Pujian sedang berlangsung. Kami semua, anak-anak dan para guru, hanyut dalam pujian yang ceria dan bersemangat. Dengan gerakan yang menyertai masing-masing lagu, kami menggunakan tubuh kami juga untuk memuji Tuhan.
Mungkin saking semangatnya, tiba-tiba seorang anak perempuan yang berkeringatan mendatangiku dengan wajah tegang dan berkata, "Tante, mau pipis ...." Ah, daripada ia keburu ngompol di kelas, aku bergegas menggandeng tangan mungilnya dan keluar. Untung kelas kami berada paling dekat dengan kamar mandi.
Setibanya kami di toilet, kubantu ia menurunkan celananya. Lalu, kutunggui di sampingnya. Setelah selesai dan wajahnya tampak "lega", kutanya ia, "Sudah?" Ia mengangguk. Lalu, kuambilkan air di gayung dan kutaruh dekat kakinya. Karena usianya sudah hampir 3 tahun, kurasa ia pasti sudah bisa cebok sendiri. Namun, ia tak kunjung cebok dan berdiri. Alih-alih, dengan wajah memelas, ia menoleh kepadaku dan berkata, "Tante, tolong cebokin ...." Ah, dengan sedikit geli karena lambat memahaminya, aku segera meraih air dengan tangan untuk mencebokinya. Setelah selesai dan ia sudah rapi kembali, kami pun ikut kebaktian.
Aneh, tetapi nyata. Ketika aku melakukan hal-hal seperti itu, hatiku selalu merasakan sukacita. Hal-hal kecil yang mungkin tak pernah diperhatikan orang. Misalnya, membersihkan sampah atau sisa-sisa makanan yang tercecer di kelas sehabis kebaktian, mengepel lantai yang basah atau kotor karena ada anak yang mengompol atau muntah, dan sebagainya. Bukan jijik yang terasa, melainkan sungguh ... sukacita.
Rasanya begitulah aku diajar Tuhan untuk rendah hati. Menjadi guru sekolah minggu bukanlah posisi yang membuat foto kita dipajang, membuat kita sering diundang makan, atau membuat kita mendapat berbagai penghargaan. Sebaliknya, aku diajar untuk rela menjadi pelayan. Seperti Yesus yang bersedia mengambil kain dan basin untuk membasuh kaki para murid. Ya, Tuhan memanggil orang-orang yang rendah hati sehingga apa yang mereka ajarkan tidak bersumber dari diri mereka sendiri. Tuhan memanggil orang-orang yang tidak hanya mengandalkan bakat sehingga mereka selalu butuh Tuhan saat melayani.
Terima kasih Tuhan atas hak istimewa kami untuk menjadi pelayan di ladang-Mu. Tiada upah yang lebih berharga bagi kami dibandingkan sukacita besar yang Kaulimpahkan di hati.
"... sambil melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati ...." (Kisah Para Rasul 20:19, AYT)
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Loving Kids Like Jesus |
Penulis | : | Agustina Wijayani |
Penerbit | : | Gloria Graffa, Yogyakarta 2007 |
Halaman | : | 37 -- 39 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK