Alkitab bukanlah semacam kitab tuntunan, yang memuat peraturan-
peraturan tentang apa yang harus dikerjakan manusia. Kita tidak akan
menemukan daftar dari berbagai tujuan yang harus disumbang. Tidak
akan terdapat juga suatu tabel, yang menyatakan berapa persembahan
yang menjadi tanggungan jika kita mempunyai gaji Rp 800.000. Tuhan
hanya meminta kasih kita kepada-Nya dan berdasarkan besarnya kasih
itulah kita memberi.
Namun, Dia juga mau menunjukkan jalan, baik dalam Perjanjian Lama
maupun dalam Perjanjian Baru, agar kita bebas memilih dan memberi.
Tentang orang Israel, kita baca bahwa mereka dapat memberikan
persembahannya kepada Tuhan dengan tiga cara.
Untuk kebaktian.
Untuk itu yang terutama diperlukan ialah sebuah tempat pertemuan,
mula-mula berbentuk kemah dan kemudian rumah atau bait.
Pembangunan kedua tempat kebaktian itu terlaksana karena
pemberian orang Israel yang spontan dan sukarela. Untuk
mendirikan kemah pertemuan, orang Israel memberikan segala
sesuatu yang dibutuhkan. Laki-laki dan perempuan membawa emas,
perak, tembaga, kain kasa yang halus, bulu kambing, kayu akasia,
minyak untuk pelita. Kaum wanita memintal bulu kambing. Semua
orang menyerahkan sesuatu sebagai persembahan sukarela untuk
Tuhan (Kel. 35:4-29). Di samping itu, harus selalu tersedia
minyak untuk pelita, roti persembahan, kemenyan di atas mezbah
dan binatang-binatang untuk korban.
Untuk hamba-hamba Allah, para imam dan orang Lewi.
Orang itu dapat mengerjakan pekerjaannya, apabila mereka
dibebaskan dari tanggungan mencari makan. Setelah Tuhan
memberikan tanah Kanaan kepada bangsa Israel, tiap-tiap suku
mendapat bagian dari tanah itu. Tetapi orang-orang Lewi dan para
imam tidak menerima bagian. Karena mereka menjalankan kebaktian
setiap hari di hadapan Tuhan maka tiap orang Israel harus
menyerahkan sebagian dari penghasilannya kepada mereka. Tuhan
menganggap persembahan itu sebagai persembahan kepada Dia
sendiri. Di dalam Bilangan 18:21-24 kita baca antara lain: "Sebab
kepada orang Lewi kuberikan sebagai bagiannya persepuluhan, yang
harus dikumpulkan oleh orang Israel sebagai kewajibannya", dan
dalam Ulangan 18:1-5 ditambahkan pula hasil yang pertama dari
gandum, minyak dan anggur, dan bulu domba yang pertama.
Untuk orang miskin.
Orang miskin juga mempunyai hak dari pemberian orang Israel. Jika
ada suatu perayaan, orang Israel harus membagi-bagikan pemberian
kepada anak-anak yatim piatu, janda-janda, dan orang miskin. Jika
ada seikat gandum tertinggal di ladang, orang tidak boleh
mengambilnya kembali, melainkan harus dibiarkan di sana untuk
orang miskin. Begitu juga dengan buah zaitun, orang tidak perlu
memeriksa kembali apakah masih ada beberapa buah yang tertinggal
di pohon. Buah yang tertinggal itu menjadi bagian orang yang
kekurangan (Im. 19:9, 10). Dalam Ulangan 26:12, Tuhan berkata
kepada orang Israel: "Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun
persembahan persepuluhan engkau sudah selesai mengambil segala
persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau
memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim, dan
kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan
menjadi kenyang."
Jadi dengan dasar selalu adanya orang miskin, Yesus Kristus pun
berkata: "orang miskin selalu ada padamu." Meski kita bekerja
keras untuk perbaikan keadaan sosial dan ekonomi, kita akan
selalu diingatkan, bahwa kita hidup dalam dunia yang tidak
sempurna. Keadaan ini tidak meniadakan tugas dari Tuhan untuk
memelihara orang yang kekurangan. Hal ini bukan untuk
memperlihatkan betapa baik hati kita, melainkan untuk
mengembalikan apa yang telah kita terima kepada-Nya melalui orang
miskin.
Bagi tiap anggota jemaat juga ada tiga jalan untuk memberi seperti
tersebut di atas.
Untuk rumah gereja.
Tuhan meminta kita untuk membuat tempat di mana Dia dapat
disembah. Tidakkah penyembahan dapat dilakukan tanpa rumah? Tentu
saja dapat, karena Tuhan tidak terikat pada suatu tempat. Tetapi
pertemuan-pertemuan di suatu tempat tertentu, di mana kita dapat
mendengarkan Firman Tuhan, dapat memperkuat persekutuan orang
suci. Lagi pula sebuah rumah gereja dapat menjadi suatu
peringatan bagi mereka yang belum percaya kepada-Nya; sebagai
suatu peringatan, meskipun sangat sederhana, bahwa Tuhan sedang
mendirikan Gereja-Nya di dunia ini.
Di India-Selatan orang berkata: "Janganlah mendirikan rumah di
dusun yang tidak ada kuilnya." Mendirikan gereja adalah satu dari
hal yang nyata, yang dapat dilakukan bersama oleh orang Kristen.
Sesuatu yang dapat dilihat itu menarik perhatian. Oleh karena
itu, orang gemar mengerjakannya. Dan apa yang harus kita kerjakan
dengan kasih dan sukacita harus kita dorong, lebih-lebih karena
hal itu membutuhkan pengorbanan dari manusia.
Untuk para pemuka, pendeta, guru Injil, dan orang yang
mencurahkan hidupnya ke dalam pekerjaan jemaat.
Jika sepanjang hari mereka sibuk mengurus jemaat atau mengabarkan
Injil kepada mereka yang tidak mengenalnya, maka mereka harus
dipelihara oleh jemaat. Tidak hanya dengan uang yang sedikit,
sehingga orang lain tidak mau mengerjakannya. Yakobus berkata,
bahwa seorang pekerja harus seharga dengan upahnya dan seorang
pendeta harus dapat hidup dengan cukup. Ia harus dapat menerima
kedatangan orang, dapat memberikan pendidikan yang cukup kepada
anak-anaknya, pendeknya dapat hidup patut sebagai manusia.
Sebaliknya kita dapat minta daripadanya sesuai dengan apa yang
diberikan oleh jemaat kepadanya. Ia harus menyediakan seluruh
waktunya untuk kepentingan pekerjaan gereja dan pekabaran Injil.
Ini bukan suatu peringatan yang tidak perlu. Kerap kali kita
jumpai, bahwa ada pendeta atau pekerja gereja lainnya, yang
mempunyai sawah sendiri, mempergunakan sebagian besar dari
waktunya untuk kepentingan sawahnya. Hal itu tak boleh terjadi,
dan hal itu harus kita cegah.
Untuk orang-orang miskin.
Umumnya pengertian orang miskin di Indonesia hanya terdapat di
kota-kota saja. Orang miskin di desa-desa mungkin ada juga,
tetapi mereka selalu ditampung oleh keluarganya atau oleh
masyarakat yang ada di situ. Jika ia lepas dari ikatan sosial
tersebut, barulah ia menjadi orang yang seharusnya minta
pertolongan jemaat. Meski demikian, pengertian pemeliharaan
orang-orang miskin itu tidak hanya harus kita batasi pada orang
yang tidak mempunyai harta saja. Ada pula orang yang membutuhkan
pertolongan kita dengan cara yang lain, misalnya, karena mereka
itu buta atau lumpuh. Orang yang membutuhkan pertolongan kita
akan selalu ada di sekitar kita. Bukan pertolongan dengan sikap
congkak yang datang dari orang yang sekali-kali berbuat
kebajikan, melainkan dari orang yang mau menolong karena kasihnya
kepada Tuhan, yang memberikan yang terbaik kepadanya, bahkan
sampai memberikan Anak-Nya.
Untuk pekabaran Injil.
Pemberitaan Injillah yang menjadi alasan bagi berdirinya jemaat.
Apabila jemaat itu berhenti mengerjakan pekabaran Injil, maka
jemaat itu sudah tidak berdiri sebagai gereja lagi, melainkan
menjadi suatu perkumpulan keagamaan biasa. Injil itu tidak hanya
harus dikabarkan di sekeliling kita, melainkan harus sampai ke
ujung dunia. Itu tidak berarti, bahwa kita harus pergi sendiri-
sendiri. Kalau demikian malahan kita tidak akan saling bertemu.
Tetapi tiap orang Kristen harus berdoa, bekerja, dan berkorban
bagi semua umat manusia yang belum mengenal Kristus sekaligus
memberi untuk pengutusan penginjil ke luar negeri. Ini tidak
hanya berlaku bagi gereja-gereja di negeri Barat, melainkan bagi
gereja-gereja di negeri Timur juga. Pengutusan bukanlah merupakan
kegemaran segelintir manusia, tetapi menjadi tugas semua orang
yang menjunjung nama Kristus.
Jika kita sudah tahu untuk apa kita memberi maka bersama itu pula
timbul pertanyaan: "Berapa yang harus kita beri?"
Marilah kita kembali sebentar kepada bangsa Israel, mereka
memberikan:
sepersepuluh dari hasil ladang dan kebunnya,
anak yang pertama dari lembu dan biri-biri, termasuk hasil yang
pertama dari gandum, minyak, anggur, dan dari bermacam-macam
buah-buahan ladang, dan
pemberian sukarela pada hari raya tertentu, kelahiran, sakit dan
sebagainya.
Kita tidak lagi hidup di bawah peraturan-peraturan yang khusus
mengenai hal memberi, seperti sepersepuluh dari tanah atau
hasil buah-buahan. Jadi, tidak seorang pun dapat dipaksa atau
diharuskan untuk memberikan persepuluhan itu. Kalau orang mau
berbuat begitu secara sukarela, itu bagus sekali.
Sejak itu semua pemberian itu sukarela. "Semua itu kepunyaanmu,"
kata Paulus, "tetapi kamu milik Kristus dan Kristus milik Allah."
Itu artinya, hubungan kita dengan Tuhan terdiri dari rasa syukur dan
kasih. Tuhan telah memberikan segalanya kepada kita. Tuhan telah
menganugerahkan Putera-Nya kepada kita. Dan siapa yang banyak
diampuni, ia juga harus banyak mengasihi. Hal itu dengan sendirinya
akan menggerakkan dia untuk mengembalikan kepada Tuhan apa yang
telah diterimanya daripada-Nya.
Jadi satu-satunya ukuran ialah: "Tuhan, apa yang Kau kehendaki
supaya aku beri." Masihkah saudara menganggap sukar untuk menentukan
sendiri apa yang harus saudara persembahkan dengan sukarela?
Tentunya tidak! Hal itu akan senantiasa memberi dorongan lebih besar
kepada saudara untuk mempersembahkan barang-barang itu ke hadapan
Tuhan sekaligus akan memperkaya hidup saudara karena lebih
mendekatkan saudara kepada Kristus.