Mengenal Anak Batita (Umur 2-3 Tahun)


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Karena keterbatasan tempat atau tenaga pengajar maka ada banyak gereja yang tidak menyediakan Kelas Batita. Namun sebagian gereja yang memiliki Kelas Batita sering kali kelas ini hanya difungsikan sebagai tempat "Penitipan Anak" atau "Arena Bermain Anak". Bagaimana kita dapat memanfaatkan kelas untuk anak-anak dibawah usia tiga tahun ini menjadi kesempatan pelayanan yang sesusai dengan panggilan gereja?

Untuk itu, melalui artikel ini, e-BinaAnak ingin memberikan wawasan yang lebih luas bagi pengurus/guru-guru Sekolah Minggu untuk mengenal anak-anak yang masih kecil ini, baik kondisi maupun kebutuhan-kebutuhannya, khususnya kebutuhan rohaninya. Melalui sajian kami ini diharapkan pengurus/guru-guru Sekolah Minggu akan semakin kreatif dalam menyusun bahan materi pengajaran Firman Tuhan dan juga kegiatan-kegiatannya bagi anak-anak Batita.

Pertama, kita akan melihat terlebih dahulu beberapa ciri khas anak Usia Batita, kemudian diikuti dengan beberapa penerapan praktis yang dapat dilakukan oleh Guru Sekolah Minggu.

A. Ciri Khas secara Jasmani

  1. Sangat aktif, senang berlari dan melompat. Oleh karena itu ruang kelas sebaiknya cukup luas/besar, dan perlu dipikirkan aktivitas fisik yang menunjang jalannya ibadah. Misalnya: sambil menyanyi anak diajak mengelilingi ruangan, atau dengan diiringi gerakan melompat, menari, bertepuk tangan, dsb.
  2. Belum dapat mengatur persendian otot-otot, sehingga mereka tidak dapat duduk tenang terlalu lama. Jadi, sia-sia saja jika Guru Sekolah Minggu meminta anak Batita untuk duduk diam mendengarkan Firman Tuhan lebih dari 10 menit, apalagi bila cara penyampaiannya seperti "kotbah" yang monoton, monolog dan panjang.
  3. Pita suara belum berkembang secara sempurna. Pada saat bernyanyi jangan memaksa anak menyanyi dengan nada yang terlalu tinggi atau dengan suara keras. Tanpa disadari Guru sering meminta anak batita untuk menyanyi lebih keras. Mereka pikir semakin keras anak akan semakin bersemangat menyanyi. Hal ini tidak baik dilakukan, karena akibatnya anak justru menjadi berteriak-teriak dan membuat suasana gaduh.

B. Ciri Khas secara Mental

  1. Daya konsentrasi sangat pendek dan mudah merasa jemu. Dituntut kreativitas bagi Guru Sekolah Minggu untuk menyampaikan Firman Tuhan. 'Teknik bercerita' tidak harus monolog atau hanya mendengar suara saja, karena akan membuat anak merasa jemu. Pakailah alat-alat peraga karena anak usia ini masih terbatas daya tangkapnya. Kemampuannya membayangkan (abstrak) juga masih sangat rendah.
  2. Rasa ingin tahu sangat besar, suka menjamah benda-benda yang ditemuinya. Karena itu, Guru perlu mempertimbangkan jenis alat peraga yang digunakan. Selain harus menarik juga yang tidak mudah rusak, karena kemungkinan besar anak akan berebut memegangnya. Jika tidak memungkinkan untuk dipegang (takut rusak) maka lebih baik ditempatkan ditempat yang tidak mudah dijangkau oleh mereka.
  3. Belajar melalui pancaindera (mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasakan). Libatkan sebanyak mungkin pancaindera anak dalam kegiatan ibadah. Misalnya: mendengar suara-suara (tertawa, senang, menangis, dll.), melihat gambar-gambar (laki-laki, wanita, tua, muda dll.) atau memperagakan tindakan-tindakan (kesakitan, menolong orang, sombong, dll)
  4. Perbendaharaan kata masih sangat terbatas. Sehingga gunakanlah kata-kata yang sederhana dan konkrit, baik dalam bercerita atau berdoa. Perlu juga untuk mempertimbangkan pemilihan kata yang tepat sebelum Guru mempersiapkan sebuah cerita. Misal: kata "sedih" lebih mudah dimengerti daripada "berdukacita". Jangan memakai kata-kata abstrak yang sarat dengan konsep, misalnya: tanggungjawab, keselamatan, kebenaran, keadilan dll. Untuk itu lebih baik diganti dengan contoh-contoh kehidupan sehari-hari. Selain itu, karena pikirannya seringkali berjalan lebih cepat dibanding kemampuan berbicaranya, anak usia batita sering bicara tergagap-gagap. Guru harus peka terhadap situasi ini dengan menunjukkan perhatian dan kesabaran dalam menunggu (atau membantunya) mengungkapkan pikirannya dalam perkataan.

C. Ciri Khas secara Emosi

Menyukai suasana yang sudah dikenal dan takut pada suasana atau orang yang asing. Untuk mengatasi hal ini jangan terlalu sering mengganti-ganti pengaturan kelas dan jangan membuat perubahan yang terlalu mencolok. Bila ada Guru baru, libatkan secara perlahan- lahan dan bertahap, jangan dalam pertemuan pertama langsung menyampaikan Firman Tuhan, ada kemungkinan suasana kelas akan menjadi "mati" (karena anak kurang meresponi). Mulailah dengan melibatkan guru baru tsb dengan mendampingi guru lama untuk menyanyi di depan kelas, lalu pada beberapa pertemuan berikutnya, beri kesempatan pada guru baru untuk memimpin pujian dengan didampingi guru lama, dan seterusnya sampai anak terbiasa dengannya. Guru baru dapat menyampaikan Firman Tuhan di depan anak- anak setelah ia mengenal baik anak-anak dan dikenal oleh anak-anak.

D. Ciri Khas secara Sosial/Pergaulan

  1. Sifat ketergantungan masih besar, namun juga ingin menonjolkan sifat kemandirian. Jika sudah mampu biarkan anak melakukan hal- hal yang mampu ia lakukan sendiri. Jika masih didampingi oleh orang dewasa (ibu/ayah/pengantar), biarkan mereka menunggu dari jarak yang bisa dilihat oleh anak, tapi jangan terlalu dekat.
  2. Egosentris, egoistis. Anak batita cenderung memperlakukan anak lain yang seumur dengannya sebagai suatu benda dan bukan suatu pribadi. Ia belum bisa bermain "dengan" anak lain dalam arti yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam bermain dengan anak- anak lain perlu pengawasan dari orang dewasa supaya tidak saling menyakiti satu dengan yang lain.
  3. Suka mengatakan "tidak" dan memang dalam usia ini anak sedang berada dalam masa/tahap "menentang". Selain itu anak juga seringkali "menguji" lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Anak-anak perlu mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Kadang tingkah laku mereka yang paling mengganggu pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk mengetahui apa yang boleh atau tidak boleh dilakukannya - mereka senang melakukan eksperimen. Oleh karena itu orang dewasa harus tegas, jika perlu berikan penghukuman ringan untuk kesalahan yang dilakukan supaya mereka tahu bahwa yang dilakukannya adalah salah.

E. Ciri Khas secara Kerohanian

  1. Meniru tingkah laku orang dewasa, termasuk juga sikapnya terhadap Tuhan. Untuk itu selain mengajar kebenaran Alkitab, berilah juga contoh yang tepat. Banyak kebenaran yang tak dapat dipahami, namun dapat dirasakan. Sikap dan tingkah laku guru harus membuat mereka memahami arti hidup yang beribadah kepada Tuhan. Misal: sikap dalam berdoa, dalam berhubungan/berbicara dengan orang lain.
  2. Anak juga memiliki kebutuhan rohani. Ia dapat memahami kasih Allah dan hal-hal yang berhubungan dengan Allah. Namun demikian tidak mudah menjelaskan pertanyaan "seperti apakah Allah itu". Oleh karena itu orang dewasa perlu menolong mereka untuk menyadari keberadaan dan keterlibatan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Dengan demikian mereka akan belajar bahwa sekalipun Allah tidak dapat di lihat tapi Allah ada dan dapat dirasakan karena Allah juga sayang kepada anak-anak.

Kategori Bahan PEPAK: Anak - Murid

Sumber
Judul Buku: 
Pembaruan Mengajar
Pengarang: 
Dr. Mary Go Setiawani
Halaman: 
21 - 22
Penerbit: 
Yayasan Kalam Hidup
Kota: 
Bandung

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar