Metode dapat diartikan sebagai "teknik", "cara", atau "prosedur".
Setiap kegiatan mengajar memerlukan metode yang tepat dan relevan
untuk mencapai tujuan. Karena itu, persiapan mengajar dengan target
dapat menghasilkan rencana pengajaran, guru harus memikirkan metode
secara seksama. Pemikiran itu dimulai dengan tiga pertanyaan
penting:
Siapakah peserta didik saya? Bagaimana kelompok usia dan
perkembangan serta kebutuhan mereka?
Apakah tujuan belajar yang saya harapkan dapat dicapai secara
konkret (menyatakan perubahan tingkah laku, sikap, dan
pemahaman)?
Apa saja yang saya perlukan untuk mencapai tujuan belajar?
Sumber-sumber bahan bacaan (literatur), informasi, dan alat
bantu (media) apa saja yang mungkin saya gunakan guna
membantu peserta didik mencapai tujuan?
BEBERAPA PRINSIP PEMIKIRAN METODE MENGAJAR
Memikirkan soal metode mengajar sangatlah penting dalam tugas
pedidikan dan pengajaran karena Yesus Sang Guru Agung telah
memberikan teladan keguruan sebagaimana dijelaskan oleh Kitab
Injil. Di antara Yesus dengan murid-murid-Nya senantiasa terjadi
interaksi dialogis. Lawrence O. Richards, dalam A Theology of
Christian Education (1975, h.31), meringkaskan interaksi antara
Yesus dengan murid-murid-Nya sebagai berikut:
Metode mengajar yang perlu kita pilih dan kembangkan haruslah
kreatif sedemikian rupa. Pendekatan mengajar kreatif menekankan
kegiatan peserta didik, sebagai pelaku tugas belajar, sementara
guru hanya berperan sebagai pembimbing, pemberi arah, dan bantuan
seperlunya. Seterusnya, kegiatan belajar kreatif dapat
menumbuhkan kreativitas baru dalam pemikiran perasaan, dan sikap
peserta didik sehingga setelah mengikuti kegiatan belajar,
peserta didik dapat tiba kepada suatu kesimpulan: "Aha, ada
sesuatu yang baru yang saya peroleh!"
Di samping itu, dengan tugas mengajar kita harus berupaya
sehingga peserta didik memperoleh makna dari apa yang telah
dipelajarinya. Jika peserta didik mendapatkan "makna praktis dan
pribadi" dari apa yang baru dipelajarinya, maka selanjutnya ia
akan terdorong untuk belajar lebih giat. Ia akan berharap untuk
selalu memperoleh hal-hal baru dan segar. Segar dalam arti mampu
"menyentuh" aspek batiniah.
Sesungguhnya tidak ada metode mengajar yang dapat dikategorikan
paling tepat bagi setiap kesempatan mengajar. Karena itu kita
harus selalu selektif. Sehubungan dengan pemilihan dan
pengambilan keputusan tentang metode ini, beberapa hal berikut
perlu kita perhatikan sebagai alat pemikiran tentang kriteria.
Pemilihan metode mengajar yang "tepat" ditentukan oleh berbagai
faktor, yaitu:
Kemampuan/ketrampilan guru.
Bagaimana kemampuan dan ketrampilan guru dalam menggunakan
metode yang ditetapkannya?
Kebutuhan peserta didik.
Dalam segi apakah guru mengharapkan peserta didik mengalami
perubahan?
Besarnya kelompok.
Cocokkah metode yang dipilih untuk kelompok yang akan
dihadapi?
Tujuan pelajaran.
Apakah metode yang dipilih dan akan dipakai cukup baik untuk
membantu tercapainya tujuan belajar?
Keterlibatan peserta didik.
Mampukah metode yang dipilih membuat para peserta didik aktif
belajar? Bisakah diharapkan terjadi suasana atau interaksi
dialogis dalam kegiatan belajar-mengajar?
Kesesuaian dengan bahan pengajaran.
Sesuaikah metode yang dipilih dengan sifat bahan pelajaran?
Fasilitas yang tersedia.
Cukupkah fasilitas yang tersedia untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar, sesuai dengan metode yang
ditetapkan?
Waktu yang tersedia.
Mungkinkah suatu metode diterapkan dalam belajar mengajar,
dilihat dari segi waktu? Metode karya wisata misalnya, tentu
membutuhkan waktu untuk refleksi dan memberikan laporan.
