Jika kita mencari kata "nasihat" atau "saling menasihati" di dalam Alkitab yang biasa kita gunakan, mungkin kita tidak akan banyak menemukan kata tersebut. Meskipun tidak secara langsung menggunakan kata nasihat, Alkitab menggunakan kata-kata seperti hikmat, didikan dan pengajaran yang memiliki arti yang kurang lebih sama dengan arti kata nasihat. Jika demikian, kita tentu setuju bahwa di banyak tempat dalam Alkitab, pengajaran mengenai nasihat dan saling menasihati menjadi salah satu hal yang penting dan ditekankan.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan nasihat? Nasihat kurang lebih dapat diartikan sebagai segala kata-kata bijak yang diucapkan atau ditulis dengan tujuan untuk membangun dan menunjukan suatu kebenaran yang akan dapat mendatangkan kebaikan bagi siapa saja yang menerimanya.
Dari definisi di atas kita bisa melihat beberapa unsur penting yang terkandung dalam nasihat, yaitu:
SEBERAPA PENTINGKAH PERANAN NASIHAT DALAM KEHIDUPAN KITA?
Dalam Amsalnya Salomo berkali-kali mengingatkan kita untuk mau mendengarkan didikan dan mencari hikmat. Setidaknya, ada beberapa hal yang bisa menjelaskan mengapa kita perlu untuk saling menasihati.
Keterbatasan manusia baik dalam hal pengetahuan, pengalaman
hidup, dan hikmat. Setiap manusia pasti memiliki pengalaman hidup
dan kapasitas pengetahuan serta karunia yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Tuhan menghendaki agar kita bisa saling menolong,
saling membantu, dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
"Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama
memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan."
(
Berilah karena kita sudah diberi. Setiap pengalaman hidup, setiap pengetahuan dan hikmat yang kita miliki dan alami, diizinkan Tuhan terjadi agar kita juga mampu menolong dan menuntun orang lain yang mengalami masalah serupa.
Nasihat adalah bukti kepedulian kita terhadap sesama berdasarkan kasih. Ketika kecil, tentu kita banyak mendapatkan nasihat dari orangtua kita. Terkadang kita jengkel, marah, dan merasa tertekan. Tidak boleh melakukan ini dan itu. Namun, setelah kita semakin dewasa dan bahkan setelah kita sendiri menjadi orangtua, kita mulai menyadari bahwa itu semua dilakukan bukan untuk membuat kita tertekan. Tapi karena mereka sangat mengasihi kita dan tidak ingin kita celaka.
Orangtua yang baik, sahabat yang baik, dan teman yang benar akan selalu memberikan kita nasihat dan memberi teguran, baik diminta maupun tidak. Itu semua mereka lakukan karena mereka peduli. Hal yang sama pasti juga akan kita lakukan terhadap mereka yang kita kasihi, bukan?
"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan
mencium secara berlimpah-limpah."
(
BAGAIMANA AGAR KITA BISA SALING MENASIHATI?
Jujur Terhadap Diri Sendiri
Jujur terhadap diri sendiri berarti kita harus mau dan tidak malu
untuk bertanya, meminta nasihat dari orang lain.
"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -- maka hal itu akan diberikan kepadanya". (Yakobus 1:5 )
Jujur pada diri sendiri berarti kita harus tahu kemampuan kita. Kita harus betul-betul yakin dan sadar dengan apa yang akan kita katakan/nasihatkan. Dalam hal ini pengalaman biasanya bisa menjadi guru yang baik.
Nasihat Memerlukan Hikmat
Tanpa hikmat yang benar nasihat justru akan menjerumuskan. Karena
itu kita dituntut untuk terus-menerus mencari hikmat Tuhan.
"Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian." (Amsal 2:6 )
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu." (Kolose 3:16 )
Memiliki Kepekaan
Saling menasihati bukanlah sesuatu yang pasif dan bersifat
menunggu. Saling menasihati membutuhkan inisiatif, empati, dan
kepekaan dalam menilai setiap keadaan dan kondisi. Kita harus
terus melatih kepekaan dan hati kita supaya kita bisa memiliki
hati yang lembut dan tergerak untuk menyatakan kebenaran,
meluruskan jalan dan menuntun siapa saja yang membutuhkan
pertolongan.
Memiliki Ketulusan
Kita harus terus-menerus menguji setiap nasihat, baik nasihat
yang kita berikan maupun setiap nasihat yang kita terima.
Sudahkah di dalamnya terkandung ketulusan? Apakah ada maksud dan
motivasi tersembunyi? Apakah nasihat itu betul-betul objektif dan
tidak merugikan? Pertanyaan-pertanyaan itu harus terus-menerus
kita tanyakan dalam diri kita sebelum kita yakin akan sebuah
nasihat. Firman Tuhan adalah satu-satunya sumber yang memiliki
otoritas kebenaran sejati yang harus dijadikan pedoman ketika
kita menguji setiap nasihat dan setiap hikmat.
"Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik". (Yakobus 3:17 )
Rasional
Kita harus bisa memberikan nasihat-nasihat yang rasional, tidak
mengada-ada tapi sesuai dengan kondisi yang ada, serta
mempertimbangkan setiap risiko yang mungkin akan muncul.
Jika kita menerima nasihat atau teguran, maka kita harus bisa menerimanya secara rasional. Melihat esensinya dan bukan cara penyampainnya. Terkadang, kita tidak bisa menerima nasihat atau teguran yang disampaikan dengan keras ketika kita menanggapinya dengan perasaan kita.
Ketepatan
Nasihat harus diberikan pada orang yang tepat di saat yang tepat
pada situasi yang tepat dan dengan cara yang tepat agar hasilnya
bisa efektif. Ada saatnya nasihat perlu diberikan secara empat
mata, ada yang harus disampaikan didepan orang banyak. Kita harus
bisa menimbangnya dengan bijaksana.
Untuk Kemuliaan Allah
Kita harus sadar bahwa segala yang dilakukan bersumber dari Allah
dan dilakukan semata-mata untuk kemuliaan Allah.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK