terjadi kalau terlampau banyak informasi yang harus kita serap, di antaranya lewat siaran-siaran TV (di antaranya acara Dunia dalam Berita, misalnya, yang menayangkan aneka peristiwa peperangan, bencana alam, kecelakaan, penderitaan, dan lain sebagainya) dan juga lewat bahan bacaan: koran, majalah, buku.

"Muatan lanjur desisional" terjadi ketika seseorang misalnya terlampau banyak memegang jabatan: sebagai ketua ini, penulis itu, bendahara anu, dsb.. Seorang bijak pernah mengatakan bahwa jumlah maksimum jabatan atau fungsi yang diemban seseorang adalah tujuh! Kalau kita sebagai orang-orang yang relatif sudah lebih dewasa merasa agak "kewalahan" menampung arus "banjir informasi" (serta "kecamuk muatan lanjur desisional"), apalagi anak-anak dan remaja.

Diambil dan disunting dari:

Nama situs : Alkitab SABDA
Alamat URL : http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=393&res=jpz
Penulis artikel : Pdt. Em. B.A. Abednego
Tanggal akses : 15 Mei 2014

Kategori Bahan PEPAK: Pelayanan Anak Umum

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar