Anak dan Gereja


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

"Apakah ini memang benar rumah Allah?"

"Mengapa kamu bertanya begitu, Jimmy?"

"Habis, kalau saya datang ke sini Dia tidak pernah ada di rumah."

Sebagai seorang anak berusia lima tahun, wajar jika Jimmy bertanya seperti itu. Ia memahami dan menggunakan kata-kata dalam pengertian harfiah. Derek memberi reaksi yang hampir sama saat diberitahu bahwa ia sedang berada di rumah Allah.

"Di mana kamar tidur-Nya?" tanyanya.

GEREJA DARI SUDUT PANDANG ANAK

Bagi seorang anak, gereja dapat merupakan suatu tempat yang menarik sekaligus misterius. Gereja senantiasa dikaitkan dengan Allah. Dari ungkapan seperti "rumah Tuhan," anak menyimpulkan bahwa gereja merupakan tempat kediaman Allah secara fisik. Namun, tatkala ia juga diberitahu bahwa Allah berada di surga, ia menjadi bingung. Meskipun kesalahpahaman semacam ini biasanya dapat dijelaskan sebatas si anak merasa puas, pemahaman anak-anak tentang gereja, khususnya di bawah usia enam tahun, masih sangat terbatas.

Proses berpikir anak tentang pengertian gereja adalah sama dengan proses berpikirnya tentang masalah-masalah lain. Sudut pandang anak sering didominasi oleh kesan dari faktor-faktor yang seringkali tidak relevan. Anak-anak kecil sering mengungkapkan keunikan gereja dipandang dari ciri-ciri fisik, seperti menara yang menjulang tinggi, jendela-jendela dengan warna-warni, deretan bangku atau pintu-pintu yang besar.

Sebagian anak cenderung memandang perayaan-perayaan khusus yang mereka saksikan, seperti pernikahan, penguburan atau baptisan, sebagai fungsi gereja yang paling penting. Jubah, kerah baju yang dirancang khusus untuk pendeta, dan kitab besar seringkali tergambar dengan jelas di benak anak sebagai fungsi paling penting dari sebuah gereja. Bahkan ciri-ciri fisik yang tampaknya kurang menonjol dan kejadian-kejadian khusus tertentu dapat mendominasi pikiran kekanak- kanakan tentang seperti apa gereja itu.

Jennie yang berusia empat tahun memprotes bahwa dengan mengikuti kebaktian padang (di luar gedung gereja) "Saya tidak sungguh-sungguh pergi ke gereja, karena saya tidak memakai sepatu putih yang biasa saya pakai ke gereja."

Anak kecil cenderung memusatkan perhatian pada beberapa faktor yang tidak penting. Dan ia yakin bahwa seperti itulah gereja.

MENGAPA KITA KE GEREJA

Anak kecil memiliki wawasan yang amat sempit mengenai tujuan pergi ke gereja. Tindakan-tindakan spesifik seperti mendengarkan cerita, menyanyikan lagu-lagu, membawa Alkitab, menggambar, dan makan kue- kue merupakan beberapa ungkapan yang menyatakan tujuan pergi ke gereja.

"Karena hari ini hari Minggu";
"Agar Papa bisa tidur"; dan
"Supaya Allah senang";

Pernyataan-pernyataan di atas merupakan beberapa penjelasan yang sering diberikan anak usia empat tahun tentang mengapa kita pergi ke gereja. Anak memberikan jawaban-jawaban seperti ini secara amat serius. Ia yakin bahwa alasan-alasan yang disebutnya itu memang tujuan sebenarnya pergi ke gereja.

Bahkan anak yang dapat memberi jawaban yang benar sekalipun, seperti "Untuk belajar tentang Allah"; "Untuk menyembah Allah"; atau "Untuk mempelajari Alkitab" biasanya tidak memiliki konsep yang memadai tentang apa sebenarnya makna kata-kata itu. Jika ditanya lebih jauh, akan tampak bahwa jawaban-jawaban itu seringkali hanyalah hafalan atau pengulangan pernyataan-pernyataan yang mereka dengar dari orang dewasa. Bahkan para murid Sekolah Dasar belum begitu jelas apa tujuan ke gereja, meski orangtua dan guru berusaha keras untuk menjelaskannya.

Di balik jawaban yang diutarakannya, anak masih memiliki pandangan yang kabur bahwa pergi gereja merupakan semacam transaksi dagang dengan Allah, yakni memenuhi kewajiban pada Allah agar ia diberkati. Atau, dari sisi negatif, menghadiri gereja dimaksudkan supaya Allah tidak marah. Pada umumnya hal ini disebabkan karena bagi mereka pergi ke gereja bukanlah sesuatu yang penting.

