Pada dasarnya, kasih kristiani itu berarti siap mengorbankan kepentingan sendiri. Bahkan lewat pengorbanan seperti yang dilakukan Yesus, yaitu dengan mengorbankan nyawa-Nya. Sesungguhnya, menurut Yesus, pernyataan kasih yang terbesar adalah bila orang rela memberikan nyawanya sendiri untuk sahabat-sahabatnya. Dalam hidup kita sehari-hari, pengorbanan diri seperti itu diungkapkan dengan mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita sendiri.
Beberapa tahun yang lalu Gale Sayers, seorang pemain sepakbola profesional, menulis sebuah buku yang berjudul I am Third (Tuhan yang pertama, sesama kedua, dan saya sendiri yang ketiga). Buku ini adalah tandingan yang menyegarkan bagi buku yang paling laris saat itu, yakni Looking out for Number One (artinya, Mementingkan Diri Sendiri.) Yang terakhir disebutkan ini, mencerminkan jalan pikiran modern yang semakin populer. Gaya hidup itu kira-kira semacam ini: Saya yang nomor satu; saya akan memikirkan kebutuhan-kebutuhan orang lain hanya sepanjang hal-hal tersebut membantu saya mencapai tujuan saya, atau hanya sejauh saya tak menyalahi hak-hak asasi mereka. Menurut buku ini, kasih adalah egois dan seharusnya demikian. Sifat tidak mementingkan diri dianggap sebagai egoisme yang tersembunyi.
Mengingat semakin populernya pandangan hidup seperti ini, orang Kristen akan mudah sekali terpengaruh olehnya. Tujuan kasih menjadi semakin egosentris. Memperhatikan diri sendiri dinilai lebih positif dan lebih "jujur", sedangkan sikap tak memikirkan diri sendiri dipandang dengan penuh rasa curiga. Jika kita dihadapkan pada pandangan semacam itu, kita harus mempelajari anggapan-anggapan apa yang berada di balik pandangan hidup serupa itu. Robert Ringer, penulis Looking Our for Number One menyatakan berhutang budi kepada Ayn Rand untuk sebagian dari pandangan-pandangannya. Beberapa kali Robert Ringer menunjuk kepada buku Ayn Rand yang berjudul The Virtue of Selfishness (Kebaikan Sifat Mementingkan Diri). Seperti yang dinyatakan oleh judulnya, buku ini mengagungkan egoisme dan menolak sifat yang mendahulukan orang lain sebagai naif, bahkan membahayakan. Pandangan Rand tentang dunia, menempatkan manusia sebagai pusat dari segala sesuatu. Tak ada tuhan selain diri manusia sendiri. Dan mendahulukan kepentingan sendiri hanyalah tanggapan yang cocok untuk kenyataan ini.
Orang Kristen mempunyai segi pandangan yang berbeda. Saya bukanlah
pusat dari segala sesuatu. Saya bahkan bukan pusat dari kehidupan
saya sendiri. Tuhanlah pusat segala sesuatu dan pusat dari kehidupan
manusia. Terlepas dari Tuhan, prinsip mementingkan diri sendiri itu
memang berlaku bagi saya. Tingkah laku saya akan dikuasai oleh
kepentingan diri sendiri. Tapi dalam ciptaan baru, segala-galanya
menjadi lain. Hidup saya ini saya peroleh dari Yesus, dan cara Yesus
mengasihi itu tidak berdasarkan kepentingan diri-Nya sendiri. Rasul
Paulus menulis, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah
itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri" (
Memang benar, mendahulukan orang lain itu bisa menyusahkan. Prinsip ini mempunyai penerapan yang amat praktis namun yang juga dapat merugikan. Waktu dan uang adalah contoh yang tepat. Seumpama saya mempunyai uang sedikit. Jika uang itu saya berikan kepada Anda, saya telah menjalankan kasih kristiani. Tetapi uang saya pun berkurang. Atau contoh lain, seandainya waktu luang saya itu saya gunakan untuk melayani orang lain, maka saya tak punya waktu bagi keperluan saya pribadi. Kita tak dapat mengelak kenyataan bahwa kadang-kadang kasih kristiani dapat merugikan kita.
TAK PERNAH MENOLAK?
Walaupun kita harus melayani sesama serta mendahulukan mereka, itu bukan berarti bahwa kita tak boleh menampik kesempatan-kesempatan untuk melayani sesama kita. Saya katakan demikian, sebab banyak dari kita merasa sukar untuk mengatakan tidak. Tetapi "tidak" bukanlah kata umpatan. Adakalanya kita tak dapat melakukan apa yang dikehendaki oleh orang lain, dan kadang-kadang kita sebaiknya tidak mengabulkan permintaan mereka meskipun kita mampu.
Seorang wanita bernama Beth bekerja sebagai penerima tamu suatu organisasi Kristen. Bila anggota staf organisasi itu menelpon ke kantor tempat ia bekerja, tak jarang mereka memberikan sedikit tugas untuk diurusi oleh "seseorang". Karena Beth bertugas sebagai penerima telpon, maka ialah yang lebih banyak mendapat tugas-tugas semacam itu. Meskipun sudah sepantasnya ia menolak beberapa permintaan mereka yang kurang penting, agar kita bisa mengurusi hal- hal yang lebih penting, tetapi Beth merasa amat sukar untuk menampik permintaan mereka. "Jika saya seharusnya mengasihi mereka," pikirnya, "Bagaimana saya bisa sampai hati mengecewakan mereka?" Beth salah mengartikan kasih kristiani. Ia beranggapan bahwa mengasihi sesama itu artinya tak pernah menolak permintaan orang lain. Janganlah kita berpura-pura seakan-akan kemampuan kita tak mempunyai batas. Kita mempunyai batas. Ini artinya, kadang-kadang kita harus menolak permohonan, bahkan yang masuk akal pun.
Ada saat-saat lain juga kita harus mengatakan tidak. Seorang pria bekerja di sebuah bank yang salah satu prosedur pemberian kredit itu kelihatannya menipu nasabah-nasabah mengenai biaya yang sebenarnya dalam peminjaman uang. Atasan pria tersebut meminta supaya mengabaikan saja masalah itu, tetapi pria tersebut menolak. Ia tak bisa mengabulkan permintaan atasannya. Ada waktu-waktu seperti ini di mana tindakan kita harus mengecewakan orang lain. Kasih tak memerintahkan kita untuk selalu menyenangkan hati semua orang.
Demikin juga, menjadi orang yang mengasihi sesamanya tak berarti bahwa kita harus selalu jadi "orang yang baik hati". Orang yang baik hati adalah orang yang tidak merusak suasana, ia tidak pernah marah, dan tak pernah menentang.
Kasih Yesus tidak suka bertengkar, tetapi juga tak takut menentang. Yesus mengasihi Petrus. Tetapi ketika Petrus mendesak agar Yesus tidak meneruskan perjalanan-Nya yang terakhir ke Yerusalem, Yesus dengan keras menegur sahabat-Nya, "Enyahlah Iblis." Ia takkan membiarkan Petrus menganjurkan-Nya untuk mengambil jurusan yang berbeda dari kehendak Bapa-Nya.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK