Oleh: Wilfrid Johansen
Judul artikel di atas mungkin seyogianya telah dapat mengajak kita untuk berpikir lebih mendalam tentang beberapa hal berkaitan dengan kematian Yesus. Dalam hal "pengampunan", ada sederet pertanyaan yang dapat diajukan, semisal: Mengapa kematian Yesus harus berkaitan dengan masalah pengampunan? Pengampunan dalam hal apa? Siapa yang perlu diampuni? Mengapa harus dilakukan pengampunan? Mengapa Yesus harus mengalami kematian demi pengampunan tersebut?
Pula dalam hal "kasih terbesar", ada pula beberapa pertanyaan yang bisa dimunculkan, seperti: Mengapa kematian Yesus dapat diidentikkan dengan tindakan kasih terbesar? Dan apakah memang benar demikian? Diharapkan artikel sederhana ini dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penting lagi mendasar tersebut dengan singkat tetapi padat, sembari membantu sidang pembaca makin mempersiapkan hati dalam menyambut Jumat Agung dan Paskah 2010 yang datang menjelang.
Kematian Yesus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "kematian" berarti perihal mati. Sedangkan "mati" sendiri berarti "tidak bernyawa". Jika kita bertanya lebih lanjut, apakah "nyawa" itu?, maka kembali KBBI akan memberikan keterangan kepada kita bahwa "nyawa" berarti "pemberi hidup kepada badan (organisme fisik) yang menyebabkan hidup (pada manusia, binatang, dsb.)". Berkaitan dengan kematian Yesus sendiri, Injil Yohanes 19:30 dengan gamblang mencatat demikian: "Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: 'Sudah selesai.' Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya." Dan setelah Ia menyerahkan nyawa-Nya tersebut, maka yang terjadi adalah Yesus mati. Kondisi "mati" ini diceritakan pada ayat yang kemudian, yaitu pada ayat 33, dikatakan bahwa, "tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya," dan bahkan kemudian pada ayat selanjutnya yaitu ayat 34, dilakukan sebuah tindakan yang ditafsirkan oleh William Barclay sebagai kemungkinan tindakan untuk memastikan bahwa Yesus benar-benar telah mati, "tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air." Apa yang hendak disampaikan di sini ialah bahwa Alkitab lewat Injil Yohanes ingin menunjukkan bahwa Yesus adalah benar-benar manusia dengan tubuh, darah, dan daging; dan bahwa Ia telah benar-benar mengalami apa yang disebut kematian.
Pengampunan
Mengapa kematian Yesus harus berkaitan dengan masalah pengampunan? Pengampunan dalam hal apa? Siapa yang perlu diampuni? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, sebaiknya kitaterlebih dulu membaca Efesus 1:7, yang berbunyi demikian: "Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya". Dari ayat ini setidaknya kita mengetahui bahwa kematian Yesus memang erat hubungannya dengan hal pengampunan dosa kita. Frasa "oleh darah-Nya" menurut John Piper dalam bukunya "Penderitaan Yesus Kristus" (The Passion of Jesus Christ) merujuk kepada penderitaan dan kematian Kristus. John Piper menuliskan, "... pengampunan bagi kita dibayar dengan nyawa Kristus." Jadi sampai sejauh ini, kita telah diberi pengertian bahwa sebenarnya kematian Kristus adalah berkaitan dengan dan demi pengampunan dosa kita. Kita perlu diampuni dalam hal dosa.
Lalu apakah sebenarnya dosa itu? Buku "Penderitaan Yesus Kristus" dengan jelas menerangkan bahwa Hukum Allah menuntut, "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." (Ulangan 6:5) Tetapi kita (baca: segenap manusia) lebih mengasihi hal lain. "Inilah dosa -- tidak menghormati Allah dengan lebih memilih hal lain daripada diri-Nya, dan bertindak berdasarkan pilihan tersebut," demikian Piper menandaskan. Oleh karena itu, Alkitab berkata, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Roma 3:23). Kita mendahulukan apa yang paling kita sukai, dan sayangnya yang kita sukai bukanlah Allah.
Masih berkaitan dengan masalah pengampunan, tinggal dua pertanyaan lain yang juga teramat penting untuk dijawab, yaitu: mengapa harus dilakukan pengampunan dosa bagi kita? Dan mengapa Yesus harus mengalami kematian demi pengampunan dosa tersebut? Berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan ini, John Piper dengan lugas menerangkan bahwa dosa bukan perkara kecil karena dosa bukan melawan Pemegang Kedaulatan yang kecil. Tingkat keseriusan suatu hinaan meningkat sesuai dengan martabat pihak yang dihina. Sang Pencipta alam semesta seharusnya berhak mendapatkan hormat dan pujian serta loyalitas yang tidak terbatas. Oleh karena itu, kegagalan dalam mengasihi Dia bukanlah perkara yang sepele -- ini adalah pengkhianatan. Kegagalan ini mencoreng nama baik Allah dan menghancurkan kebahagiaan manusia. Lebih lanjut John Piper lewat tulisannya menandaskan: "Semua dosa itu serius, karena melawan Allah. Kemuliaan-Nyalah yang dilanggar ketika kita mengabaikan atau melawan atau menghina atau menghujat Dia." Piper memaparkan bahwa keadilan-Nya tidak mengizinkan-Nya membebaskan kita seperti halnya hakim tidak bisa membatalkan utang penjahat kepada masyarakat. Kemuliaan Tuhan yang telah dilanggar oleh dosa kita harus dipulihkan di dalam keadilan sehingga kemuliaan-Nya bersinar semakin terang. "Jikalau penjahat seperti kita dibebaskan dan diampuni, harus ada pernyataan dramatis bahwa kemuliaan Allah telah ditegakkan meskipun orang-orang yang pernah menghujat-Nya dibebaskan. Inilah alasan mengapa Kristus menderita dan mati," demikian pernyataan Piper.
Kasih Terbesar
Piper dalam bukunya "Penderitaan Yesus Kristus" memberikan pernyataan bahwa kematian Kristus tidak hanya menunjukkan kasih Allah (bd. Yohanes 3:16), tetapi juga merupakan pernyataan tertinggi (baca: kasih terbesar) dari kasih Kristus sendiri bagi semua orang yang menerima kasih-Nya sebagai milik pusaka mereka. Berkaitan dengan hal ini, ada pernyataan lain yang dapat turut mengayakan pernyataan Piper tersebut. Adalah John Owen dalam bukunya "Kemuliaan Kristus" ("The Glory of Christ") yang menulis begini," Coba perhatikan. Siapakah sebenarnya yang memiliki kasih tersebut: kasih tersebut adalah kasih Anak Allah, yang adalah juga Anak Manusia. Sebagaimana Ia unik, demikian pula kasih-Nya itu unik." Jadi apa yang hendak disampaikan pada bagian ini ialah bahwa kematian Kristus memang merupakan pernyataan tindakan kasih yang terbesar lagi unik. Terbesar dan unik karena yang melakukan tindakan tersebut adalah sang Anak Allah sendiri. Galatia 2:20b secara gamblang menyatakan: "... Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." Kualitas kasih sang Anak Allah itu memang layak disebut terbesar karena kerelaan serta sukacita-Nya dalam mengambil natur manusia sama sekali tidak surut. Meski Ia mengetahui besarnya kesukaran yang bakal dihadapi-Nya demi menyelamatkan kita, Ia akan terus melangkah. Walaupun hati-Nya sangat sedih, seperti mau mati rasanya, semua itu tidaklah mampu menghalangi-Nya. Kasih dan kemurahan-Nya melimpah ruah bagaikan aliran air di sungai yang deras.
Referensi:
Kamus SABDA: http://kamus.sabda.org/kamus/kematian
William Barclay, "Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Yohanes Pasal 8-21" (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000) 401-407.
John Piper, "Penderitaan Yesus Kristus - The Passion of Christ: Lima Puluh Alasan Mengapa Dia Datang Untuk Mati" (Surabaya: Penerbit Momentum, 2006) 10-11, 20-21, 26-27.
John Owen, Kemuliaan Kristus (Surabaya: Penerbit Momentum, 1998) 35-37.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK