Ditulis oleh: Daniel Budilaksono
Saat ini banyak dijumpai guru-guru sekolah minggu yang kurang mempersiapkan diri dalam melaksanakan pelayanannya. Persiapan apa sajakah yang diperlukan seorang guru sekolah minggu sebelum melayani? Persiapan yang terpenting adalah persiapan rohani. Artinya, seorang guru sekolah minggu harus memiliki hubungan yang akrab dengan Tuhan dan firman-Nya, memiliki kehidupan yang baik, senantiasa menjaga kekudusan hidup, dan mau selalu diajar, baik oleh Tuhan maupun sesama. Persiapan jenis ini bukan sesuatu yang dapat dicapai dalam satu atau dua hari saja, melainkan terus-menerus dijaga melalui disiplin rohani pribadi dan persekutuan ibadah dengan saudara seiman lainnya.
Namun, untuk menjadi guru sekolah minggu yang benar-benar andal dan tangguh, persiapan rohani saja tidak cukup. Saya beberapa kali menjumpai guru sekolah minggu yang baru membaca bahan pelajaran satu jam sebelum mulai mengajar, dan sambil agak bergurau mengatakan, "Nanti Roh Kudus yang berbicara." Guru sekolah minggu seperti ini jelas sangat tidak bertanggung jawab. Roh Kudus memang pasti akan menolong kita mengajar, tetapi mengajar tanpa mempersiapkan diri dengan baik sama saja dengan mencobai Tuhan. Untuk menghindari ketidaksiapan dalam mengajar, maka beberapa gereja mengadakan kelas persiapan mengajar untuk guru-guru sekolah minggu yang akan bertugas. Beberapa gereja menerapkan peraturan bahwa guru sekolah minggu yang tidak mengikuti kelas persiapan mengajar tidak diizinkan mengajar pada hari Minggu. Ini menunjukkan tingkat keseriusan dan perhatian gereja tersebut pada pelayanan sekolah minggu.
Meskipun demi kualitas dan tanggung jawab rohani dalam mengajar, tetap saja ada guru sekolah minggu yang tidak suka datang ke kelas persiapan mengajar. Mereka lebih suka mempersiapkan bahan sendiri di rumah, mungkin dengan alasan bahwa mereka sudah mampu melakukan eksegese secara pribadi, atau merasa lebih tenang mempersiapkan sendiri. Jika Anda adalah seorang sarjana teologi yang sudah sangat menguasai Alkitab, atau Anda adalah satu-satunya guru sekolah minggu di gereja Anda, mungkin alasan di atas masih bisa diterima. Tetapi sebenarnya, kelas persiapan mengajar bukan hanya melulu membicarakan mengenai penafsiran Alkitab. Ada banyak hal yang bisa kita dapatkan dan bagikan dengan mengadakan kelas persiapan mengajar di gereja kita. Berikut ini saya bagikan beberapa hal yang dapat kita lakukan di kelas persiapan mengajar, berdasarkan pengalaman saya sendiri sebagai seorang guru sekolah minggu.
PENDALAMAN ALKITAB
Jelas dalam persiapan mengajar perlu ada sesi Pendalaman Alkitab (PA). Guru-guru perlu membaca bersama dengan teliti bagian firman Tuhan yang menjadi bahan pelajaran. Jika perlu, bagian tersebut dibaca beberapa kali, walaupun itu bagian yang sepertinya sudah sangat dikenal. Bahkan bagian yang sudah sangat dikenal justru harus dibaca lebih teliti lagi, karena biasanya di situlah kesalahkaprahan sering muncul. Misalnya, tahukah Anda berapa orang majus yang datang ke Betlehem ketika Yesus lahir? Di kandang apakah Yesus lahir? Di sebelah manakah penjahat yang menghujat Tuhan Yesus disalib? Jika Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan: tiga, domba (atau binatang apa pun), dan kiri (atau kanan), maka Anda perlu membaca bagian Alkitab yang memuat cerita-cerita tersebut sekali lagi, karena jawaban Anda menunjukkan Anda kurang teliti membacanya.
Setelah Alkitab dibaca dengan teliti, data-data penting dicatat dan diingat dengan akurat lalu melakukan eksegese atau penafsiran sederhana. Di bagian ini diperlukan seorang pembimbing yang cukup memahami metode eksegese yang sehat dan alkitabiah. Sebaiknya seorang yang berlatar belakang teologi, tapi jika hal itu tidak memungkinkan, guru-guru yang cukup berpengalaman juga dapat melakukannya. Yang penting, pembimbing itu harus dilengkapi dengan alat-alat yang memadai. Yang dimaksud dengan "alat-alat" di sini adalah bahan-bahan tambahan selain Alkitab yang dapat membimbing kita memahami Alkitab dengan lebih baik lagi, misalnya buku-buku pengantar kitab, tafsiran, catatan (commentaries), kamus Alkitab, dan/atau peta-peta Alkitab.
Yang terakhir dari sesi PA adalah menentukan penerapan yang akan ditekankan untuk diajarkan kepada anak-anak pada hari Minggu. Biasanya akan ada banyak pilihan, tergantung kedalaman penelitian dan penafsiran yang dilakukan sebelumnya. Dari banyak pilihan tersebut cukup diambil satu, dua, atau paling banyak tiga penerapan saja. Penerapan bisa bersifat kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), atau psikomotorik (tindakan), tapi yang jelas harus sesuai dengan tingkat usia anak-anak yang akan menerima pelajaran tersebut.
Yang baru saja saya uraikan di atas ini adalah tiga bagian dari sesi PA sederhana yang sering disingkat dengan OIA, yaitu Observasi (Penyelidikan), Interpretasi (Penafsiran), dan Aplikasi (Penerapan). Sesi ini yang seharusnya mendapat porsi paling besar.
KEGIATAN PELAJARAN SEKOLAH MINGGU
Setelah sesi PA, dilanjutkan dengan merancang kegiatan pelajaran sekolah minggu, dimulai dengan menentukan metode mengajar yang tepat. Bercerita secara oral bukan satu-satunya metode mengajar. Ada banyak pilihan lain, misalnya dengan lagu, drama, pantomim, kuis, demonstrasi, permainan, dan banyak lagi cara yang lain. Di sinilah pentingnya mempersiapkan diri secara bersama-sama, karena setiap guru bisa ikut menyumbangkan ide kreatifnya masing-masing, yang akan saling berinteraksi menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada jika hanya dipikirkan sendiri saja.
Setelah metode mengajar ditentukan, guru-guru bisa mulai membicarakan tentang alat peraga. Bagian ini biasanya telah dipersiapkan lebih dulu. Di gereja kami, biasanya ada beberapa orang yang telah ditunjuk secara bergantian untuk mempersiapkan alat-alat peraga yang akan diusulkan untuk dipakai setiap minggunya. Mereka akan diberi kesempatan untuk memeragakan cara menggunakan alat-alat tersebut, kemudian mengajarkan cara membuatnya pada guru-guru yang lain. Selain alat peraga yang digunakan oleh guru, ada juga kegiatan aplikatif yang akan dilakukan oleh anak-anak untuk lebih menanamkan penerapan firman Tuhan. Biasanya berupa kerajinan tangan, seperti menggambar, melipat, menempel, mewarna, dan sebagainya, tapi bisa juga kegiatan seperti menulis, menyanyi, atau mendramakan, untuk anak-anak yang lebih besar.
Sesi berikutnya dari kelas persiapan mengajar adalah menentukan lagu-lagu yang akan dinyanyikan, atau mengajarkan lagu-lagu baru dan/atau gerakannya. Pemilihan lagu-lagu ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, karena hanya dengan memilih beberapa lagu yang tepat, pesan yang disampaikan akan lebih efektif dan berkesan bagi anak-anak, sedangkan beberapa lagu yang kurang pas atau salah tema, bisa jadi akan melemahkan pesan yang disampaikan. Kadang-kadang guru sembarangan saja memilih lagu, yang penting nadanya enak, tidak peduli dengan kata-katanya. Ini harus dihindari, dan sekali lagi di sinilah pentingnya kelas persiapan mengajar. Guru-guru bisa saling berbagi lagu baru dan gerakan baru yang sesuai dengan bahan yang akan disampaikan.
Sesi terakhir kelas persiapan mengajar dapat diisi dengan persekutuan doa. Guru dapat saling membagikan kerinduan masing-masing dan saling mendoakan kebutuhan yang lain. Jika ada anak-anak yang bermasalah atau perlu didoakan secara khusus, guru yang mengajar anak tersebut akan menyebut namanya sementara guru-guru yang lain ikut mendukung dalam doa. Inilah yang tidak akan kita dapatkan jika kita mempersiapkan diri secara pribadi, yaitu suasana persekutuan yang akrab sesama guru sekolah minggu. Tantangan guru sekolah minggu zaman ini semakin berat. "Saingan" sekolah minggu semakin banyak. Karena itu guru-guru sekolah minggu harus saling mendukung satu sama lain dalam persekutuan dan dalam doa.
PERSIAPAN PRIBADI
Setelah kelas persiapan mengajar selesai, tidak berarti persiapan masing-masing guru juga selesai. Sebaliknya, guru juga harus mempersiapkan diri secara pribadi. Karena itu, kelas persiapan mengajar sebaiknya tidak diadakan terlalu dekat dengan hari Minggu, misalnya pada hari Selasa atau Rabu. Beberapa gereja malah mengadakan kelas persiapan mengajar pada hari Minggu sebelumnya sehingga ada waktu satu minggu penuh untuk mempersiapkan diri lagi secara pribadi. Setiap guru harus merenungkan kembali firman Tuhan yang akan diajarkan sehingga firman itu sungguh-sungguh menjadi hidup di dalam dirinya, bukan hanya sekadar kata-kata kosong belaka. Mereka juga harus mempersiapkan lebih matang lagi metode mengajarnya. Berlatih bercerita (jika itu metode yang dipilih), membuat alat peraga, menyalin lagu baru, dan menghapalkan ayat (sebelum menyuruh anak-anak menghapal, guru harus sudah hapal terlebih dahulu). Dan yang terpenting adalah persiapan doa. Guru harus menyerahkan semua yang dipersiapkannya ke dalam tangan Tuhan dan membiarkan Tuhan bekerja melalui dirinya. Selamat mempersiapkan diri!
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK