Bagaimanakah caranya sehingga anak Anda dapat mempunyai keberanian?
Apakah hal ini dapat diajarkan di ruang kelas, atau ditelan seperti
pil vitamin? Jelas tidak. Sama seperti nilai-nilai lainnya, hal ini
harus diajarkan dengan cara memberi teladan. Berikut ini ada
beberapa cara untuk membuat agar anak menjadi berani:
Pertama-tama, anak-anak (dan orang dewasa) perlu menginsafi
bahwa ketakutan itu bukanlah sesuatu yang memalukan; bahwa
seseorang sewaktu-waktu merasa takut itu merupakan sesuatu yang
normal. Berani bukan berarti tidak pernah merasa takut --
melainkan berarti bertindak walaupun takut. Perbedaan antara
pemberani dan pengecut ialah pemberani bersedia menghadapi
masalah dan pengecut melarikan diri dari masalah.
Mulailah mengajarkan agar anak Anda menjadi berani pertama-tama,
dengan menanggulangi ketakutan-ketakutan tertentu yang ada pada
anak Anda. Seorang anak kecil mungkin akan takut terhadap
kegelapan, takut suara, takut ditinggalkan sendiri atau takut
terhadap orang-orang yang belum dikenalnya. Anak yang sudah agak
besar akan mempunyai perasaan takut untuk ditolak oleh teman-
teman sebaya, takut gagal, takut kehilangan orang yang dikasihi,
atau (menurut hasil survai terakhir) takut terhadap kemungkinan
bencana nuklir.
Apapun yang ditakuti anak itu, langkah pertama untuk dapat
menghadapi hal itu dengan berani ialah dengan menyebutkan hal
itu. Tolonglah anak Anda mengindentifikasikan apa yang
ditakutinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat menyelidiki alasan-alasan di balik tingkah laku yang
penuh ketakutan yang dapat Anda lihat seperti misalnya, tidak
mau memasuki ruangan gelap sendirian; kegelisahan yang
berlebihan tentang "apa yang akan dikatakan oleh teman-teman
tentang diri saya", sering menyebut-nyebut soal perceraian orang
tua kawannya.
Jika ketakutannya itu merupakan ketakutan yang bersifat lahiriah
(seperti takut terhadap anjing atau kegelapan) cobalah dengan
mengadakan pendekatan bersama-sama -- tetapi jangan paksakan hal
ini pada anak yang tidak mau. Tentu saja memberikan julukan
seperti "pengecut" atau "penakut" justru akan membuat masalahnya
menjadi lebih parah lagi. Biarkan anak itu selama beberapa
waktu, setelah beberapa hari atau kalau perlu, beberapa minggu,
untuk mengatasi masalah ketakutan itu secara berangsur-angsur.
Setiap kali Anda melihat bahwa ia menjadi bertambah berani,
berilah pujian atas keberaniannya itu.
Jika ketakutannya itu mengenai sesuatu yang tidak dapat diraba
(misalnya takut seseorang yang dikasihi itu akan meninggal
dunia), Anda perlu berbicara secara realistik tentang kasus itu,
tanpa menyangkali bahwa kejadian atau keadaan yang ditakuti
memang dapat terjadi. (Anak itu biasanya mengetahui bahwa hal
menyedihkan memang mungkin terjadi, walaupun Anda mengatakan
secara tersamar.) Anda dapat membicarakan tentang kecilnya
kemungkinan kejadian semacam itu, tetapi Anda juga perlu
membahas bagaimana anak dan keluarga Anda seharusnya
menanggulangi hal itu.
Pada tahap ini kepercayaan pribadi Anda pada kasih Allah
sangatlah menentukan. Anak Anda perlu melihat bahwa keyakinan
Anda dalam menghadapi masa depan, apapun yang akan terjadi,
dilandaskan pada keyakinan bahwa Allah mengendalikan segala
sesuatu. Memang dunia kita ini sangat menakutkan, dengan masa
depannya yang tak menentu -- tetapi kita dapat hidup dengan
penuh keberanian karena Allah berjanji akan menjadikan kita
"lebih daripada orang-orang yang memang" (Roma 8:37) dalam
setiap keadaan.
Lebih daripada sekadar menolong seorang anak untuk menghadapi
ketakutan-ketakutannya yang spesifik, kita perlu mengajar anak
itu untuk menjadi berani dengan menempatkan dia dalam keadaan
yang penuh tantangan. Anak kadang akan menjadi berani jika ia
harus menghadapi sesuatu yang mempunyai risiko dan yang
mempunyai kemungkinan untuk gagal.
Salah satu cara yang terbaik untuk memupuk keberanian ialah
dengan menempatkannya di dalam suatu situasi yang secara fisik
berbahaya tetapi yang masih dapat dikendalikan, karena kita
dapat dengan lebih cepat menambahkan kesanggupan fisik kita.
(Lihat saja, bagi para pemula, berapa kali "push-up" dapat Anda
lakukan?). Lain halnya dengan kesanggupan emosi dan kesanggupan
rohani kita, kita memerlukan lebih banyak waktu untuk dapat
mencapai batas kesanggupan yang maksimal.
Coba kenakan sepasang sarung tinju pada anak Anda. Dalam waktu
hanya beberapa detik saja suatu "pukulan" yang tepat pada hidung
anak itu akan memberikan kesempatan yang baik untuk membahas apa
artinya keberanian. Atau cobalah menawarkan suatu hadiah yang
sangat disukai oleh anak itu kalau ia berhasil menyelesaikan
suatu maraton yang disesuaikan dengan batas-batas kemampuan
fisiknya. Bicarakan tentang apa yang harus dibayar untuk dapat
berhasil, atau apa sebabnya terjadi kegagalan.
Pada suatu hari libur mintalah suami atau istri Anda
meninggalkan Anda berdua dengan anak anak Anda yang agak besar
di suatu jalan untuk naik kendaraan umum. Anda dapat belajar
sesuatu. Tugas yang Anda harus lakukan ialah: Pulang ke rumah
sebelum gelap. Keadaan tegang yang masih dapat dikendalikan ini
akan memberikan cukup waktu untuk membicarakan soal keberanian
yang praktis.
Lanjutkan pembahasan tentang pengalaman seperti ini dengan
pembicaraan di sekeliling meja waktu makan. Bahaslah tentang
kejadian-kejadian dalam surat kabar yang mengungkapkan
keberanian dalam kehidupan yang nyata. Ajukan pertanyaan-
pertanyaan seperti: Apa yang akan kamu lakukan kalau kamu yang
menghadapi keadaan yang seperti itu? Bagaimana perasaanmu kalau
kamu sudah mengambil risiko dan gagal? Perkara apa yang paling
sulit yang pernah kamu lakukan? Apa yang paling menantang yang
pernah saya minta kamu lakukan?