Taman Getsemani amat sepi. Gelap gulita di mana-mana. Angin yang segar berhembus dari sela-sela dahan. Sinar bulan yang bercahaya menyinari pohon-pohon menyebabkan dahan-dahannya berkilat-kilat dengan indahnya. Tanah pun berkilat karena sinar bulan itu. Bintang yang bertaburan menghiasi langit yang gelap berkedip-kedip indah kemilau.
Sudah seringkali Tuhan Yesus, bersama dua belas orang murid-Nya pergi ke taman itu.
Sekarang hanya sebelas orang murid saja yang nampak. Di manakah yang seorang lagi? Ah, sebentar lagi ia juga datang, karena ia tahu, bahwa Gurunya ada di situ.
Di dekat pintu gerbang taman itu Tuhan berkata kepada delapan orang murid-Nya, "Tunggulah di sini sampai Aku selesai berdoa." Yang tiga lagi diajak-Nya lebih jauh masuk ke dalam taman itu, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes.
Tiba-tiba sikap Tuhan Yesus berubah sama sekali. Tuhan Yesus, yang selalu tenang, yang tak pernah ketakutan, sekarang seperti putus asa dan tampak sangat sedih.
Suara-Nya gemetar, waktu Ia berkata, "Jiwa-Ku amat sedih, sampai mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjagalah bersama-sama dengan Aku."
Bukan karena Ia takut menghadapi penderitaan-Nya dan kematian-Nya, bukan. Hal-hal itu sudah seringkali dibicarakan dengan tenang, dan tadi pun masih juga dibicarakan bersama-sama.
Yang datang ini lain sekali, sesuatu yang tidak jelas, yang luar biasa, yang terlalu dahsyat, lebih daripada penderitaan badani yang akan ditanggung-Nya. Ia sendiri keheranan ketika mengalami perubahan jiwa-Nya yang pedih itu.
Apa yang menyebabkan Ia ketakutan dan sangat gelisah?
Karena Ia harus menanggung dosa segenap manusia, sedang Ia sendiri tak pernah berdosa. Beban dosa itu sangat berat rasanya. Murka Allah atas dosa segala manusia harus dipikul-Nya. Hukuman karena dosa itu, yang seharusnya ditanggung oleh manusia, sekarang harus ditanggung oleh Yesus.
Tiba-tiba nafas-Nya amat sesak, Ia gemetar ketakutan. Peluh-Nya mengalir. Tangan-Nya dikepal-Nya. Aduh, Ia sangat ketakutan.
Inilah saat yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh iblis. Dulu, kala ia berjuang dengan Tuhan Yesus di gurun pasir dan ia dipukul mundur oleh-Nya.
Sekarang ia kembali lagi hendak berlaga. Ia tahu betapa berat beban yang ditanggung untuk jiwa Tuhan Yesus.
Ia berharap, Tuhan Yesus akan mundur mengingat hukum yang terlalu berat itu.
Bila Ia berkata, "Ya, Bapa, Aku enggan memikul dosa manusia, karena beban ini terlalu berat. Aku tak sanggup," iblis pasti menang dan seorang pun tak dapat membebaskan manusia dari belenggunya. Hatinya amat senang, kalau manusia binasa untuk selama-lamanya.
Nah, saat itulah yang diincar si iblis. Bila Tuhan Yesus akan menolak permintaan Allah Bapa-Nya.
Selangkah lagi Yesus maju, lalu Ia jatuh rebah, Ia tak kuasa lagi berdiri. Seorang pun tak dapat menolong-Nya, selain dari Tuhan Allah.
Sekarang Ia tak menengadah lagi ke atas, seperti biasanya, kalau Ia berdoa. Sekarang Ia membungkukkan muka-Nya ke bawah, ke tanah, sambil memeras-meras tangan-Nya.
Waktu itu Ia tak tahan lagi, lalu menangis, sambil berseru, "Ya, Bapa-Ku, bila mungkin, jauhkanlah cawan yang pahit ini daripada-Ku."
Namun Ia juga berkata, "Akan tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu jadilah."
Tak pernah ada orang di dunia ini yang menderita seperti Tuhan Yesus saat itu, terlalu pedih, terlalu pahit. Dan seorang pun tak ada yang menghibur-Nya. Selesai berdoa, Ia bangkit lalu pergi mendapati ketiga murid-Nya itu. Tiba di tempat itu, nampaklah mereka sudah tidur nyenyak. Petrus juga, yang sudah bersumpah akan setia kepada Gurunya, terlengah juga. Karena sedihnya, mereka tak dapat bertahan lagi, lalu tertidur.
Tuhan Yesus membangunkan ketiga murid-Nya. Dengan suara yang amat sedih Ia menegur, "Simon, mengapa kau tidur? Tak sanggupkah kau berjaga satu jam saja bersama-sama dengan-Ku? Berjagalah dan berdoalah, sebab roh memang penurut, tetapi daging itu lemah."
Terkejutlah mereka mendengar kata-kata yang sedih itu. Bagaimana mereka memberikan jawaban? Mata mereka terlalu berat, hatinya terlalu pedih. Mereka berkomat-kamit saja, tak tentu apa yang diucapkannya itu. Kemauan ada, tetapi tak kuasa lagi mereka menahan rasa kantuknya.
Tuhan Yesus berdoa lagi. Sunyi, terlalu sunyi di sekeliling-Nya. Tak ada yang menolong-Nya. Segala sesuatu melawan-Nya dengan amat hebatnya.
Sekali lagi Ia merebahkan diri-Nya hendak berdoa. Terlalu sesak nafas-Nya, sehingga bukan keringat lagi yang mengalir dari dahi-Nya, melainkan darah. Darah yang diperas dari urat-Nya, jatuh setetes demi setetes ke tanah.
Meskipun begitu, sepatah kata yang menandakan kecemasan dan kegalauan hati-Nya pun tidak keluar dari mulut-Nya.
Dengan penuh hikmat Ia berkata dengan hormat-Nya, "Ya, Bapa, jika tak mungkin lagi cawan ini lalu daripada-Ku, melainkan Aku harus minum juga, kehendak-Mu jadilah."
Astaga, Yesus mendapati murid-murid-Nya tertidur lagi. Sebetulnya Ia kembali kepada mereka, karena ingin dihibur hati-Nya. Supaya ada yang turut merasakan penderitaan-Nya. Tetapi, murid-murid tidak juga menghibur-Nya.
Untuk ketiga kalinya Ia berlutut. Sekali lagi Ia mengulang doa-Nya itu. Seluruh diri-Nya diserahkan-Nya kepada Bapa-Nya.
Sedikit pun Ia tak mengeluh. Hati-Nya sabar menanggung dosa manusia yang diletakkan di atas bahu-Nya. Hanya kehendak Bapa-Nyalah yang akan dituruti-Nya.
"Kehendak-Mu jadilah," kata-Nya dengan tentram.
Ketika itu ada Malaikat turun dari surga ke sisi-Nya. Malaikat yang disuruh oleh Bapa-Nya. Inilah yang dapat menghibur hati-Nya. Penghiburan yang tak dapat diberikan oleh manusia. Barulah tenang hati Tuhan Yesus. Ia tak takut lagi meskipun apa yang akan menimpa diri-Nya. Seperti seekor anak domba, Ia akan digiring ke tempat penyembelihan.
Sedikit pun Ia tidak mengeluh. Ia akan menurut kehendak Allah ....
Ia kembali ke tempat tadi. Sekarang tak sedih lagi hati-Nya meskipun mereka masih tidur juga.
Kata-Nya, "Tidurlah senyenyak-nyenyaknya dan lepaskanlah lelahmu. Saatnya sudah hampir, Anak Manusia sebentar lagi akan diserahkan kepada orang berdosa."
Ketika dilihat-Nya mereka sudah benar-benar terjaga, Ia menunjuk ke dalam taman Getsemani itu. Nampak di dalam gelap suluh bergoyang- goyang seakan-akan ada yang dicari orang yang membawa obor itu. Ia berkata kepada mereka itu, "Bangunlah, marilah. Orang yang akan mengkhianati Aku sudah dekat."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK