Istilah-Istilah Belajar Mengajar dalam Perjanjian Lama
Ada empat kata Ibrani yang biasa digunakan dalam Alkitab untuk menjelaskan tentang pengajaran; yaitu "lamad" (mengajar), "yada" (mengetahui), "bin" (bisa membedakan atau memahami), dan "zahar" (memperingatkan).
Lamad adalah kata Ibrani yang paling sering dikaitkan dengan proses belajar mengajar. Aslinya, "lamad" berarti mendorong lembu agar dia terus berjalan. Kemudian kata tersebut digunakan untuk menegaskan bagaimana membuat seseorang tahu tentang sesuatu. Lamad sebenarnya berarti "menyebabkan belajar", yang merupakan satu indikasi jelas bahwa pengajaran yang alkitabiah tak dapat dipisahkan dari belajar. Kita yang mengaku menjadi guru, belum dapat dikatakan mengajar sampai seseorang yang kita ajar belajar. Pengertian lamad ini mengembalikan kebenaran ke asalnya.
Contoh kata lamad ini ditemukan di Kitab Ulangan: "Engkau harus "mengajar" (lamad) mereka, supaya mereka melakukannya" (5:31). Coba perhatikan, hukum-hukum Tuhan diajarkan bukan sebagai pengetahuan yang abstrak, tapi diajarkan dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Yada menjelaskan suatu tingkat pemahaman yang dalam, kata ini banyak digunakan dalam Perjanjian Lama untuk menjelaskan kedekatan seksual. Namun demikian, Yada digunakan dalam kitab Yosua untuk menggambarkan respons bangsa Israel terhadap petunjuk Tuhan: "supaya kamu "mengetahui" (yada) jalan yang harus kamu tempuh" (3:4). Di sini, Tuhan berbicara dan memberi petunjuk kepada bangsa Israel melalui Tabut Perjanjian. Ketika dibawa, tabut ini menyampaikan maksud Tuhan; bahwa pengetahuan membuat bangsa Israel mampu menyelesaikan perjalanannya. Pengetahuan menuntun pada satu tindakan.
Bin awalnya berarti "memisahkan", tapi karena bahasa Ibrani berkembang, kini bin berarti "membedakan" atau "memahami". Kita membaca dalam Nehemia bahwa setelah orang-orang Yahudi membangun kembali tembok Yerusalem, "orang-orang Lewi 'mengajarkan' (bin) Taurat kepada orang-orang itu" (8:7). Kini, beberapa orang menganggap konsep ini sebagai pengertian batin, yang menuntun pada satu tindakan yang bertolak belakang dengan pemahaman logika yang tidak dapat dipraktikkan dalam kehidupan.
Zahar merupakan kata Ibrani keempat yang akan kita pelajari. Kata ini sebenarnya berarti "memancarkan cahaya", lalu kata ini berarti "memperingatkan". Dalam Yehezkiel, nabi Tuhan diperintahkan untuk "memperingatkan" (zahar) orang jahat itu dari hidupnya yang jahat supaya ia tetap hidup (3:18). Tujuan dari suatu peringatan adalah untuk memperbaiki tindakan. Seseorang yang menerima peringatan harus memerhatikannya. Jika tidak, peringatan itu akan menjadi sia-sia.
Apakah seorang guru sudah mengajar? Semuanya tergantung apakah pelajarannya sudah dipelajarinya atau belum. Mengajar yang benar menuntun untuk belajar. Tuhan menginginkan agar guru mengajar dengan cara yang baik agar murid bisa belajar. Keempat kata Ibrani ini membuktikan fakta tersebut.
Beberapa tahun yang lalu, ketika ketiga anak kami masih naik sepeda roda tiga. Saya memberi tahu mereka agar tidak meninggalkan sepeda mereka di belakang mobil yang sedang diparkir. Dengan sabar, saya berusaha menjelaskan apa yang akan terjadi jika saya memundurkan mobil dan tidak tahu jika ada sepeda roda tiga di sana. Sebelum Anda bertanya kepada saya, saya akan mengatakannya kembali kepada Anda bahwa saya sudah berulang kali menyampaikan hal ini kepada anak saya. Bahkan saya sudah mengajarkan satu atau dua hal kepada mereka. Saya benar-benar sudah mengatakannya!
Suatu hari ketika saya memundurkan mobil, saya mendengar bunyi derak yang memekakkan. Pengecekan yang mencemaskan menambah ketakutan saya. Di situ, di bawah mobil, teronggoklah sepeda roda tiga yang sudah bengkok dan rusak. Saya menjadi geram. Lantas, bukankah saya sudah menashati anak saya agar tidak meninggalkan sepeda mereka di sana? Kemudian muncul satu pemikiran di benak saya. Jujur, saya tahu bahwa saya tidak mengajarkan apa-apa kepada anak-anak saya. Saya hanya memberi tahu mereka sesuatu. Tidak ada pelajaran nyata yang terjadi; kenyataan bahwa sepeda roda tiga itu kini teronggok di bawah mobil saya membuktikannya. Ini adalah pelajaran mahal, namun mengajarkan kepada saya bahwa ada banyak hal mengenai pengertian yang hakiki dari proses belajar-mengajar.
Istilah Belajar Mengajar dalam Perjanjian Baru
Bersyukur kita tidak perlu belajar melalui sepeda rusak. Kita bisa memerhatikan perintah. Ada yang pernah mengatakan bahwa pengalaman bisa menjadi guru terbaik; masalahnya, pengalaman memberi ujian sebelum memberi pelajaran! Tuhan menghendaki para guru mengajar dengan suatu sistem agar murid terhindar dari hasil yang tidak menyenangkan karena belajar dari pengalaman. Kata-kata Yunani yang biasa digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menjelaskan proses belajar mengajar banyak menunjukkan bahwa memerhatikan perintah lebih baik daripada menderita karena belajar dari pengalaman yang menyedihkan. Istilah-istilah yang akan kita pelajari antara lain "didasko" (mengajar), "noutheteo" (memperingatkan/menegur), paideuo (melatih), dan "matheteuo" (memuridkan).
Didasko digunakan lebih dari 100 kali dalam Perjanjian Baru. Arti kata ini muncul dari kata lain, "dao", yang berarti "mempelajari". Kata didasko sesungguhnya menunjukkan keterkaitan yang erat antara mengajarkan suatu pelajaran dan mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Dalam suratnya yang pertama untuk jemaat Korintus, Paulus memberi tahu orang-orang Korintus agar mereka melakukan prinsip-prinsip pengajarannya, "seperti yang kuajarkan (didasko) di mana-mana dalam setiap jemaat" (4:17). Pesan ini sangat penting sehingga Paulus mengutus Timotius untuk mengirimkannya sendiri. Orang-orang Korintus diharapkan memerhatikan cara hidup Paulus dan mengikuti teladannya dalam mengikut Kristus (4:16). Sekarang, bahkan sejak itu, perintah seharusnya menuntun pada ketaatan, yang menghasilkan kehidupan Kristen yang benar.
Noutheteo sebenarnya merupakan kombinasi dua kata, "nous" (pikiran) dan "titheni" (menaruh atau menempatkan). Setelah keduanya digabung, secara harfiah kata ini berarti mengingat. Karena noutheteo biasanya diterjemahkan menjadi mengingatkan/menegur, atau memerintahkan, Paulus menasihati para orang tua untuk "mendidik (anak-anak) di dalam ajaran dan nasihat Tuhan" (Efesus 6:4).
Jika kata sebelumnya cenderung menekankan peringatan-peringatan mengenai apa yang tidak boleh dilakukan, paideuo membahas lebih banyak perintah yang membangun. Kata ini bisa diterjemahkan menjadi "melatih" atau "mendidik". Yang ditekankan di sini adalah memberikan arahan yang positif. Ini berarti lebih dari sekadar memberi tahu anak Anda untuk tidak meninggalkan sepeda di belakang mobil. Ini berarti Anda harus menunjukkan kepadanya tempat yang tepat untuk meletakkan sepedanya. Seperti yang dinyatakan oleh Paulus, "Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk ... mendidik (paideuo) orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16). Perintah yang alkitabiah selalu menghasilkan perubahan perilaku yang mengarah ke kehidupan yang benar.
Matheteuo adalah kata keempat yang akan kita bahas pada bagian ini. Asal kata ini diambil dari kata "manthano" (mempelajari); bentuk kata kerjanya menekankan proses bagaimana seseorang bisa menjadi murid. Jadi, para pengikut Yesus adalah murid-Nya karena mereka belajar dari-Nya dan setia mengikut-Nya.
Untuk memahami kata-kata ini, penting bagi kita untuk memerhatikan penekanan masing-masing bagian, kemudian mempraktikkan hal-hal yang sudah diajarkan tersebut. Anak saya mengerti bahwa dia tidak seharusnya membiarkan sepedanya di belakang mobil. Namun, dalam pengertian alkitabiah, dia tidak memahaminya. Dia sadar bahwa saya sudah memberitahu dia apa yang harus dilakukan; ketika dia meletakkan sepedanya di belakang mobil, dia bahkan mungkin sudah berpikir, aku tidak boleh meletakkannya di sini, tapi aku akan segera kembali dan menyingkirkannya sebelum ayah kembali. Akan tetapi, anak saya benar-benar tidak belajar dari pelajaran yang dimaksudkan karena dia gagal mengartikan pengetahuan itu ke dalam suatu tindakan.
Apa Arti Semua ini?
Apakah Anda pernah memerhatikan bahwa beberapa guru menetapkan tujuan yang sangat pendek atas perintah mereka? Beberapa guru merasa memberlakukannya hingga pelajaran selesai sudahlah cukup. Atau mungkin mereka sudah puas jika mereka bisa membuat murid-muridnya tenang. Beberapa guru lainnya mungkin akan bertindak lebih jauh. Tujuan mereka adalah "untuk menyelesaikan materi". Sayangnya, hal ini sering diartikan untuk "mengatakan semua yang ingin saya katakan" dengan sedikit penghargaan karena proses belajar yang nyata sudah terlaksana.
Seperti kata-kata yang sudah kita pelajari, mengajar seharusnya menjadi lebih dari sekadar mengisi waktu, membuat murid-murid tenang, atau bahkan menyelesaikan materi. Pengajaran harus diwujudkan dalam kehidupan. Pengajaran harus memengaruhi perilaku karena itu adalah perintah yang sesungguhnya.
Kebanyakan orang bisa memandang kembali kejadian-kejadian penting dalam kehidupan mereka. Terkadang sesuatu dalam hidup berubah karena adanya hubungan tertentu. Hal ini benar-benar saya alami. Ketika saya masih muda, Tuhan menyiapkan beberapa guru yang pelayanannya benar-benar mendewasakan kerohanian saya. Saya pikir tak ada satu guru pun yang sadar akan pengaruh besar yang mereka miliki. Mereka dipakai Tuhan untuk memberi perintah dan teladan yang saya perlukan pada saat itu.
Ketika Anda mempersiapkan diri untuk mengajar, ingatlah selalu bahwa Tuhan memberi Anda hak istimewa untuk menjadi hamba pilihan-Nya untuk menyentuh kehidupan murid secara khusus. Memang benar, butuh banyak usaha untuk bisa mengajar dengan efektif. Namun, ini merupakan cara paling penting dalam melayani Tuhan. Saya berdoa agar suatu hari nanti, beberapa orang bisa berpikir ulang saat Tuhan kembali mengarahkan hidupnya. Saya juga berdoa agar Anda bisa menjadi saluran di mana melalui Anda, Tuhan bekerja. (t/Setya)
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK