Ditulis oleh: Santi Titik Lestari
"Kekuatan daya ingat seorang anak kecil dapat dimanfaatkan dengan memberikan segala sesuatu yang berguna untuk pertumbuhan kerohanian mereka."
Apabila Anda diminta untuk menceritakan sebuah cerita, dapatkah Anda melakukannya? Sekalipun tidak mengingat secara keseluruhan, tapi setidaknya Anda bisa menceritakan inti dari cerita tersebut. Anda tentunya masih ingat tentang cerita bahtera Nuh, Goliat, dan Yunus. Kebanyakan dari kita mengenal cerita tersebut saat masih kecil dan itu pun didapatkan di sekolah minggu. Cerita-cerita tersebut masih terekam dengan baik, bahkan sampai dewasa pun kita masih bisa mengingatnya. Apakah itu karena daya ingat kita yang baik atau karena cerita ini memang terkenal? Salah satu faktornya adalah daya ingat kita saat masih anak-anak. Anak-anak memiliki kecenderungan untuk mengingat, meniru, dan melakukan hal-hal seperti yang ia amati; tanpa orang dewasa sadari, segala tindakan, tutur kata, dan cara mereka melakukan sesuatu akan diikuti oleh anak-anak. Kecenderungan ini sering tidak diperhatikan oleh orang dewasa.
Anak-anak usia tiga tahun mulai mengenal lingkungan di luar rumah. Banyak hal akan mereka jumpai dan mereka belum bisa memilah hal yang baik atau buruk. Tidak mengherankan, kita mungkin pernah menjumpai anak kecil yang berkata-kata dengan memakai kosakata yang tidak seharusnya diucapkan oleh anak-anak. Ironisnya, ketika seorang anak berbicara dengan tidak sopan, orangtua justru memarahinya. Seorang anak tidak mungkin bisa membuat kosakata sendiri, ia pasti mencontoh atau mendengar secara langsung dari orang-orang di sekitarnya.
Daya ingat anak kecil yang kuat dapat dimanfaatkan dengan memberikan segala sesuatu yang berguna untuk pertumbuhan kerohanian mereka.
Betapa berharganya anak-anak, sehingga Yesus berkata "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." (Lukas 18:16) Untuk itulah, setiap orang Kristen hendaknya benar-benar memerhatikan supaya anak-anak mereka hidup dekat dengan Tuhan. Bagaimanakah caranya? Hal yang paling mudah dilakukan adalah dimulai dari diri sendiri.
Sebagai orang tua, pelayan anak, dan guru sekolah minggu, hendaknya kita bisa memberi contoh yang baik seturut dengan firman Tuhan, baik dalam hal perbuatan maupun tutur kata. Ajarkan kepada anak segala sesuatu yang bernilai kekal. Ceritakan kepada anak cerita kebenaran, cerita dari firman Tuhan yang bisa mereka ingat sampai dewasa. Berikanlah cerita-cerita yang tepat untuk menjelaskan kepada anak tentang keselamatan. Usia anak-anak cenderung membawa mereka hidup dalam alam yang konkret. Semua cerita, baik itu dongeng, legenda, ataupun cerita dalam Alkitab, bagi anak-anak cerita itu dianggap benar adanya. Untuk itulah, penting sekali cerita-cerita Alkitab diberikan kepada anak-anak sejak dini. Selain dapat membuat mereka mengerti cerita kebenaran dan mengingat ceritanya, mereka juga akan hidup dalam cerita tersebut sejak dini. Jika seorang anak dari sejak kecil sudah dibiasakan untuk mendengar cerita Alkitab, maka secara tidak langsung kita sudah berinvestasi untuk kerohaniannya kelak.
Tiga hal penting yang menjadi alasan pentingnya sebuah cerita:
1. Mengajak Aktif
Tidak hanya sekadar mendengarkan cerita, tetapi anak akan mampu berimajinasi untuk menghidupkan cerita tersebut. Seorang anak akan berusaha melahirkan apa yang didengarnya menjadi kenyataan dalam alam pikirnya. Sebuah cerita yang fiktif sekalipun akan dianggap sebagai kebenaran oleh anak, dan mereka akan memercayai cerita itu. Oleh sebab itu, setiap orang tua, guru perlu berhati-hati dalam memilihkan cerita untuk anak.
Setiap orangtua dan guru mengajari anak bukanlah untuk hari ini saja, melainkan untuk membekali masa depannya juga. Mengingat hal ini, sangat baik apabila kita peka terhadap panggilan Tuhan untuk membawa anak-anak kepada-Nya. Salah satunya dengan memberikan cerita-cerita Alkitab kepada anak-anak sejak dini. Ceritakan kisah-kisah yang sederhana terlebih dahulu tentang Yesus, seperti kelahiran Yesus, pelayanan Yesus (kebaikan Yesus), murid-murid Yesus, dll. Biarkan anak-anak merekam cerita-cerita Alkitab tersebut dalam pikirannya. Biarkan anak-anak berimajinasi tentang Yesus saat masih bayi, Yesus yang baik, Yesus yang suka menolong, dsb.. Aktivitas seperti inilah yang dapat membuat anak-anak memunyai rasa ingin tahu lebih lagi tentang Yesus. Ajak mereka terus aktif menggali cerita-cerita Alkitab dengan lebih mendalam lagi.
2. Memberi Contoh
Anak-anak memang cenderung meniru dan mencontoh perilaku serta perkataan orang-orang yang mereka jumpai. Sangat mudah sekali bagi seorang anak untuk belajar banyak hal di mana saja. Untuk menjadikan seorang anak memunyai kepribadian dan kerohanian yang baik, peran serta orangtua dan guru sangat penting dalam memberi bekal yang benar. Ajari mereka mengenal firman Tuhan secara benar. Ajari mereka untuk menirukan perkataan-perkataan yang menyukakan hati Bapa, seperti "Aku hendak bersukacita karena Yesus" (Mazmur 104:34), "Yesus Kristus, Juruselamat kita" (Titus 3:6).
Ajarkanlah firman Tuhan kepada anak-anak secara konkret dengan bersikap dan bertutur kata sesuai dengan firman-Nya. Anak-anak akan lebih tertarik dengan cerita yang diberi gerakan-gerakan sederhana sebagai penegas dari kalimat-kalimat yang dibacakan. Sebagai contoh, ketika membacakan Yohanes 15:17: "Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain", lakukan gerakan mengasihi orang lain (menolong, memeluk, merangkul, memberi sesuatu) dan mereka akan mudah untuk belajar, menirukan, merekam apa yang baru saja dilihatnya, dan melakukan hal yang sama.
3. Menjadi Teladan
Bisakah seorang anak kecil menjadi teladan untuk teman-temannya dan orang yang lebih dewasa? Sangat bisa. Ada beberapa anak kecil yang bermain di halaman, kemudian dua orang di antaranya berselisih. Mereka berdua bertengkar tidak ada yang mau kalah, sambil mengeluarkan kata-kata ejekan. Beberapa anak yang lainnya secara tidak langsung ikut terlibat dalam ejekan-ejekan tersebut. Tidak jauh dari situ ada seorang anak perempuan berdiri menjauh dan tidak ikut dalam olok-olokan itu. Ia ditanya oleh temannya, "Kenapa kamu tidak ikut mereka?" Anak perempuan itu hanya menjawab "Tidak mau, saya anaknya Tuhan Yesus, kok!".
Jawaban anak perempuan ini tidak akan muncul secara otomatis, namun berasal dari pengetahuan yang ia peroleh sebelumnya. Ternyata anak perempuan tersebut adalah salah satu murid sekolah minggu yang suka mendengarkan cerita-cerita tentang Yesus dan gurunya sering mengajarkan untuk saling mengasihi. Pentingnya sebuah cerita tentang Yesus dan cara penyampaian yang benar, akan melahirkan anak-anak yang bisa menjadi teladan di sekitarnya.
Jika kita dengan penuh sukacita menceritakan firman Tuhan, maka makna (inti) yang disampaikan pun akan bisa diterima dengan sukacita. Nah, tidak ada alasan untuk tidak bercerita dengan anak-anak tentang firman Tuhan. Banyak hal yang selalu bisa kita pelajari, petik, dan aplikasikan sehingga anak-anak pun boleh mengikuti hal-hal yang berkenan di hati Yesus.
Referensi:
Roswitha Ndraha. 2006. Mendisiplin Anak dengan Cerita. Tangerang: Layanan Konseling Keluarga & Karir (LK3)
Marjorie Soderholm. 1972. Menerangkan Keselamatan kepada Anak-anak. Malang: Gandum Mas
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK