Kalimat yang sifatnya paralel dan terbalik yang diungkapkan oleh Yesus dalam Yohanes 16:16 membingungkan para murid. Sebenarnya, Yesus ingin mengingatkan kembali pada para murid akan kematian dan kebangkitan Kristus yang telah diungkapkan-Nya. Matius mencatat hal ini sedikitnya empat kali (16:21, 17:22-23, 20:17-19, 26:2). Namun demikian, para murid tetap tidak mengerti. Hal ini ditunjukkan dengan reaksi Petrus yang keras, ia menjauhkan Yesus dan menegur Dia (Matius 16:22). Mereka menganggap perkataan Kristus tidak logis.
Kita telah memahami bahwa konsep logika kitalah yang menyebabkan kesulitan untuk mengerti firman. Manusia memiliki logika atau akal budi sedang binatang tidak dan hal ini diakui oleh para filsuf penganut teori evolusi. Jadi jika akal budi bukan produk evolusi lalu dari manakah akal budi ini berasal? Jawaban tersebut hanya ada dalam firman Tuhan, kebenaran yang sejati. Penganut teori evolusi menggunakan akal budi (logika) yang telah rusak dalam mendidik manusia tapi sering kali pikiran mereka justru tidak dapat dimengerti akal (tidak logis); kita tidak menyadari kalau logika berpikir kita telah dirusak oleh logika dunia. Celakanya lagi, manusia menggunakan logika yang telah rusak tersebut sebagai standar untuk menentukan kebenaran.
Petrus mengalami hal ini, perkataan Yesus yang adalah kebenaran sejati ditolaknya karena: 1) tidak sesuai dengan logikanya -- dan lebih celaka lagi, ia berpikir bahwa Yesus yang salah, 2) Petrus menggunakan logika teologis, yaitu Allah pasti menjauhkan Yesus dari hal-hal buruk seperti: dianiaya, mati, dan dibunuh, karena Yesus adalah anak Allah. Seharusnya Petrus sadar bahwa justru karena Yesus anak Allah maka semua yang dikatakannya merupakan kebenaran.
Kata "sesaat" yang dimaksud Yesus menunjuk pada suatu peristiwa penting dan menjadi tonggak sejarah yaitu Kristus mati dan bangkit menebus dosa manusia. "Tinggal sesaat" lagi murid-murid akan mengalami suatu perubahan suasana, sikap, dan pengertian melalui kematian dan kebangkitan Kristus. Tuhan Yesus menggambarkan perubahan ini seperti seorang perempuan yang mengalami sakit saat ia melahirkan tetapi ia akan bersukacita karena seorang manusia telah lahir (Yohanes 16:21). Pengalaman yang dialami para murid bukanlah hal yang sederhana. Andaikan kita berada dan mengalami situasi yang sama seperti yang dialami para murid maka kita pasti juga tidak mengerti apa yang menjadi maksud Tuhan dan keterkaitannya antara kematian dan kebangkitan Kristus.
Melihat kematian Kristus dengan mata kepala sendiri merupakan pengalaman yang sangat mengerikan dan membuat para murid kecewa, tidak ada lagi pengharapan. Petrus, Yohanes, dan para murid yang lain telah meninggalkan pekerjaan mereka dan memilih untuk mengikut Kristus karena mereka melihat kuasa Kristus yang dapat membangkitkan orang mati dan melakukan banyak mukjizat. Mereka berharap dapat memperoleh kebahagiaan dunia jika Kristus menjadi Raja dunia dan mereka akan duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus. Bukankah hal ini juga kita jumpai sekarang: orang menggantungkan pengharapannya pada hal-hal yang bersifat duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, kepandaian, dan lain-lain. Mereka tidak menyadari bahwa hal-hal duniawi tersebut justru akan menjadi bumerang yang menghancurkan hidup mereka.
Tuhan Yesus tidak pernah memberitahukan cara kematian-Nya pada para murid karena Ia tahu pasti akan timbul kekecewaan. Salib merupakan lambang kutuk dan hina hanya orang yang melakukan tindak hukum yang berat saja yang dihukum demikian. Salib diletakkan di atas gunung dengan tujuan agar setiap orang yang lewat mencaci dan mengolok-oloknya. Darah yang menetes sedikit demi sedikit melalui kaki dan tangan yang dipaku menyebabkan kematian secara perlahan dan sangat menderita. Yesus mengetahui bahwa waktu bagi-Nya untuk mati hanya tinggal sesaat lagi dan pada saat itu para murid akan berdukacita tetapi tinggal sesaat saja pula para murid akan melihat Yesus lagi (Yohanes 16:16).
Tuhan mau menunjukkan tentang hal mengikut Dia, yaitu kita harus menyangkal diri dan memikul salib. Dunia selalu memikirkan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh bila mengikut Yesus. Janganlah kita mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan para murid. Mereka telah menyaksikan Yesus yang berkuasa atas badai dan kematian, Yesus banyak melakukan mukjizat tetapi dapat ditangkap tanpa melakukan perlawanan yang berarti padahal seharusnya dengan kuasa-Nya Ia mampu melawan. Bukankah para prajurit langsung jatuh tersungkur saat mau menangkap Yesus? Para murid sangat kecewa atas kejadian dan keadaan yang menimpa Yesus; mereka telah kehilangan pengharapan. Andaikan kita berada dan mengalami hal yang sama seperti yang dialami para murid pada waktu itu, kita pun pasti juga akan bersikap sama seperti mereka, bukan?
Dalam perjalanan iman kita Tuhan menguji dengan memperkenankan kita masuk dalam suatu lembah kekelaman, sampai sejauh manakah kita setia mengikut Tuhan dan apa motivasi kita mengikut Dia? Apakah karena ambisi diri, keinginan diri, atau ada sesuatu yang kita cari demi ego kita? Benarkah kita beriman pada Kristus ataukah kita beriman pada diri sendiri dengan memanipulasi Kristus? Ingat, Iblis sedang menampi saat iman kita sedang diuji, karena itu tetaplah teguh, selalu bersandar dan peka pimpinan Tuhan. Konsep inilah yang ada pada konsep-konsep agama di dunia.
Agama dunia tidak percaya pada objek kepercayaannya tapi percaya pada diri sendiri dan memanipulasi objek kepercayaannya tersebut demi keuntungan diri sendiri. Seseorang yang memunyai kepercayaan demikian mudah berpaling ke agama baru yang lebih menguntungkan. Kebenaran agama bukan hal yang mutlak lagi. Kekristenan justru mengajarkan hal yang berbeda dengan dunia: percaya Kristus sebagai Tuhan berarti menyerahkan seluruh hidup kita dalam pimpinan-Nya dan mau tunduk di bawah pimpinan-Nya.
"Tinggal sesaat lagi" bukanlah akhir dari segalanya akan tetapi menjadi titik awal saat kita dapat menaruh pengharapan kita pada-Nya. Seandainya Kristus tidak bangkit -- seperti yang Paulus katakan kepada jemaat di Korintus -- maka seluruh kepercayaan kita menjadi sia-sia (1 Korintus 15:14). Lalu apa bedanya kekristenan dengan agama dunia? Puji Tuhan, Kristus bangkit seperti yang dikatakannya, "tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku" (Yohanes 16:16b) dan saat itu anak-anak Tuhan akan bersukacita.
Tuhan akan menopang pada saat kita mengalami penderitaan jika kita mau bersandar pada-Nya. Dia ubahkan dukacita kita menjadi sukacita dan kita akan berkemenangan. Sebaliknya, sekarang dunia bersukacita atas dukacita yang dialami anak-anak Tuhan dan akan berakhir dengan kehancuran. Seperti obat yang bersalut gula-gula hanya sementara terasa manis dan kemudian pahit itulah sukacita dunia hanya bersifat sementara; sukacita surgawi, sebaliknya, bersifat kekal.
Logika para murid yang belum diubahkan membuat mereka sukar untuk memercayai realitas kebangkitan Kristus, malahan mereka menduga mayat Yesus telah dicuri dan Tomas pun ingin bukti (Yohanes 16:25). Kalau kita dapat menalar dengan logika yang tepat akan kematian dan kebangkitan Kristus maka kita akan memperoleh sukacita sejati. Yang dimaksud dengan sukacita sejati adalah sebagai berikut:
1. Sukacita Surgawi yang Bersifat Kekal
Dunia hanya memberikan sukacita semu, dan setelah itu kita mengalami dukacita kekal. Jangan berpikir bahwa kesusahan yang kita alami sekarang hanya sementara dan berharap akan memperoleh kebahagiaan kelak. Ingat, dunia tidak akan pernah memberikan sukacita sejati baik sekarang maupun di masa yang akan datang! Kenapa sukacita duniawi mudah berubah? Karena sukacita duniawi selalu digerakkan oleh hal-hal duniawi yang bersifat sementara; si pencetus sukacita itu sendiri dibatasi oleh ruang dan waktu.
Salah satu cara dunia bersukacita adalah dengan menertawakan kesusahan orang lain. Kesusahan orang lain mereka jadikan sebagai bahan lelucon untuk menghibur orang lain yang tidak jarang dengan disaksikan oleh banyak orang melalui berbagai media, salah satunya media elektronik. Apakah kita akan bersukacita jika kita sendiri dijadikan bahan tertawaan demi untuk menghibur orang lain? Menertawakan penderitaan orang lain menunjukkan rendahnya moral manusia. Orang Kristen bersukacita karena Allah menyelamatkan jiwa dan sukacita tersebut bersifat kekal.
Apalah artinya sukacita jika seluruh hidup kita berakhir dengan kematian kekal? Sebaliknya dukacita kita sekarang tidaklah berarti dibanding dengan surga dan kemuliaan yang akan kita dapatkan.
2. Sukacita yang Bersifat Agung dan Mulia
Kejatuhan manusia dalam dosa menyebabkan ia telah kehilangan kemuliaan Allah dan hal inilah yang membuat manusia hidup sengsara hingga detik ini. Oleh karena itu wajarlah kalau manusia selalu mencari kemuliaan diri yang telah hilang tersebut. Tetapi kemuliaan tersebut tidak akan pernah didapat karena yang hilang adalah kemuliaan Allah. Orang yang mencari kemuliaan diri selalu "gila hormat" dan karena itu ia tidak akan pernah bersukacita; ia menjadi marah apabila ada orang lain yang tidak menghormatinya. Sukacita terbesar justru kita dapatkan saat kita ditebus dari dosa dan kita mendapatkan kembali kemuliaan Allah. Adalah lebih berharga jika Tuhan yang menghargai dan memuji kita kelak di surga.
Manusia hanya melihat apa yang tampak, maka wajarlah bila orang menghargai dan menghormati karena ia melihat ada keuntungan dibaliknya. Janganlah kita mengandalkan sukacita dari dunia yang menjanjikan kemuliaan pada kita hanya bila kita dianggap menguntungkan, tetapi kemudian dihinakan setelah dunia tidak dapat meraup keuntungan dari kita; bersukacitalah sebab Allah memberikan kemuliaan kekal yang tidak dapat diambil oleh siapa pun sehingga harkat dan martabat kita tidak tergantung oleh siapa pun.
3. Sukacita Kebangkitan yang Memperdamaikan Manusia dengan Allah
Dalam diri manusia ada kesadaran bahwa akhir dari kehidupan dunia adalah kematian dan kesengsaraan. Hanya kematian dan kebangkitan Kristus yang dapat memperdamaikan kita -- orang yang seharusnya dimurkai -- dengan Allah. Dua pertanyaan oleh para murid di Yohanes 16:17, "Apakah artinya Ia berkata kepada kita: Tinggal sesaat saja dan kamu tidak melihat Aku dan tinggal sesaat saja pula dan kamu akan melihat Aku? Dan: Aku pergi kepada Bapa?" oleh Calvin digabungkan menjadi satu sehingga ia kehilangan kekayaan pengertian. Tuhan Yesus justru memisahkannya dan Lenski juga melihat kekayaan dari pengertian firman dari pertanyaan para murid jika pertanyaan tersebut dipisahkan. Pertanyaan pertama dijawab oleh Tuhan Yesus dalam ayat 20-23, sedang jawaban pertanyaan kedua ada dalam ayat 24-33.
Kembalinya Kristus kepada Bapa berdampak besar bagi anak-anak Tuhan, yaitu hubungan kita dengan Bapa yang telah rusak dipulihkan kembali. Ia memperkenankan kita menyebut Dia dengan sebutan Bapa. Kematian dan kebangkitan Kristus memperdamaikan kembali hubungan Bapa dan anak yang telah rusak. Orang selalu berusaha mencari cara untuk berdamai dengan Allah namun selalu gagal sebab yang turun adalah murka Allah terhadap manusia yang telah melawan Dia. Celakalah kita bila Allah tidak berkenan kita temui.
Sukacita sejati kita dapatkan hanya dalam Kristus. Dunia memberikan sukacita yang sementara dan kemudian berakhir dengan kesengsaraan kekal sedang Kristus memberikan sukacita sejati yang bersifat kekal. Ingatlah, segala kesusahan yang kita alami kini di dunia hanyalah sementara saja dan jangan takut, Tuhan akan menolong dan memimpin kita sehingga kita akan mendapat sukacita kekal. Sukacita manakah yang ingin kita dapatkan? Putuskanlah sekarang karena besok akan terlambat. Amin.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika |
Pengkhotbah | : | Pdt. Sutjipto Subeno |
Penulis transkrip | : | tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2003/20031012.htm |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK