Aplikasi Komik Kitab Suci sangat cocok untuk anak-anak remaja karena cara penyajiannya yang lucu dan segar karena menggunakan bahasa yang sederhana dan gaul.
Belajar adalah suatu proses. Artinya kegiatan belajar terjadi secara
dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan
dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan
(knowledge) atau perilaku (behavior).
Dua anak yang tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang sama dan
meskipun mendapat perlakuan yang sama, belum tentu akan memiliki
pemahanan, pemikiran dan pandangan yang sama terhadap dunia
sekitarnya. Masing-masing memiliki cara pandang sendiri terhadap
setiap peristiwa yang dilihat dan dialaminya. Cara pandang inilah
yang kita kenal sebagai "Gaya Belajar".
Kata "belajar" yang sering dipersepsikan sebagai tindakan murid
duduk diam di dalam kelas, mendengarkan penjelasan guru, dan membaca
textbook BUKANLAH arti "belajar" yang sebenarnya yang akan kita
bahas dalam artikel ini.
Belajar sebenarnya mengandung arti bagaimana kita menerima informasi
dari dunia sekitar kita dan bagaimana kita memproses dan menggunakan
informasi tersebut. Mengingat setiap individu memiliki keunikan
tersendiri dan tidak pernah ada dua orang yang memiliki pengalaman
hidup yang sama persis, hampir dipastikan bahwa "Gaya Belajar"
masing-masing orang berbeda satu dengan yang lain. Namun, di tengah
segala keragaman "Gaya Belajar" tsb, banyak ahli mencoba menggunakan
klasifikasi atau pengelompokan "Gaya Belajar" untuk memudahkan kita
semua, khususnya para guru, dalam menjalankan tugas pendidikan
dengan lebih strategis.
B. Gaya Belajar Menurut David Kolb
Tanpa disadari dan direncanakan sebelumnya, setiap anak memiliki
cara belajarnya sendiri. Mencoba mengenali "Gaya Belajar" anak, dan
tentunya setelah guru mengenali "Gaya Belajar"nya sendiri, akan
membuat proses belajar-mengajar jauh lebih efektif.
Dari sekian banyak teori atau temuan mengenai "Gaya Belajar", dalam
kesempatan ini kita akan membahas sebuah model yang dikemukakan oleh
David Kolb (Styles of Learning Inventory, 1981).
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub (a-d) kecenderungan
seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain:
Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi
pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan
sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar,
anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap
perubahan yang dihadapinya.
Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis
logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman
intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Dalam proses
belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis serta
mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum
menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan
selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses
belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk
membentuk opini/pendapat.
Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi
kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan
mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar,
anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan
pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya.
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak
didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya
terjadi adalah kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu
kecenderungan atau orientasi belajar. Empat kutub di atas membentuk
empat kombinasi gaya belajar.
Pada model di atas, empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka
1 hingga 4, dengan penjelasan seperti di bawah ini:
Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching).
Anak dengan tipe Diverger unggul dalam melihat situasi kongkret
dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap
situasi adalah "mengamati" dan bukan "bertindak". Anak seperti
ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan
ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta
suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching).
Anak dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami
berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu
format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya anak tipe ini
kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta
konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak
dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari
berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang
baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka
juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif)
daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
Gaya Accomodator
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing).
Anak dengan tipe Accommodator memiliki kemampuan belajar yang
baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri.
Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai
pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak
berdasarkan intuisi / dorongan hati daripada berdasarkan analisa
logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya
mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan /
informasi) dibanding analisa teknis.
Menyimak berbagai gaya belajar di atas, sebagai guru perlu kiranya
kita tetap sensitif terhadap strategi belajar kita sendiri, yang
mungkin sama atau sama sekali berbeda dengan orientasi belajar
peserta didik di kelas. Perbedaan itu dapat menimbulkan kesulitan
dalam kegiatan belajar-mengajar (dalam interaksi, komunikasi,
kerjasama, dan penilaian).
Jika mengajar kita pahami sebagai kesempatan membantu peserta didik
untuk belajar, maka kita harus berusaha membantu mereka memahami
"Style of Learning"nya, dengan tujuan meningkatkan segi-segi yang
kuat dan memperbaiki sisi-sisi yang lemah dari padanya.