Tahukah Anda, menggambar adalah cara paling mudah yang bisa segera dilakukan oleh anak-anak untuk mengekspresikan gagasannya asalkan ada media (bahkan secarik kertas bekas pun bisa digunakan) dan alat untuk menggambar (pensil, pen, spidol, dan sebagainya). Sayangnya, bukannya kita memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mengekspresikan ide dan gagasannya, kita cenderung meributkan kesempurnaan bentuk atau hasil gambar mereka. Karena alasan inilah, anak-anak SD umumnya mulai meninggalkan kegiatan menggambar yang sebenarnya telah disukainya sejak mereka masih duduk di Taman Kanak-kanak (TK).
Pernahkah Anda memperhatikan perbedaan guru TK dan guru SD secara umum? Guru TK lebih sering memberi semangat dan pujian kepada murid-muridnya, bahkan saat si murid sendiri belum jelas tentang apa yang hendak ia gambar. Inilah salah satu kehebatan guru TK, senantiasa memotivasi dan menghargai anak-anak didiknya.
"Wah, bagus sekali .... Gambar apa ini?"
"Brian, saya senang dengan warna-warna cerah yang kamu pakai, yang merah ini gambar apa, Brian?"
"Hebat! Coba ceritakan pada saya, apa yang sedang kamu gambar ini?"
Sayangnya, masa-masa penuh pujian dan dorongan ini segera sirna begitu anak-anak memasuki usia Sekolah Dasar (SD).
"Lo, ini gambar apa? Masa sudah SD masih belum bisa menggambar dengan jelas?"
"Mengapa mewarnanya sampai keluar garis? Seperti anak TK saja kamu!"
"Aduh, masa gambar orang seperti ini, yang benar, dong!"
Saya tidak mengatakan semua guru TK pasti berperilaku penuh semangat dan positif seperti contoh di atas, dan belum tentu semua guru SD cenderung mematikan semangat dan kreativitas anak. Namun, secara umum, hal-hal seperti inilah yang kerap kita jumpai, 'kan?
Apa Itu Menggambar?
Dalam bukunya yang berjudul "Rahasia Mengajarkan Seni pada Anak", Nancy Beal dan Gloria Bley Miller mendefinisikan aktivitas menggambar sebagai membuat GARIS-GARIS, bukan sebagai bentuk-bentuk yang diisi.
Jadi, menggambar sebenarnya adalah kegiatan mencorat-coret, membuat berbagai macam bentuk dan ukuran garis yang berbeda-beda. Menggambar tidak sama dengan melukis. Dalam melukis, anak menggunakan gumpalan atau bentuk-bentuk padat, yang dikombinasikan sedemikian rupa sehingga mewujud menjadi sesuatu.
Celakanya, kita kerap mencampuradukkan antara menggambar dan melukis, yaitu aktivitas paling populer sepanjang sejarah sekolah minggu yang kita sebut MEWARNA.
Mewarna adalah sekadar mengisi ruang di antara garis-garis dengan warna. Mewarna BUKAN menggambar. Mewarna juga BUKAN melukis. Mewarna adalah mewarna. Sekadar memberi warna. Titik.
Kecuali anak-anak yang memang tertarik dengan seni visual, mewarna adalah salah satu kegiatan yang paling membosankan di Sekolah Minggu (juga di sekolah formal). Celakanya, hampir setiap minggu kita memberikan aktivitas mewarna kepada anak-anak yang kita layani. Sudah setiap minggu aktivitasnya mewarna, media, dan alatnya pun sama. Biasanya, kita menggunakan kertas, pensil warna, atau krayon. Tidak heran jika anak-anak kehilangan antusias dalam seni gambar atau lukis sejak usia mereka yang masih sangat dini. Tidak jarang, aktivitas mewarna dilakukan untuk sekadar membuat anak-anak "sibuk", sementara guru juga sibuk mengerjakan tugas lainnya. Atau, aktivitas ini memang sengaja diadakan untuk "menghabiskan waktu" daripada tidak ada yang dikerjakan setelah firman Tuhan-sementara waktu Sekolah Minggu belum berakhir. Alasan yang paling klise, adalah "Habis, mau apa lagi kalau tidak mewarna?"