Variasi pengalaman belajar.
Dalam penetapan metode kita harus mempertimbangkan berapa jauh
variasi pengalaman belajar dapat terjadi. Pengalaman belajar
bagaimana yang dapat maksimal terjadi? Mendengar sajakah?
Melihat sajakah? Berpikir dan berbuatkah?
Ketrampilan tertentu dari peserta didik.
Metode yang kita tetapkan dalam mengajar hendaklah sedemikian
rupa sehingga dapat membangkitkan ketrampilan tertentu. Kalau
tidak peserta didik menjadi pasif; hanya tahu teori. Hal ini
penting apalagi berkaitan dengan pengajaran yang ingin
menanamkan segi-segi "how to" atau "teknik".
Pemilihan variasi metode mengajar pada prinsipnya perlu bertitik
tolak dari corak komunikasi yang ditimbulkan oleh pemakaian
metode itu. Interaksi yang terjadi di antara guru dan peserta
didik bisa meliputi dua jenis komunikasi.
Satu arah
- Yaitu pihak guru kepada peserta didik.
Termasuk dalam metode ini adalah: ceramah, kuliah, cerita,
demonstrasi, metode audio visual: film, video, poster, dll.
- Yaitu dari pihak peserta didik kepada gurunya.
Termasuk ke dalam metode ini antara lain: laporan baca,
hasil riset, studi kasus, studi kelompok, studi mandiri-
buku, percobaan lapangan, surat-menyurat, survai lapangan,
mengikuti buku pegangan, hafalan, tes, paper, tulisan
reflektif.
Dua arah
Dimana terjadi relasi dan interaksi dialogis di antara guru
dengan peserta didik. Ada tiga kategori metode termasuk dapat
menciptakan relasi dan interaksi dialogis ini:
- Diskusi kelompok: brainstorming, buzz-group, studi kasus,
kelompok kecil, forum, wawancara, diskusi panel, seminar,
simposium, kolokium, lokakarya, berbagi rasa, dll.
- Drama: dialog, bacaan dramatis, mimik, pantomim, permainan,
permainan peran, sosio-drama, tabloid, dll.
- Metode proyek: studi kasus, mentor (bimbingan studi),
kelompok kerja, pemecah masalah, dll.
Selalu ada tingkat, jenis serta penekanan tertentu dalam proses
belajar sebagai tujuan akhir dari hal-hal yang ingin dicapai
oleh guru. Sudah tentu hal itu turut berpengaruh atas pemilihan
dan penetapan metode.
Jika proses belajar ingin menekankan segi peningkatan
pengetahuan dan pengertian peserta didik, maka sudah tentu
guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan pendekatan
berikut:
- Tekanan diberikan pada keaktifan berpikir (menalar), atau
upaya mempertimbangkan dan memahami.
- Melibatkan pancaindera dalam kegiatan belajar.
- Selalu diberi upaya untuk mengemukakan apa yang dibahas
sekarang ini dan yang dibicarakan untuk waktu yang akan
datang. Dengan begitu peserta didik mengetahui kesinambungan
kemajuan belajarnya.
- Tafsirkanlah konsep, ide, gagasan secara kontekstual.
Penjelasan terhadap konsep, ide atau gagasan harus diberikan
secara jelas dan tuntas. Hal ini dapat mempermudah peserta
didik dalam membentuk dan mengembangkan konsepnya sendiri.
- Mengemukakan relevansi prinsip dan gagasan terhadap situasi
yang dihadapi. Jika peserta didik selalu dapat melihat
keterkaitan dari apa yang dipelajari dengan kebutuhan dan
situasi yang sedang dihadapi, maka proses transfer dalam
belajar dapat dikatakan sudah terjadi.
Jika tekanan diberikan kepada pencapaian segi-segi nilai dan
moral, maka guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar
berikut:
- Tekankan contoh-contoh yang konkret dan kontekstual.
- Gunakan sumber-sumber otoritatif, seperti biografi, dan
ruang kesaksian atau berbagi rasa.
- Identifikasi dengan kondisi dan tokoh tertentu, seperti
melalui metode drama, pembacaan puisi, atau sorotan
terhadap biografi.
- Aktifkan refleksi pribadi, klarifikasi nilai (penjelasan
tanpa mempertanyakan soal "mengapa") dan diskusi kelompok.