Apakah kebohongan pada anak batita (di bawah tiga tahun) merupakan
perilaku yang perlu dikuatirkan? Apakah seorang anak batita yang
"berbohong" dapat dikatakan telah berdosa? Apakah kebiasaan
"berbohong" pada anak batita tertentu merupakan prediksi tentang
sikap moral anak di masa yang akan datang?
Sebagai guru Sekolah Minggu, khususnya yang mengajar anak-anak
pra-sekolah, kita perlu mencermati dengan lebih jelas mengenai
kondisi mental serta penyebab munculnya kebohongan tersebut. Kasus
kebohongan pada anak yang masih kecil ini biasanya agak berbeda
dari kasus-kasus yang terjadi pada anak yang lebih besar, yang
sudah memahami apa itu berbohong.
Sebuah buku pedoman mengenai anak batita Anak di Bawah Tiga
Tahun: Apa yang Anda Hadapi Bulan per Bulan pada salah satu
bagiannya membahas khusus perilaku berbohong pada anak batita dan
menjelaskan 4 alasan anak berbohong, yaitu:
Kebutuhan untuk mempertahankan kebaikan
Menurut pikiran anak batita, menolak mengakui perbuatan salah
akan membuat perbuatan ini lenyap dan ia tetap 'bersih'.
Keinginan untuk menghindari konsekuensi
Pikiran anak berlanjut: "Jika saya tidak menceritakan pada ayah
bahwa saya telah menjatuhkan crayon, mungkin saya tidak usah
memungutnya kembali."
Ingatan yang masih pendek
Ketika Jonathan menuduh Laura merebut truk darinya, ia mungkin
sudah lupa bahwa dialah yang merebutnya terlebih dulu dari
Laura.
Kesulitan membedakan kenyataan dan khayalan dengan sepenuhnya
Ketika Kayla mendapat boneka baru, Hillary sama sekali bukan
bersikap tidak jujur ketika berkata "Saya juga mendapat boneka
baru." Bagaimana pun, mengucapkan khayalannya akan membuat ia
merasa lebih baik.
Berhubung "kebohongan" pada anak batita kemungkinan besar
disebabkan oleh pengertiannya yang masih berkembang tentang yang
benar dan yang salah, tindakan yang jujur dan tidak jujur, dan
seringkali "kebohongan" tersebut tidak digunakan untuk maksud jahat
atau sudah dipersiapkan sebelumnya, maka jenis "kebohongan" ini
tidak selayaknya mendapatkan hukuman.
Namun demikian, adalah tidak tepat juga bila kita membiarkan saja
mereka "berbohong" dengan pemikiran toh nantinya mereka akan
mengerti sendiri bila sudah besar. Justru di sinilah peran kita
sebagai guru Sekolah Minggu untuk membentuk pemahaman yang benar
dalam diri anak untuk bersikap dan berlaku jujur sejak dini.
Beberapa tips di bawah ini dapat membantu para guru untuk
menanamkan kejujuran pada anak-anak pra-sekolah:
Jangan membawa anak ke dalam "pencobaan"
Bila anda dengan jelas melihat anak melakukan suatu perbuatan
yang tidak benar, misal mendorong atau memukul temannya, jangan
tanyakan "Apakah kamu yang mendorong Ani?" Sebaiknya langsung
saja katakan "Saya lihat kamu mendorong Ani. Maukah kamu
menceritakan pada saya mengapa kamu melakukan hal itu?"
Jangan memaksa anak untuk "mengaku"
Jika anda mendapati anak menyangkali perbuatannya (padahal
dengan jelas anda telah melihatnya sendiri) janganlah memaksa
dia atau memojokkannya sampai anda mendapatkan pengakuannya. Hal
ini justru akan membuat perasaan anak terluka dan hubungan di
antara kalian menjadi rusak. Lebih baik anda menjelaskan bahwa
apa yang dilakukannya itu tidak benar (dan jelaskan secara
singkat alasannya). Bila perlu berikan 'sanksi' atas tindakannya
yang salah tersebut (BUKAN atas "kebohongan"nya) berikanlah
dengan tegas dan tetap ramah. Jika dalam kasus tertentu anda
tidak mengetahui kejadian sesungguhnya, jangan pernah sekali-
kali menuduh anak, (misal: "Ari, pasti ini kamu yang memukul
Nona") apalagi memberi hukuman padanya. Untuk hal semacam ini,
lebih baik anda bertanya pada anak apa yang baru saja terjadi
dan apa pun cerita mereka terimalah dan katakan, "Saya senang
bila kamu mau mengatakan yang sebenarnya."
Memberikan penghargaan pada anak yang berlaku jujur
Bila ada anak yang jujur mengakui perbuatannya yang kurang baik,
misalnya: mengaku telah memukul temannya, katakan padanya "Saya
senang kamu mengatakan hal yang sebenarnya/jujur." Tapi, bukan
berarti pengakuannya ini akan membuatnya terlepas dari tanggung
jawab. Sebaiknya guru tetap memberikan 'sanksi' atas perbuatannya
tersebut, misalnya dengan mengajaknya meminta maaf kepada teman
yang baru saja dipukulnya.
Menyampaikan cerita teladan
Dalam beberapa kesempatan, ceritakan berbagai kisah Alkitab yang
menyorot tindakan berbohong dan tunjukkan bahwa Tuhan tidak
membenarkan tindakan tersebut. Beberapa cerita teladan di luar
Alkitab juga dapat disampaikan pada anak, misalnya: "The Boy Who
Cried Wolf" (Anak Laki-Laki yang Teriak Serigala).
Menjadi teladan bagi anak
Sebagai guru, kita sendiri harus mampu bersikap dan bertindak
jujur. Bahkan "kebohongan putih" pun sebaiknya tidak dilakukan
oleh guru Sekolah Minggu. Misalkan anak ingin bermain lift
sementara ada banyak orang menunggu giliran untuk
menggunakannya.
Lebih baik langsung saja kita katakan "Maaf ya, kita harus
bergantian karena ada banyak orang yang juga ingin menggunakan
lift." daripada mengatakan "Wah, liftnya rusak!" atau "Awas, di
dalam lift ada hantunya." dan macam-macam alasan tidak benar
lainnya.
Bersikap dan berlaku jujur merupakan kebiasaan yang harus dipupuk
sejak dini. Karena itu, didiklah anak-anak yang Tuhan percayakan
kepada anda supaya mereka bertumbuh menjadi anak yang sehat jiwa
serta rohaninya.