Bahwa tugas mengajar merupakan perkerjaan yang sangat mulia,
diperlihatkan oleh Paulus dengan mengemukakan adanya karunia
mengajar yang diberikan Allah kepada jemaat (Efesus 4:11-13;
Roma 12:6-8). Guru dan pelayanan mengajar merupakan pemberian Allah.
Roh Kudus yang memberikannya (1Korintus 12:11,28). Sesungguhnya
tugas keguruan sejajar dengan tugas pemberitaan Injil, gembala
sidang, dan rasul di dalam jemaat. Karena itu, tugas keguruan harus
dipikul orang percaya dengan sungguh-sungguh. Tugas itu tentulah
menuntut kualitas (Roma 12:7). Bobot di sini tidak saja menyangkut
penguasaan materi pengajaran, seperti pemahaman Kitab Suci, tetapi
juga mencakup dimensi dimensi moral, etis, dan spiritual --
"perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian hidup"
(1Timotius 4:12,13,16). Selain itu pengajaran pun harus selalu
selaras dengan kehidupan. Keduanya sama-sama berbicara dengan tegas
(bandingkan dengan Titus 2:7).
Dalam suratnya Paulus mendesak agar profesi keguruan mendapat
penghargaan yang layak dari jemaat, atau orang-orang yang mendapat
pengajaran. Ia mengimbau agar mereka yang menerima pengajaran,
menopang kehidupan pengajarnya secara finansial. "Dan baiklah dia,
yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang
ada padanya dengan orang yang membagikan pengajaran itu"
(Galatia 6:6). Dalam kesempatan lain, Paulus pun menegaskan bahwa penatua-
penatua jemaat dengan profesi mengajar, patut mendapat penghormatan
ekstra "dua kali lipat" (1Timotius 5:17). Yang tersirat dalam
pemahaman Paulus tentang profesi guru dalam hal ini bukanlah dari
segi finansial, melainkan dari segi panggilan yang sangat berharga
dari Allah. Allah ingin membangun jemaat-Nya, Allah ingin menguatkan
iman orang-orang percaya. Perkara itu dilakukan-Nya melalui guru-
guru yang diangkat-Nya. Hal itu memberi makna bahwa tugas keguruan
bukanlah profesi "kelas dua". Karena itu, mereka yang menjadi guru
tidak boleh terus tenggelam dalam perasaan inferior. Sama sekali
tidak boleh.
Jika kita dipanggil Tuhan ke dalam tugas pelayanan, Ia pasti akan
melengkapi kita dengan kemampuan, visi, dan motivasi. Meskipun
demikian, demi pelayanan yang berkualitas dalam membangun hidup
orang lain, kita dituntut untuk terus meningkatkan bobot pengetahuan
dan keterampilan. Hal demikian justru akan menampilkan jati diri
kerohanian kita yang sesungguhnya. Tidak ada alasan bagi kita untuk
tidak mengajar, menyampaikan kebenaran dari Tuhan yang berkuasa
membangun kehidupan baru. Keterampilan mengajar dapat kita pelajari,
latih, dan kembangkan!
Pemikiran tentang panggilan pelayanan, khususnya tugas mengajar,
perlu kita kembangkan secara konstektual, berakar dalam pemahaman,
dan komitmen kristiani yang teguh serta mendasar. Dengan kata lain,
nilai-nilai iman kristiani haruslah mewarnai kita di dalam mengemban
tugas dan panggilan keguruan, baik di rumah, di gereja maupun di
sekolah. Di mana saja pekerjaan Tuhan diembankan kepada kita.