Pada waktu menetapkan alasan-alasan untuk mengevaluasi program dalam pelayanan SM yang kita lakukan, kita perlu menentukan metode-metode yang pasti untuk menjalankan proses tersebut. Kita harus mempunyai metode-metode yang jelas untuk mencari data-data yang kita perlukan dalam proses evaluasi tersebut.
1. Dua jenis evaluasi.
Pendekatan dapat dibatasi menjadi dua jenis evaluasi yang berbeda
yaitu: "PROSES dan HASIL". Di edisi sebelumnya telah dibahas
tentang bagaimana menjangkau tujuan yang telah ditetapkan.
Contohnya, kita bisa memperhatikan bagaimana seorang guru
mengajarkan materinya. Bagaimana ia memperkenalkan pelajaran itu?
Bagaimana ia berusaha agar murid-muridnya memahami Alkitab?
Bagaimana ia membimbing murid-muridnya untuk menerapkan Alkitab
dalam kehidupan mereka? Bagaimana ia bisa melibatkan anak-anak
dalam proses belajar mengajar? Bagaimana ia mengakhiri pelajaran?
Semua pertanyaan tersebut berhubungan dengan proses. Kita
memperhatikan tentang proses atau metode dengan tujuan untuk
menemukan cara-cara agar dapat mengerjakan tugas tersebut dengan
lebih baik. Jika tugas tersebut telah dikerjakan dengan baik,
kita ingin mensharingkan tentang ide-ide bagus tersebut kepada
orang lain.
Kita memberikan perhatian kepada proses, tetapi kita juga perlu
memperhatikan hasil akhir dari proses tersebut. Tak peduli betapa
efektifnya seorang pemimpin pujian, jika ia tidak bisa memimpin
orang-orang untuk menyembah Allah melalui pujian-pujian yang
dinaikkan, maka segala usahanya tidak menghasilkan sesuatu sesuai
dengan yang diinginkan. Seorang guru kemungkinan besar adalah
seorang yang pandai bercerita atau seorang yang ahli dalam
menggunakan audiovisual, tetapi jika kehidupan murid-muridnya
tidak berubah setelah mendengar ajarannya, pasti ada sesuatu yang
salah.
Dengan demikian, kita juga harus mengukur hasil dari apa yang
kita kerjakan dalam kehidupan orang-orang yang kita layani.
Apakah jumlah jemaat yang hadir dan partisipasi dalam beragam
program gereja mengalami peningkatan? Jika ya, maka biasanya hal
ini menandakan bahwa ketertarikan dan komitmen jemaat semakin
meningkat. Apakah gereja memberikan perhatian yang lebih besar
tentang misi dan aktivitas amal? Jika ya, maka hal ini mungkin
menandakan bahwa pengajaran kita mengakar dalam kehidupan orang-
orang yang kita ajar. Pada jenis evaluasi ini, kita mengukur
hasil yang diperoleh.
2. Buatlah tujuan yang dapat diukur.
Jika menginginkan evaluasi ini bermanfaat, kita harus mulai
dengan tujuan-tujuan yang menciptakan dasar untuk perbandingan.
Tujuan-tujuan statistik (jemaat yang hadir, persembahan, jumlah
orang yang dibaptis) dapat diukur dengan mudah selama data-data
akuratnya tersimpan. Setiap organisasi dalam gereja harus
mempunyai seseorang yang bertugas menyimpan data-data tersebut.
Data-data ini sebaiknya diperiksa secara teratur untuk menjamin
keakuratannya. Bentuk kolom yang standar/umum akan sangat
menolong untuk mengelola data-data ini tetap dalam bentuk yang
sama dari tahun ke tahun meskipun dilakukan oleh orang yang
berbeda. Duplikat dari data ini harus disimpan dalam suatu file
di kantor direktur pendidikan Kristen atau orang yang bertanggung
jawab pada program pendidikan gereja.
Tidak semua tujuan penting dalam pendidikan Kristen dapat
dimasukkan dalam statistik. Pembelajaran kognitif -- sistem
belajar yang berhubungan dengan penguasaan terhadap informasi
faktual -- dapat diukur melalui banyak tes. Namun pembelajaran
afektif -- sistem belajar yang berhubungan dengan perubahan
perilaku dan emosi -- tidak dapat diukur dengan mudah. Hal
terbaik yang bisa kita lakukan adalah mengukur perubahan perilaku
orang-orang tersebut atau perubahan-perubahan yang tertulis pada
laporan perilaku para murid. Kita akan menyusun tujuan-tujuan
yang dapat mengukur perubahan-perubahan perilaku ini. Tujuan-
tujuan seperti itu dapat membantu kita dalam mengevaluasi tahap-
tahap tertentu dari program pendidikan kita.
3. Tanggapan perorangan.
Satu teknik yang sangat membantu dalam mengevaluasi program
pendidikan Kristen adalah dengan mengajak para guru dan pemimpin
yang terlibat didalam pelayanan SM ikut/terlibat langsung dalam
proses evaluasi tersebut. Dapatkah mereka melihat bukti yang
jelas bahwa murid-murid dilibatkan dan belajar dengan sungguh-
sungguh? Apakah para guru puas dengan cara mengajar mereka
sendiri? Dapatkah mereka menemukan cara untuk memperbaiki cara
mereka dalam mengajar? Adakah persediaan dan peralatan yang cukup
untuk melakukan tugas ini?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas akan sangat membantu, tidak hanya untuk para guru dan pemimpin yang terlibat tetapi juga untuk mereka yang merencanakan dan mengatur program pelayanan SM.
4. Tanggapan murid-murid.
Murid-murid sendirilah yang lebih tahu bagaimana kebutuhan iman
dan pendidikan mereka daripada orang lain. Tanggapan murid-murid
dapat dilihat dalam beberapa cara yang berbeda. Kehadiran dan
perilaku mereka di kelaslah yang biasanya di gunakan. Interview
atau pertanyaan-pertanyaan dapat juga memberikan informasi yang
sangat membantu.
Misalnya, kehadiran di kelas besar mengalami penurunan yang sangat tajam selama beberapa bulan terakhir ini. Permasalahannya dibicarakan dengan guru, yang mulai mengajar di kelas itu selama satu tahun yang lalu. Menurutnya hal itu terjadi karena kurangnya perhatian anak dan meningkatnya masalah kedisiplinan (kedua hal ini biasanya terjadi secara bersama-sama). Kemudian kita mewawancarai beberapa murid. Mereka menunjukkan kurangnya perhatian pada pelajaran, situasi ini diketahui dari laporan para guru. Kemudian salah satu murid mengatakan bahwa guru selalu membaca pelajaran itu, tidak ada diskusi kecil, dan penerapan pada pelajaran kurang, sehingga suasananya tidak hidup.
Pengevaluasian dengan cara meminta tanggapan murid ini menolong kita untuk menunjukkan sumber permasalahannya. Setelah kita tahu bahwa permasalahannya terletak pada penyampaian pelajarannya, kita bisa memberikan beberapa saran yang bijaksana yang bisa dilakukan oleh guru, agar dalam menyampaikan pelajaran menjadi lebih menarik.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK