Teknik yang terkenal akhir-akhir ini, bermain peran (role play), mengajak kita kembali kepada psikoterapi tahun 1930-an. Sejak itu, role play telah berkembang menjadi berbagai bentuk dan variasi pendidikan dari tingkat pemula di sekolah dasar hingga ke tingkat yang lebih tinggi dalam pelatihan manajerial bisnis eksekutif.
Banyak guru yang tidak bisa membedakan antara role play dan drama. Meskipun keduanya tampak sama, tetapi mereka sangat berbeda dalam gaya. Mungkin perbedaan yang paling menonjol adalah pada pelaksanaannya; drama yang asli biasanya menggunakan naskah, sedangkan role play menggunakan unsur spontan atau setidaknya reaksi yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu.
Peran (role) bisa diartikan sebagai cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Dalam ilmu manajerial, ketidaksesuaian dalam pengenalan peran ditunjukkan sebagai role conflict (konflik peran) -- saran yang tidak konsisten, yang diberikan kepada seseorang oleh dirinya sendiri atau orang lain. Role play sebagai suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga murid-murid bisa mengenali tokohnya.
Beberapa tahun yang lalu, salah satu kelas di seminari saya mengadakan permainan peran (role play) dengan cara yang unik. Permainan peran ini menitikberatkan pada semangat yang dapat disertakan dalam teknik mengajar ini. Kelompok-kelompok kecil di kelas telah ditunjuk untuk memeragakan berbagai metode mengajar di kelas. Salah satu anggota kelompok berperan sebagai seorang pria yang terluka serius karena kecelakaan mobil. Peran lainnya adalah Tuhan berusaha menjelaskan kepada pemuda yang memberontak ini tentang rencana-Nya, termasuk bencana ini, meskipun anak muda ini sudah masuk ke sekolah Kristen dan memberikan hidupnya untuk pelayanan.
Kelompok ini kemudian menyusun kursi membentuk lingkaran di dalam kelas. Pada tengah lingkaran, dua kursi saling berhadapan dan dimulailah percakapan yang tidak direncanakan sebelumnya. Pria muda itu marah kepada Tuhan atas apa yang terjadi pada dirinya. Respons yang lembut dari pemain lain dan dialog-dialog berikutnya menciptakan suatu semangat belajar yang tidak akan segera dilupakan.
Nilai-Nilai dari Permainan Peran
Role play bisa dipakai untuk murid segala usia. Bila role play digunakan pada anak-anak, maka kerumitan situasi dalam peran harus diminimalisir. Tetapi bila kita tetap memertahankan kesederhanaannya karena rentang perhatian mereka terbatas, maka permainan peran juga bisa digunakan dalam mengajar anak-anak prasekolah.
Dalam Permainan Peran, Kita Bisa Melakukan Kesalahan.
Kesalahan-kesalahan itu bisa menguji beberapa solusi untuk masalah-masalah yang sangat nyata, dan penerapannya bisa segera dilakukan. Permainan peran juga memenuhi beberapa prinsip yang sangat mendasar dalam proses belajar mengajar, misalnya keterlibatan murid dan motivasi yang hakiki. Suasana yang positif sering kali menyebabkan seseorang bisa melihat dirinya sendiri seperti orang lain melihat dirinya.
Keterlibatan para peserta permainan peran bisa menciptakan baik perlengkapan emosional maupun intelektual pada masalah yang dibahas. Bila seorang guru yang terampil bisa dengan tepat menggabungkan masalah yang dihadapi dengan kebutuhan dalam kelompok, maka kita bisa mengharapkan penyelesaian dari masalah-masalah hidup yang realistis.
Permainan peran bisa pula menciptakan suatu rasa kebersamaan dalam kelas. Meskipun pada awalnya permainan peran itu tampak tidak menyenangkan, namun ketika kelas mulai belajar saling percaya dan belajar berkomitmen dalam proses belajar, maka sharing mengenai analisa seputar situasi yang dimainkan akan membangun persahabatan yang tidak ditemui dalam metode mengajar monolog seperti dalam pelajaran.
Masalah-Masalah dalam Permainan Peran
Mungkin kekurangan utama dari pengajaran melalui permainan peran ini adalah ketidakamanan anggota kelas itu. Beberapa anak mungkin memberikan reaksi negatif dalam berpartisipasi mengenai situasi yang akan dibahas dan mungkin dikritik oleh anggota lain di kelas itu. Permainan peran memerlukan waktu. Diskusi dalam kelas mengenai permainan peran yang dimainkan selama 5 -- 10 menit mungkin bisa membutuhkan waktu yang lebih lama lagi. Kadang-kadang hasil yang benar-benar bermanfaat dapat dicapai. Pada kesempatan yang lain, karena penampilan yang tidak efektif dari pemainnya, atau penanganan yang salah karena guru tidak mempersiapkannya dengan baik, hasilnya mungkin hanya pengulangan yang dangkal dari apa yang sudah diketahui oleh setiap orang mengenai masalah yang dibahas.
Hubungan antar individu yang ada dalam kelompok merupakan suatu faktor yang penting agar permainan peran bisa berhasil. Kadang-kadang hubungan ini muncul sebagai faktor negatif. Misalnya, kesulitan-kesulitan interpersonal yang pernah dialami oleh anggota kelompok bisa muncul di kelas dan merusak suasana permainan peran. Juga bila kelompok itu terdiri dari orang-orang yang berbeda status, mereka mungkin enggan untuk terlibat karena takut direndahkan di depan anggota lain di kelas itu yang lebih pintar dan terkenal.
Kesulitan-kesulitan dengan metode ini berat, tetapi tidak berarti tidak dapat diatasi, atau terlalu luas sehingga kita harus menghindari menggunakan permainan peran. Manfaat yang paling besar dari metode ini dengan cepat menyeimbangkan kesulitan-kesulitan yang nampaknya sangat nyata dalam tahap-tahap persiapan awal.
Prinsip-Prinsip Supaya Permainan Peran Bisa Efektif
Sebagai suatu teknik mengajar, permainan peran didasarkan pada filosofi bahwa "makna ada pada orang-orang", bukan dalam kata-kata atau simbol-simbol. Bila filosofi itu akurat, kita terlebih dahulu harus membagikan makna, menjelaskan pemahaman kita atas setiap makna, dan kemudian, bila perlu, mengubah makna-makna kita.
Dalam bahasa psikologi "phenomenologikal", hal ini harus dilakukan dengan mengubah konsep diri. Konsep diri sangat tepat bila diubah melalui keterlibatan langsung dalam suatu situasi masalah yang realistis dan berhubungan dengan hidup daripada melalui apa yang didengar dari orang lain tentang situasi-situasi itu.
Menciptakan suasana mengajar yang bisa membawa perubahan konsep diri membutuhkan pola pengaturan yang berbeda. Salah satu struktur permainan peran yang mungkin bisa sangat membantu adalah sebagai berikut.
Meskipun kita tidak punya waktu untuk menggali setiap detail ini, tetapi penting untuk kita perhatikan bahwa semuanya berfokus pada pengalaman kelompok, bukan pada perilaku unilateral guru. Kelompok harus berbagi dalam menentukan masalah, membawakan situasi dalam role play, mendiskusikan hasil, dan mengevaluasi seluruh pengalaman.
Guru harus memperkenalkan situasinya dengan jelas sehingga baik tokoh maupun penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Dalam memilih tokoh, guru yang bijaksana akan mencoba menerima para sukarelawan daripada memberikan tugas. Murid harus menyadari bahwa kemampuan berperan dalam permainan peran ini tidak kaku, tetapi spontan bebas memeragakan tokoh yang muncul dalam situasi tersebut.
Para pemain mungkin dilatih di depan umum sehingga penonton tahu apa yang diharapkan atau mungkin juga pemain dilatih secara pribadisehingga penonton dapat menafsirkan arti dari perilaku mereka. Biarkan kreativitas dari pemainnya berkembang dalam memerankan tokoh dan jangan terlalu kaku pada situasinya.
Situasi diskusi dan analisa permainan peran tergantung pada seberapa baiknya kita melibatkan penonton. Pertanyaan kunci yang mungkin ditanyakan oleh pemimpin dan/atau kelompok-kelompok mungkin mulai terbentuk. Seluruh anggota kelompok (para pemain dan penonton) seharusnya berpartisipasi, dan reaksi-reaksi pemain mungkin memberi manfaat dibandingkan dengan penonton.
Sama seperti para pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang disampaikan.
Penting untuk mengevaluasi permainan peran dengan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan. Mengelompokkan perilaku sering kali dilakukan secara berlebihan dan masuk dalam proses belajar. Evaluasi harus dilakukan pada kedua kelompok dan dalam tingkat-tingkat pribadi, pertanyaan yang muncul seputar kevalidan tujuan utama.
Dari keseluruhan proses, perlu untuk menghadapi masalah-masalah tertentu yang muncul pada saat permainan peran diadakan. Sebaliknya, anggota yang hanya diam saja harus didorong untuk ikut berpartisipasi. Ciptakan suasana di mana dia tidak perlu takut untuk membagikan ide-ide, percaya bahwa tidak ada seorang pun yang akan menertawakan masukannya atau dengan kasar mengkritik kesimpulannya.
Peserta yang terlalu memonopoli harus ditegur pada saat diskusi permainan peran supaya dia tidak mendominasi kelompok sehingga justru menghentikan semangat diskusi. Penyelesaian masalah mungkin membutuhkan beberapa konseling pribadi di luar kelas. Tekanan dan konflik di dalam kelompok tidak selalu buruk. Kadang-kadang elemen-elemen ini bertindak sebagai perangsang untuk berpikir. Ada hal yang dinamakan "tekanan supaya kreatif", dan ini sering kali ditemukan dalam suatu permainan peran ketika semangat dalam kelompok itu mulai muncul.
Di akhir diskusi, kelompok secara kolektif mengukur keefektifan dalam memberikan solusi yang alkitabiah terhadap masalah yang diberikan di awal kegiatan. Teknik permainan peran ini memberikan pendekatan untuk melibatkan murid-murid dalam proses belajar mereka sendiri terhadap penjelasan konsep diri, evaluasi perilaku, dan meluruskan perilaku tersebut dengan kenyataan. Anda bisa melihat mengapa ini menjadi pendekatan yang diperlukan dalam prosedur kelas untuk guru Kristen. Dengan berdoa mohon pimpinan Roh Kudus, permainan peran bisa menjadi alat mengajar yang efektif di kelas Kristen. (T/Ratri)
Dengarkan Audio:
Audio: Mengajar Dengan Bermain Peran (Role Play)
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK