Meskipun tidak ada penjelasan sederhana tentang kekerasan pada anak,
beberapa faktor pendorong kekerasan pada anak adalah
ketidakdisiplinan, tidak jelasnya peranan suami dan istri dalam
pernikahan, kepercayaan orang tua bahwa kekerasan akan membentuk
karakter anak, dan ketidakmampuan orang tua atau kegagalan yang
ditimpakan pada anak. Beberapa anak mengalami keterpukulan akibat
kekerasan yang disebabkan kondisi mereka yang cacat, tidak atau
kurang disayangi, kehadirannya tak diinginkan, atau memiliki
beberapa ciri/kondisi yang tidak diinginkan.
Beberapa orang tua yang mengaku percaya pada prinsip-prinsip
kedisiplinan yang ada di Alkitab justru memiliki penafsiran dan
penerapan Alkitab yang salah sehingga mereka melakukan kekerasan
pada anak-anak, memukul dengan menggunakan kayu. Padahal ayat-ayat
di Amsal yang menyebutkan kayu sesungguhnya diperuntukkan bagi anak-
anak remaja yang memberontak yang tidak mau taat.
Kekerasan anak adalah berbagai tindakan yang dapat melukai seorang
anak. Luka itu bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian atau
pengawasan yang diperlukan. Bisa juga karena pemahaman yang salah
mengenai disiplin dan hukuman untuk anak.
Kekerasan itu dapat terwujud secara emosional dan fisik. Seringkali
kekerasan terhadap anak dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri.
Oleh karena itu, banyak kasus yang tidak terungkap karena anak
merasa bahwa adalah hak orang tua untuk melakukan tindakan itu pada
mereka. Mereka juga takut akan hukuman yang lebih berat lagi jika
mereka membantah atau menceritakan hal tersebut kepada orang lain.
Sebagai guru sekolah minggu, bagaimana kita bisa tahu bahwa anak-
anak kita mengalami kekerasan dalam keluarganya atau tidak? Beberapa
tanda di bawah ini harus Anda kenali.
Luka-luka yang tidak dapat dijelaskan.
Waspadalah terhadap luka-luka yang memerlukan berbagai tahap
penyembuhan, seperti memar yang ditutupi oleh pakaian, luka bakar
(khususnya yang berpola), dan bilur-bilur yang menunjukkan bekas
lilitan tali atau kaitan. Mereka juga tiba-tiba bisa menunjukkan
ketidaknyamanan dalam berjalan atau duduk. Anak-anak dan para
pelayan anak-anak kecil yang mengurusi kebutuhan anak-anak di
kamar mandi harus dilatih untuk mengenali tanda-tanda kekerasan.
Perubahan perilaku.
Anak-anak yang mengalami kekerasan bisa menunjukkan kekerasan
yang berlebihan pada saat bermain boneka atau binatang. Perilaku
mereka mungkin menurun seperti anak-anak di bawah usia mereka dan
kembali harus dilatih untuk ke kamar mandi. Anak-anak yang
mengalami kekerasan juga bisa menunjukkan ketakutan terhadap
orang-orang atau tempat tertentu. Seorang anggota keluarga yang
juga seorang pelaku kekerasan biasanya ingin membatasi kontak
sosial anak tersebut, jadi seorang anak mungkin agak terisolasi
dari teman-temannya.
Tanda-tanda kelalaian.
Anak-anak yang mengalami kekerasan biasanya dilalaikan oleh
keluarganya. Mereka mungkin berpakaian tidak selayaknya dan tidak
sepantasnya. Kebutuhan gizi dan kebersihan mereka sangat tidak
terawat. Mereka mungkin tertidur di kelas karena kurang
istirahat. Anak-anak yang terabaikan ini mungkin menjadi anak
yang hadir pertama kali dan pulang paling akhir. Para pelayan
gereja perlu memerhatikan tanda-tanda kelaparan atau gelagat
bahwa anak tersebut telah lama ditinggalkan dan tidak
diperhatikan oleh orang tuanya. Anak-anak yang tidak diperhatikan
sering menjadi korban kecelakaan dan/atau penyerangan.
Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh gereja dan sekolah
minggu untuk menolong anak yang memiliki masalah kekerasan dalam
keluarga mereka.
Anak-anak harus dididik untuk mengetahui kapan mereka dijadikan
korban dan bagaimana melaporkan kekerasan itu.
Para pelayan anak harus tahu bagaimana mengenali tanda-tanda
kekerasan dan siapa yang harus dikenali. Para pemimpin gereja dan
guru sekolah minggu harus tahu bagaimana mencegah kekerasan di
gereja dan langkah-langkah apa yang harus diambil jika mereka
menerima laporan peristiwa-peristiwa yang dicurigai.
Ajari mereka untuk percaya.
Jika kekerasan pada anak ada kaitannya dengan orang tua dan anak
tersebut masih belum sekolah, para guru harus membangun satu
kepercayaan, hubungan yang bersahabat dengan murid-murid mereka
sehingga anak yang menjadi korban bisa datang kepada guru mereka
tanpa ditolak. Jika kekerasan bersumber dari luar rumah, hubungan
yang baik antara orang tua dan anak akan memfasilitasi
komunikasi.
Ajarkan kewaspadaan kepada mereka.
Melalui cerita-cerita atau ibadah sekolah minggu kita dapat
mengajarkan anak untuk belajar membedakan antara "sentuhan yang
sehat" dan "sentuhan yang tidak sehat", termasuk apa yang harus
dilakukan jika terjadi masalah.
Ajarlah para pelayan dan perintahkan setiap guru sekolah minggu
untuk menghindari anak dari kesendirian.
Latihlah para pekerja dalam teknik disiplin yang tidak melibatkan
hukuman badan.
Para pelayan anak harus lebih berani berbicara dengan para orang
tua dan membantu mereka untuk benar-benar memahami motivasi para
pelayan dibalik perhatian mereka kepada keadaan anak.
Cobalah berkunjung ke rumah anak dan berkomunikasi dengan orang
tua secara bertahap. (t/Ratri)