Meskipun anak mungkin memiliki perasaan positif atau negatif tentang apa yang dialaminya di gereja, menghadiri atau tidak menghadiri kebaktian bukanlah keputusan yang benar-benar diambilnya. Orang- orang dewasa dalam kehidupannyalah yang biasanya memutuskan agar ia pergi ke gereja. Mereka memberitahu kapan harus berangkat. Kemudian orangtua mengantar dan menjemputnya kembali. Si anak bisa senang, bisa juga tidak senang dengan keputusan itu; tetapi tujuan ke gereja bukanlah masalah yang harus dipecahkan anak itu. Dalam berbagai situasi yang memberi kesempatan bagi anak untuk mengambil keputusan, alasan untuk ke gereja lebih berkaitan dengan keinginan untuk bersama dengan teman-teman, menyukai gurunya atau demi kesenangan, daripada memahami makna rohani yang sebenarnya.

Pengertian yang kabur tentang alasan ke gereja ini juga tampak dalam kesadaran identitas agama si anak. Meskipun banyak anak usia lima sampai tujuh tahun yang dapat menyatakan bahwa mereka anggota gereja Baptis, Katolik atau Nazarene, nama-nama denominasi gereja itu tidak benar-benar mereka pahami. Mereka sering bingung antara pengertian denominasi dengan perbedaan-perbedaan etnis (misalnya, "Saya bukanlah seorang Baptis. Saya orang Amerika!") Pada tahun-tahun awal di Sekolah Dasar, anak-anak biasanya mulai mengerti, paling tidak ciri-ciri utama yang membedakan denominasi mereka dari kelompok lain.

APA YANG KITA LAKUKAN DI GEREJA

Makna tindakan-tindakan tertentu dalam beribadah sulit dimengerti anak. Karena anak berpikir secara harafiah, simbol-simbol sakramen dan upacara gereja seringkali hanya dipahami secara dangkal. Misalnya, aspek-aspek fisik dari perjamuan kudus dan baptisan dapat dengan mudah disebut oleh seorang anak tanpa ia mengerti apa yang dimaksudkan. Kesalahmengertian dapat terjadi bahkan meskipun anak itu mampu menerangkan dengan kata-kata yang benar.

"Kalau mama memandikan saya, ia melepaskan pakaian saya," demikian pernyataan Angie saat mengamati sakramen baptis selam untuk pertama kalinya.

Benda-benda yang dipakai dalam sakramen juga cenderung mendominasi pikiran anak kecil sehingga benda-benda itu mengesampingkan makna simbol-simbol yang sebenarnya. Penjelasan makna tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dalam diri anak. Jawaban-jawaban yang diberikan orang dewasa harus sesederhana mungkin dan memakai kata-kata yang dapat dipahami anak. Orangtua yang bijaksana menjelaskan tentang Perjamuan Kudus seperti ini: "Yesus mengatakan kepada kita dalam Alkitab agar kita mengadakan waktu khusus ini untuk mengingat betapa Dia mengasihi kita."

Persembahan adalah hal yang amat menggugah rasa ingin tahu anak kecil. Gordon yang berusia lima tahun mengejutkan orangtuanya ketika pada suatu Hari Minggu ia bercerita dengan bangga bahwa Yesus hadir di kelas Sekolah Minggunya. Setelah diteliti lebih lanjut, mereka menemukan bahwa ada petugas yang mengambil kantong kolekte ke ruangan itu. Gordon pikir orang itu adalah Yesus. Selama ini guru Gordon menjelaskan bahwa anak-anak memberikan uang mereka kepada Yesus. Dan dalam pikiran harafiah Gordon, kesimpulan apa lagi yang lebih logis selain itu! Gordon dan teman-temannya memerlukan penjelasan yang lebih spesifik dan akurat untuk apa uang persembahan itu.

Selain itu, karena anak kecil biasanya tidak memberikan sesuatu yang menjadi miliknya, tetapi sekadar menyerahkan uang yang diberikan orangtua, maka memberikan persembahan memiliki nilai yang amat terbatas dalam belajar untuk berbagi. Mencoba membangun suatu kebiasaan dalam diri anak sebelum ia dapat memahami mengapa ia bertindak demikian, tampaknya bukanlah tindakan yang tepat baik dari segi pendidikan maupun alkitabiah. Para orangtua dan guru perlu menjelaskan dengan istilah sederhana bahwa "kita mempersembahkan uang karena kita mengasihi Allah dan orang lain." Selain itu, dengan memperlihatkan barang-barang (Alkitab, buku-buku cerita, bahan-bahan dan perlengkapan lain) kepada anak-anak serta menjelaskan bahwa semua itu dibeli dengan uang persembahan, akan memperjelas konsep ini. Ketika anak-anak sudah saatnya diberi atau memperoleh uang sendiri, doronglah mereka untuk memberikan persembahan yang berasal dari uang mereka sendiri.

Kategori Bahan PEPAK: Anak - Murid

Sumber
Judul Buku: 
Mengenalkan Allah Kepada Anak (Terjemahan dari Teaching Your Child About God)
Pengarang: 
Wes Haystead
Halaman: 
76 - 80
Penerbit: 
Yayasan Gloria
Kota: 
Yogyakarta
Tahun: 
1996

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar