Komik 'Dia Hidup di Antara Kita' menampilkan ilustrasi menakjubkan disertai dengan dialog. Ilustrasi ini akan menjamah hati, mengubah hidup, dan mengubah kehidupan pembacanya di masa depan.
Karena keterbatasan tempat atau tenaga pengajar maka ada banyak
gereja yang tidak menyediakan Kelas Batita. Namun sebagian gereja
yang memiliki Kelas Batita sering kali kelas ini hanya difungsikan
sebagai tempat "Penitipan Anak" atau "Arena Bermain Anak".
Bagaimana kita dapat memanfaatkan kelas untuk anak-anak dibawah
usia tiga tahun ini menjadi kesempatan pelayanan yang sesusai
dengan panggilan gereja?
Untuk itu, melalui artikel ini, e-BinaAnak ingin memberikan wawasan
yang lebih luas bagi pengurus/guru-guru Sekolah Minggu untuk
mengenal anak-anak yang masih kecil ini, baik kondisi maupun
kebutuhan-kebutuhannya, khususnya kebutuhan rohaninya. Melalui
sajian kami ini diharapkan pengurus/guru-guru Sekolah Minggu akan semakin
kreatif dalam menyusun bahan materi pengajaran Firman Tuhan dan
juga kegiatan-kegiatannya bagi anak-anak Batita.
Pertama, kita akan melihat terlebih dahulu beberapa ciri khas anak
Usia Batita, kemudian diikuti dengan beberapa penerapan praktis
yang dapat dilakukan oleh Guru Sekolah Minggu.
A. Ciri Khas secara Jasmani
Sangat aktif, senang berlari dan melompat. Oleh karena itu ruang
kelas sebaiknya cukup luas/besar, dan perlu dipikirkan aktivitas
fisik yang menunjang jalannya ibadah. Misalnya: sambil menyanyi
anak diajak mengelilingi ruangan, atau dengan diiringi gerakan
melompat, menari, bertepuk tangan, dsb.
Belum dapat mengatur persendian otot-otot, sehingga mereka tidak
dapat duduk tenang terlalu lama. Jadi, sia-sia saja jika Guru
Sekolah Minggu meminta anak Batita untuk duduk diam mendengarkan Firman
Tuhan lebih dari 10 menit, apalagi bila cara penyampaiannya
seperti "kotbah" yang monoton, monolog dan panjang.
Pita suara belum berkembang secara sempurna. Pada saat bernyanyi
jangan memaksa anak menyanyi dengan nada yang terlalu tinggi
atau dengan suara keras. Tanpa disadari Guru sering meminta anak
batita untuk menyanyi lebih keras. Mereka pikir semakin keras
anak akan semakin bersemangat menyanyi. Hal ini tidak baik
dilakukan, karena akibatnya anak justru menjadi berteriak-teriak
dan membuat suasana gaduh.
B. Ciri Khas secara Mental
Daya konsentrasi sangat pendek dan mudah merasa jemu. Dituntut
kreativitas bagi Guru Sekolah Minggu untuk menyampaikan Firman
Tuhan. 'Teknik bercerita' tidak harus monolog atau hanya
mendengar suara saja, karena akan membuat anak merasa jemu.
Pakailah alat-alat peraga karena anak usia ini masih terbatas
daya tangkapnya.
Kemampuannya membayangkan (abstrak) juga masih sangat rendah.
Rasa ingin tahu sangat besar, suka menjamah benda-benda yang
ditemuinya. Karena itu, Guru perlu mempertimbangkan jenis alat
peraga yang digunakan. Selain harus menarik juga yang tidak
mudah rusak, karena kemungkinan besar anak akan berebut
memegangnya.
Jika tidak memungkinkan untuk dipegang (takut rusak) maka lebih
baik ditempatkan ditempat yang tidak mudah dijangkau oleh
mereka.
Belajar melalui pancaindera (mendengar, melihat, meraba, mencium
dan merasakan). Libatkan sebanyak mungkin pancaindera anak dalam
kegiatan ibadah. Misalnya: mendengar suara-suara (tertawa,
senang, menangis, dll.), melihat gambar-gambar (laki-laki,
wanita, tua, muda dll.) atau memperagakan tindakan-tindakan
(kesakitan, menolong orang, sombong, dll)
Perbendaharaan kata masih sangat terbatas. Sehingga gunakanlah
kata-kata yang sederhana dan konkrit, baik dalam bercerita atau
berdoa. Perlu juga untuk mempertimbangkan pemilihan kata yang
tepat sebelum Guru mempersiapkan sebuah cerita. Misal: kata
"sedih" lebih mudah dimengerti daripada "berdukacita". Jangan
memakai kata-kata abstrak yang sarat dengan konsep, misalnya:
tanggungjawab, keselamatan, kebenaran, keadilan dll. Untuk itu
lebih baik diganti dengan contoh-contoh kehidupan sehari-hari.
Selain itu, karena pikirannya seringkali berjalan lebih cepat
dibanding kemampuan berbicaranya, anak usia batita sering bicara
tergagap-gagap. Guru harus peka terhadap situasi ini dengan
menunjukkan perhatian dan kesabaran dalam menunggu (atau
membantunya) mengungkapkan pikirannya dalam perkataan.
C. Ciri Khas secara Emosi
Menyukai suasana yang sudah dikenal dan takut pada suasana atau
orang yang asing. Untuk mengatasi hal ini jangan terlalu sering
mengganti-ganti pengaturan kelas dan jangan membuat perubahan yang
terlalu mencolok. Bila ada Guru baru, libatkan secara perlahan-
lahan dan bertahap, jangan dalam pertemuan pertama langsung
menyampaikan Firman Tuhan, ada kemungkinan suasana kelas akan
menjadi "mati" (karena anak kurang meresponi). Mulailah dengan
melibatkan guru baru tsb dengan mendampingi guru lama untuk
menyanyi di depan kelas, lalu pada beberapa pertemuan berikutnya,
beri kesempatan pada guru baru untuk memimpin pujian dengan
didampingi guru lama, dan seterusnya sampai anak terbiasa
dengannya. Guru baru dapat menyampaikan Firman Tuhan di depan anak-
anak setelah ia mengenal baik anak-anak dan dikenal oleh anak-anak.
D. Ciri Khas secara Sosial/Pergaulan
Sifat ketergantungan masih besar, namun juga ingin menonjolkan
sifat kemandirian. Jika sudah mampu biarkan anak melakukan hal-
hal yang mampu ia lakukan sendiri. Jika masih didampingi oleh
orang dewasa (ibu/ayah/pengantar), biarkan mereka menunggu dari
jarak yang bisa dilihat oleh anak, tapi jangan terlalu dekat.
Egosentris, egoistis. Anak batita cenderung memperlakukan anak
lain yang seumur dengannya sebagai suatu benda dan bukan suatu
pribadi. Ia belum bisa bermain "dengan" anak lain dalam arti
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam bermain dengan anak-
anak lain perlu pengawasan dari orang dewasa supaya tidak saling
menyakiti satu dengan yang lain.
Suka mengatakan "tidak" dan memang dalam usia ini anak sedang
berada dalam masa/tahap "menentang". Selain itu anak juga
seringkali "menguji" lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.
Anak-anak perlu mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh
dilakukannya. Kadang tingkah laku mereka yang paling mengganggu
pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk mengetahui apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukannya - mereka senang melakukan
eksperimen. Oleh karena itu orang dewasa harus tegas, jika perlu
berikan penghukuman ringan untuk kesalahan yang dilakukan supaya
mereka tahu bahwa yang dilakukannya adalah salah.
E. Ciri Khas secara Kerohanian
Meniru tingkah laku orang dewasa, termasuk juga sikapnya
terhadap Tuhan. Untuk itu selain mengajar kebenaran Alkitab,
berilah juga contoh yang tepat. Banyak kebenaran yang tak dapat
dipahami, namun dapat dirasakan. Sikap dan tingkah laku guru
harus membuat mereka memahami arti hidup yang beribadah kepada
Tuhan. Misal: sikap dalam berdoa, dalam berhubungan/berbicara
dengan orang lain.
Anak juga memiliki kebutuhan rohani. Ia dapat memahami kasih
Allah dan hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Namun demikian
tidak mudah menjelaskan pertanyaan "seperti apakah Allah itu".
Oleh karena itu orang dewasa perlu menolong mereka untuk
menyadari keberadaan dan keterlibatan Tuhan dalam setiap aspek
kehidupan.
Dengan demikian mereka akan belajar bahwa sekalipun Allah tidak
dapat di lihat tapi Allah ada dan dapat dirasakan karena Allah
juga sayang kepada anak-anak.