Nah sekarang, mari kita mulai membuat perubahan-perubahan yang positif di kelas sekolah minggu masing-masing. Mari kita melakukan variasi kegiatan mewarna dengan MENGGAMBAR. Menggambar jauh lebih seru dan asyik dibanding mewarna semata. Menggambar akan membuat anak-anak lebih "hidup" karena mereka diberi kesempatan untuk mengekspresikan ide dan gagasannya. Menggambar juga akan membuat Anda sebagai guru Sekolah Minggu mampu mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi lewat hasil karya atau gambar-gambar mereka. Anda tidak perlu menjadi seorang yang ahli membaca gambar anak-anak. Tuhanlah yang akan memberikan kepekaan kepada Anda saat menemani anak menggambar dan mengobrol dengannya. Karena itu, mulailah belajar, baik untuk mengamat-amati cara anak-anak menggambar maupun hasil gambarannya. Saya sarankan, jika memungkinkan, koleksilah hasil gambar setiap anak (tetapi, karena anak biasanya ingin membawa gambarnya pulang, Anda bisa mendokumentasikannya dengan kamera digital sesaat sebelum acara berakhir).
Gambar Figuratif VS Gambar Naratif
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui saat melakukan aktivitas menggambar bersama anak-anak.
Pertama, setiap anak UNIK. Jadi, cara mereka mengekspresikan diri melalui gambar pun unik, tidak ada yang sama. Secara umum, kita bisa membedakan dua tipe hasil gambar anak, yaitu apakah mereka cenderung menggambar figuratif ataukah menggambar naratif.
Anak-anak yang suka menggambar figuratif biasanya cenderung lebih teliti, lebih berhati-hati, dan sangat memperhatikan bentuk serta ketepatan objek yang hendak digambarnya. Gambar-gambar mereka biasanya lebih mendekati bentuk aslinya dan mereka lebih fokus pada kesempurnaan bentuk. Karena itu, mereka cenderung menggambar dengan lambat, tenang, serta detail.
Adapun anak-anak yang suka menggambar naratif, umumnya dapat menggambar dengan sangat cepat. Mereka seolah-olah mengabaikan ketepatan bentuk karena ingin cepat-cepat menyelesaikan gambarnya. Bukan karena terburu-buru atau tidak sabar, melainkan karena sementara menggambar, pikiran mereka sedang berjalan maju, membayangkan ide-ide baru -- sementara pikirannya terus berjalan, tangannya harus mengikuti kecepatan pikiran, imajinasi, dan ide-idenya tersebut. Gambaran mereka seolah-olah sebuah CERITA tanpa kata. Karena itulah, biasanya anak-anak seperti ini sangat berkonsentrasi saat menggambar, dan bisa dengan segera memenuhi kertas gambarnya dengan berbagai hal, yang mungkin hanya ia sendiri yang tahu apa yang digambarnya, sementara kita cuma bisa memandangnya sambil bertanya dalam hati, "Apa sih yang digambarnya itu?"
Bagaimanapun, kita bukan sebagai guru seni, kan? Karena itu, kita jangan terlalu ambil pusing dengan CARA anak-anak menggambar. Sebagai guru sekolah minggu, mari kita memanfaatkan teknik menggambar ini sebagai salah satu cara kita mengajar dan mengajak anak-anak kita untuk lebih terlibat dalam proses pembelajaran firman Tuhan.
Jadi, bebaskan anak untuk mengekspresikan diri mereka. Entahkah sebagian mereka lebih menyukai menggambar figuratif atau menggambar naratif. Semua sama bagusnya dan Anda patut memuji hasil karya mereka.
Kedua, akan sangat membantu jika anak-anak bisa mengomunikasikan atau menceritakan apa yang sedang digambarnya tersebut kepada Anda. Dengan demikian, Anda dapat lebih mengenal dan memahami anak-anak yang Anda layani. Hanya saja, jangan memaksa mereka untuk menceritakan isi gambarnya. Tidak semua anak merasa nyaman untuk menceritakan gambarnya. Demikian pula soal memberi komentar. Sebelum Anda mengomentari gambar anak-anak (kecuali Anda hendak memujinya) --apalagi jika komentar tersebut akan didengar pula oleh teman-teman lainnya -- mintalah izin terlebih dulu kepada anak tersebut, apakah gambarnya boleh dikomentari oleh Anda atau teman-temannya.
[Bersambung dalam edisi e-BinaAnak 678/Mei/2014]
Diambil dan disunting dari:
Judul Buku | : | Creative Teaching di Sekolah Minggu |
Penulis | : | Meilania |
Penerbit | : | Gloria Graffa, Yogyakarta 2009 |
Halaman | : | 130 -- 133 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK