Oleh: Agustina Wijayani
Sejak beratus tahun silam, di negara-negara empat musim, muncul sebuah tradisi unik menjelang Natal, yakni menggantungkan kaus kaki milik anak-anak di dekat perapian. Natal yang tiba pada musim salju, menjadikan perapian sebagai tempat favorit di sepanjang musim. Kaus kaki yang berderet di sepanjang perapian merupakan dekorasi yang manis dan penuh pengharapan. Apalagi pohon Natal pun dipajang di dekatnya, juga berbagai aksesori Natal yang lain. Ruangan itu pun menjadi cerah oleh warna merah dan hijau. Seluruh keluarga akan sungguh menikmati aroma Natal saat bercengkerama di situ.
Pada setiap kaus kaki yang digantungkan di atas perapian itu tercantum nama sang pemilik. Dengan demikian, jika Sinterklas berkunjung, ia akan mudah membagikan kado; siapa bersikap baik, mendapat kado spesial, siapa bersikap buruk, hanya layak mendapat segumpal batu bara di kaus kakinya. Jadi inti pesannya, anak-anak harus menjaga sikapnya selalu baik, menurut, dan menyenangkan orang tua, juga sesamanya.
Konon, saat pertama kali tradisi ini muncul, pada umumnya anak-anak hanya memiliki dua setel baju. Baju bukan barang yang mudah dan murah didapat pada masa itu. Jadi, jika baju yang satu telah dipakai sepanjang hari, tak ada pilihan lain untuk berganti baju yang satunya lagi. Kemudian setelah dicuci, baju itu diangin-anginkan dan dikeringkan dekat perapian. Jika baju saja mereka hanya punya dua setel, tak heran apabila mereka tak punya banyak aksesori lain, misalnya topi, sarung tangan, dan kaus kaki. Biasanya untuk setiap jenis, mereka hanya punya satu pasang.
Lalu bagaimana jika tiap-tiap hari angin dingin menggigit kulit? Ya, tentu mereka harus memakai baju komplet setiap hari; termasuk topi, sarung tangan, dan kaus kaki. Jika tidak, jangan harap bisa menang melawan iklim salju yang ganas. Maka setiap petang, setelah semua orang masuk ke dalam rumah dan menyalakan perapian; topi, sarung tangan, dan kaus kaki setiap anak digantung di dekat perapian agar tak lembab dan cukup nyaman untuk dipakai lagi esok hari.
Itu sebabnya, para orang tua -- setiap menjelang Natal "berakting" menjadi Sinterklas -- memilih untuk memasukkan hadiah di kaus kaki setiap anak karena di pagi hari anak-anak tak mungkin lupa memakai kaus kaki sehingga kado mereka pun segera ditemukan. Begitulah salah satu cara anak-anak menikmati Natal, yakni dengan berdebar menanti hadiah yang akan dimasukkan Sinterklas ke dalam kaus kakinya.
Tradisi mengasyikkan ini terus berlanjut hingga kini, bahkan pada saat setiap anak telah memiliki banyak setel baju, juga lusinan kaus kaki warna-warni. Saking banyaknya kaus kaki sehingga banyak kaus kaki terus tergantung di perapian sepanjang tahun dan menjadi aksesori tetap di situ.
Jujur saja, Natal kerap membuat kita berharap mendapat sesuatu. Kita berharap seperti anak-anak yang menggantungkan kaus kaki pada malam Natal dengan seratus bayangan kado yang mungkin akan diberikan Sinterklas. Kita berharap juga mendapatkan sesuatu yang manis pada hari Natal yang penuh kemeriahan. Mungkin, kita menanti keluarga, saudara, atau teman-teman, memberikan sedikit kado, perhatian, atau sekadar ucapan hangat kepada kita.
Memang tak bisa dibilang salah. Apalagi berbagai tradisi Natal yang mengelilingi kita penuh dengan hal-hal yang berkaitan dengan pemberian hadiah, termasuk menggantung kaus kaki. Sejak kecil, anak-anak sudah terbiasa menerima kado saat perayaan Natal. Jadi, bagaimana kita bisa menghindar untuk tidak berharap?
Aku sama sekali tak bermaksud melarang Anda berharap dan menerima sesuatu di hari Natal. Itu masih tetap merupakan sesuatu yang indah. Dan saat kita dapat memiliki sesuatu yang indah, kita tentu akan menikmati sukacita yang lebih kuat. Aku justru ingin berbagi tentang bagaimana kita dapat melipatgandakan sukacita itu.
Sungguh bahagia bila kita memunyai banyak pribadi yang berpikir keras untuk memberi kado spesial bagi kita pada hari Natal ini. Sungguh beruntung ada orang-orang yang mengingat kita untuk memberi perhatian spesial dan membuat kita tersenyum. Namun aku yakin, tak semua orang sebahagia dan seberuntung kita.
Ada tiga kakak beradik yang kukenal, sudah tak berayah-ibu. Warisan orang tua mereka yang tak banyak harus sanggup dikelola si sulung agar cukup menopang hari-hari mereka. Aku bertanya dalam hati, siapa yang bisa menunjukkan perhatian khusus bagi mereka di Natal ini, agar lara di hati mereka terlipur oleh secercah kebahagiaan? Siapa yang mau mengajak mereka sejenak ke pusat bermain, agar mereka merasakan lagi betapa cerianya dunia anak-anak yang masih berhak mereka nikmati?
Seorang ibu terlalu letih mengurus empat anaknya. Suaminya yang cacat tak lagi diterima bekerja di mana pun hingga tak bisa menyokong penghidupan. Padahal, anak-anak mereka masih butuh banyak dukungan untuk hidup dan sekolah. Siapa ya, yang mungkin bisa menyapa ramah sang ibu, yang saking sibuknya menopang keluarga, tak lagi peduli pada dirinya sendiri? Siapa yang akan duduk di dekatnya, memijat bahu dan memeluknya, lalu memberinya kejutan berupa sepotong blus baru yang pasti membuatnya ayu pada malam Natal?
Ternyata, banyak pribadi belum tersentuh pada musim Natal ini. Ada anak-anak Tuhan yang tak punya pemerhati khusus untuk memberkati mereka. Padahal, pribadi-pribadi itu ada di sekitar dan dekat dengan kita. Lalu, seberapa banyakkah yang sudah bisa kita perbuat untuk mereka? Adakah kita bersedia menjadi kepanjangan tangan Yesus, yang selalu rindu memerhatikan dan menyayangi mereka?
Menilik cerita tradisi, kita tahu bahwa Sinterklas muncul sebagai tokoh murah hati yang menyebar hadiah di hari Natal sehingga tidak seorang pun yang tidak bersukacita saat Natal datang dan menyelimuti bumi dengan damai. Namun, siapakah sesungguhnya karakter murah hati yang ada di baliknya? Bukankah Dia Allah yang menghadirkan diri di dunia yang penuh ketidaksempurnaan ini? Ya! Allah Bapa telah menunjukkan kemurahan hati-Nya yang terbesar saat Dia memberikan Yesus bagi manusia!
Ya, Allah sendiri memberi kita teladan yang sempurna tentang memberi dan menunjukkan kasih! Itulah sebabnya, aku hendak menawarkan satu gerakan kepada Anda. Mari kita coba menggandakan sukacita Natal kita dengan menjadi pemerhati bagi mereka yang berada di sekeliling kita, yang tak banyak menerima perhatian. Barangkali untuk itu, kita mesti menanggalkan banyak harapan yang menyita perhatian kita, agar kita dapat memerhatikan orang lain dengan sungguh! Semoga ini menjadi titik di mana kita tidak terus-menerus mengharap, tetapi juga memberi dan menyalurkan!
Mari bagikan kebaikan Kristus ke setiap penjuru! Bila anak-anak Tuhan bekerja sama dan menyebar serempak dengan kompak, rasanya semua "kado" bakal selesai dibagikan sebelum malam Natal tiba! Dan, biarlah senyum dan tawa sukacita terpancar di berbagai tempat yang barangkali tak terjangkau oleh Sinterklas-sinterklas masa kini, tetapi pasti terjangkau oleh kasih Kristus yang meluap-luap dalam setiap pribadi anak Tuhan. Termasuk kita!
Selamat berbagi kasih!
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK