Pulang sekolah, Tita dan Ati berjalan beriringan menyusuri jalan di pertokotan. Mereka amat menikmati perjalanan pulang ini. Soalnya, toko-toko di sepanjang jalan itu menjual banyak barang menarik. Mereka suka sekali melihat-lihat dari kaca etalase. Cuci mata! Apalagi memasuki bulan Desember ini. Wah, pajangan toko-toko itu makin semarak. Ada lonceng-lonceng perak, pita-pita merah-hijau, bunga kastuba ... indah sekali. Kalau tak ingat perut yang kerincingan, bisa-bisa sampai sore mereka di sana.
Siang ini Tita tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya melayang ke toko-toko yang dilewatinya. "Ah, bagaimana kalau aku usul pada Ayah dan Ibu, agar Natal tahun ini kita rayakan lebih meriah? Biasanya kita hanya ke geraja dan berkunjung ke rumah saudara saja. Aku mau usul tahun ini kita undang teman-teman ke rumah.... Aku dan Ati akan menghias rumah dengan meriah dan membuat acara-acara menarik....." Hoa... hemmmm... tak terasa Tita tertidur....
Saat makan malam, "Yah... mmmm .... Tita dan Ati mau usul, boleh nggak?" Tanya Tita ragu-ragu.
"Usul apa?" tanya Ayah sambil meletakkan sendok garpunya.
"Ngg... begini Yah.... Tita dan Ati mau usul... ngg...."
"...bagaimana kalau tahun ini kita rayakan natal lebih meriah..." sambung Ati tak sabar melihat kakaknya ragu-ragu.
"Hmm, meriah yang bagaimana?" tanya Ayah.
"Kami mau mengadakan pesta kecil, mengundang teman-teman dekat. Boleh Yah, Bu?" tanya Tita dengan penuh harap. Ayah dan Ibu bertatapan sejenak.
"Hmmm, kalau ibu sih setuju saja. Biar Ayah dan Ibu juga lebih mengenal teman-teman kalian.", Ayahpun mengangguk-angguk.
"Boleh. Yang penting biayanya jangan mahal-mahal, tapi acaranya berkesan buat tamu yang hadir."
"Beres Yah, cihuiiii...." kata Ati gembira.
"Nah, sekarang habiskan supnya, nanti keburu dingin," Ibu mengingatkan.
Kini Tita dan Ati sibuk sekali tiap hari. Mereka memperhatikan hiasan di toko-toko. Menggumpulkan kaset-kaset Natal yang menarik. Mencari permainan-permainan yang biasa dilakukan dalam pesta-pesta Natal. Pokoknya pembicaraan mereka berdua selalu berkisar pesta Natal itu.
"Pertama-tama, kita susun dulu menunya." kata Tita sambil memegang notes dan pensil.
"Sop sosis, ayam goreng, bakwan jagung, salad, pai apel, hmmmm...." air liurnya terbit membayangkan makanan-makanan itu.
"Jangan lupa puding almond," kata Ati menyebut makanan favoritnya.
"Nah, sekarang hiasan-hiasannya. Di setiap sudut kita pasang pita merah-hijau seperti di toko roti Marie, bagus kan?" kata Tita.
"Ah, ruang tamu kita kan tidak sebesar toko roti Marie, nanti terlalu ramai," sahut Ati. Tak terasa mereka sibuk berdiskusi sampai dua jam. Huh, ternyata merencanakan pesta Natal bukan hal yang mudah. Tapi akhirnya selesai juga.
"Hmmm, baik sekali rencana kalian. Semua disusun dengan rinci," kata Ayah memperhatikan notes Tita.
"Ya, kalian sudah bisa menjadi panitia yang baik. Tapi, ibu mau bercerita sedikit," kata Ibu sambil mengerling kepada Ayah.
"Cerita apa, Bu?" tanya Ati.
"Ada sebuah keliarga hendak merayakan ulang tahun pertama putera mereka. Ayah dan Ibu yang berbahagia itu mengundang sahabat-sahabat mereka untuk berpesta. Pesta berlangsung amat meriah. ketika pesta hampir berakhir, seorang tamu bertanya.
"Omong-omong, mana bayi kalian? Coba bawa kemari," semua tamu setuju. Tapi, ketika si Ibu menjemput, ia tak menemukan bayi itu di kamarnya. Rupanya karena sibuk berpesta, orang tua bayi itu jadi lupa. Bayinya merangkak dan terjatuh dari tempat tidur, ia terluka parah.
"Ih, kasihan sekali bayi itu," kata Ati, "Dia yang berulang tahun, tapi tak ada yang memperhatikannya..."
"Mmmmm, Tita mengerti Bu," kata Tita meruning. "Seperti itu juga perasaan Tuhan Yesus ya? Dia yang berulang tahun, tapi Tita tidak memperhatikannya. Tita sibuk merencanakan ini dan itu, Tapi Tuhan Yesus...."
Tita memandang Ibu dan Ayah yang tersenyum menatapnya. "Bu, terima kasih untuk cerita Ibu. Kalau begitu, Tita dan Ati akan memperbaiki rencana pesta ini. kami akan membuat acara yang lebih mengingatkan tamu yang hadir mengenai kelahiran Tuhan Yesus."
"Tapi... Ibu tetap mau membuatkan sup sosis dan puding almondnya?" tanya Ati.
"Tentu saja nak. Makanan istimewa di waktu Natal tidak dilarang. Tapi bukan itu yang terutama," kata Ibu tersenyum geli.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK