Gereja pada abad pertama tidak memerhatikan pendidikan anak, baik dalam hal pengetahuan dasar (baca tulis) atau pun dalam iman Kristen. Kelas-kelas dibentuk pada abad pertama dan kedua untuk petobat baru, dan, diperkirakan, anak-anak yang lebih dewasa masuk dalam kelas para petobat baru yang yang dikenal dengan nama "sekolah katekumen" ini. Kelas-kelas tersebut dibagi dalam "tingkatan", atau dikelompokkan menurut tingkat yang sesuai dengan komitmen masing-masing orang.
Gereja turut menentukan arah dan perkembangan pelayanan sekolah minggu (pelayanan anak dalam gereja). Ada sekolah minggu yang berkembang dengan baik, namun ada pula yang akhirnya terus-menerus mengalami kemunduran. Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satunya adalah tergantung dari dukungan gereja itu sendiri, termasuk di dalamnya dukungan dari para hamba Tuhan dan majelis yang melayani.
Masa Anak-Anak
Untuk mengembangkan anak, kita harus memahami ciri-ciri khusus anak sesuai dengan kelompok usianya. Secara khusus, usia anak dibagi dalam tiga masa.
1. Masa Kanak-Kanak (Di Bawah 7 Tahun)
Ciri mental: Rasa ingin tahunya besar dan daya khayalnya tinggi.
Ciri sosial: Peka terhadap perasaan orang lain dan suka meniru.
Ciri rohani: Mudah percaya akan segala sesuatu. Jadi, inilah masa terbaik untuk mengarahkan anak-anak kepada kebenaran-kebenaran moral dan rohani.
2. Masa Pratama (7 --
Ditulis oleh: Diah Rahayu A.
Mengapa anak harus mendapatkan fasilitas di gereja? Sepenting apakah seorang anak bagi gereja? Apakah yang akan diperbuat oleh gereja bagi anak-anak? Pertanyaan di atas akan bersambung terus-menerus dan mungkin tiada habisnya.
Jika Anda membaca pertanyaan di atas, kira-kira Anda bertanya sebagai pribadi siapa? Sebagai gereja, sebagai orang tua, atau sebagai anak-anak?
Begitu juga dengan pertanyaan di bawah ini.
Tanpa gereja, apakah seorang anak dapat bertumbuh? Apakah
Orang tua dan guru cenderung sangat jengkel kepada anak-anak yang tidak mau berbagi; namun demikian, kedewasaan intelektual berperan besar dalam proses belajar untuk berbagi. Melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang mereka sendiri merupakan sesuatu yang normal bagi anak-anak. Aspek perkembangan intelektual ini memengaruhi interaksi mereka dengan orang lain.
Pada dasarnya, setiap anak yang lahir ke dunia memiliki sikap egois atau sikap mementingkan diri sendiri. Kita sebagai orang tua harus dapat menciptakan pertumbuhan yang sehat, yang dapat mendorong anak untuk bukan hanya mementingkan dirinya, namun juga mementingkan orang lain.
A. Pengertian Masalah
Khawatir adalah reaksi emosi dari semua peristiwa yang menimbulkan efek rasa takut ke dalam diri. Dewasa ini, masyarakat hidup dalam persaingan yang hebat. Demikian juga anak, sejak kecil sudah hidup bersaing untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan belajar. Jadi, tidaklah mengherankan bila hal itu menambah tekanan bagi anak. "Kekhawatiran" sudah menjadi hal yang umum. Dua hal yang berbeda, yaitu kekhawatiran dan ketakutan, menjadi begitu erat. Ketakutan adalah objek yang
Dari pengalaman orang tua dan para guru, mereka melihat adanya suatu hubungan antara penyesuaian diri pada masa anak-anak dengan keberhasilan mereka kelak pada waktu dewasa. Anak-anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai tahap perkembangan dan usianya, cenderung menjadi anak yang mudah bergaul, lebih hangat dan terbuka menghadapi orang lain, serta lebih mudah menerima kelemahan-kelemahan orang lain.
"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32)
Untuk menyelesaikan konflik masa lalu, kita harus mengampuni mereka yang telah menyakiti kita.
Sebagai orang tua, salah satu sasaran kita haruslah untuk menolong anak-anak kita membina hati nurani yang kuat dan sehat. Mereka harus memunyai pengertian yang jelas tentang perasaan bersalah dengan mengetahui perbedaan antara "fakta" perasaan bersalah dan "perasaan-perasaan" yang timbul sebagai akibat perasaan bersalah itu sendiri.