Seorang penutur cerita yang baik tentu terlihat dari seni yang mereka miliki dalam berbicara. Sebagai penutur cerita, Yesus menunjukkan hal tersebut. Berdasarkan cerita yang terdapat dalam Injil, kapan pun Yesus bercerita, ada banyak orang yang mendengarkan dengan saksama dan berbondong-bondong mengikuti Dia hanya untuk mendengarkan cerita-Nya. Seni bercerita-Nya yang menarik terlihat dari bakat-Nya sejak kecil. Dia terus mengasah kemampuan dengan sering mengamati orang dengan teliti dan saksama secara luar-dalam, terlebih dalam komunitas masyarakat Yahudi yang kebudayaannya kaya dan subur.
Melalui cerita-cerita-Nya, Yesus juga menunjukkan betapa ia memahami perasaan orang pada saat mereka bergelut mengatasi suka duka hidup setiap hari. Cerita-cerita-Nya di satu pihak sering membuat senang orang kebanyakan, tetapi di lain pihak membuat sakit hati mereka yang mencoba mencari penghormatan atas diri mereka sendiri. Dengan kata lain, Yesus dapat menciptakan gambaran di dalam pikiran para pendengar-Nya. Dia mampu berpikir cepat dan menjawab berbagai pertanyaan, baik secara humor maupun secara kritis.
CARA YESUS BERCERITA
Yesus menggunakan perumpamaan untuk menyampaikan inti pewartaan-Nya.
Yesus sering menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang menyiratkan makna lain dalam cerita-Nya. Terkadang maksud-Nya sangat jelas bagi pendengar, namun sering juga membuat orang tidak paham dengan maksud-Nya. Hal ini dilakukan karena Dia tidak mau ditangkap sebelum menyelesaikan tugas pengutusan-Nya. Selain itu, Dia juga tahu bahwa masyarakat belum siap menerima seluruh kebenaran yang diwartakan-Nya.
"Dengan apa hendak kita membandingkan Kerajaan Allah itu, atau dengan perumpamaan manakah hendaknya kita menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya." Dalam banyak perumpamaan semacam itu Ia memberitakan firman kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka, tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri (Mrk. 4:30-34 ).
Maksud Yesus adalah bahwa kerajaan Allah yang diwartakan-Nya itu kelihatan sangat kecil, tidak berarti, dan ditolak oleh mereka yang ingin mencari hal-hal yang besar. Tetapi dalam benih yang kecil ini Kerajaan Allah akan tumbuh dan berkembang dengan segala kebesaran dan kekuasaannya.
Yesus menggunakan objek yang sederhana, konkret, dan umum untuk menjelaskan maksud pewartaan-Nya.
Yesus juga sering menggunakan objek konkret dan situasi yang sudah biasa untuk memperjelas inti pewartaan-Nya. Yesus mengisahkan tiga cerita dengan menggunakan objek situasi yang sudah umum untuk membandingkan kasih Allah yang tidak terbatas dengan orang Farisi yang ingin menjadi kelompok eksklusif.
Seorang gembala yang baik.
Seorang gembala yang baik akan mengutamakan keselamatan dombanya
yang tersesat. Dia akan meninggalkan domba-domba yang lain dan
pergi mencari yang tersesat tadi sampai menemukannya. Setelah
kembali, dia akan mengadakan pesta bersama teman-temannya untuk
merayakan ditemukannya kembali dombanya yang hilang tadi. Secara
tajam Yesus memperlihatkan hal ini, "Aku berkata kepadamu:
Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang
berdosa yang bertobat, lebih daripada sukacita karena sembilan
puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan"
(
Seorang wanita kehilangan sebuah dirham.
Para pendengar pada zaman Yesus tahu bahwa dirham itu sangat
berharga. Situasi ini sudah biasa bagi mereka. Kebanyakan rumah
mereka yang tidak berjendela dan tidak berlantai semen membuat
mereka kesulitan untuk menemukan dirham yang begitu kecil. Ketika
wanita itu menemukan dirham yang hilang tersebut, ia lalu
mengadakan pesta. Yesus mengatakan pikiran--Nya sebagai berikut,
"Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada
malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat"
(
Pembagian harta warisan orang tua.
Setiap orang tahu hukum harta warisan terdapat dalam
Dalam bercerita, kita perlu menggunakan objek yang sudah lazim di kalangan anak-anak, termasuk mempergunakan latar belakang budaya kita agar anak-anak lebih terbantu untuk memahami kebenaran. Misalnya tentang:
Yesus biasanya hanya berfokus pada satu pokok pikiran saja.
Yesus tidak merumitkan cerita-Nya dengan tiga atau lebih pokok pikiran. Satu pokok pikiran sudah cukup bagi pendengar agar mereka mudah mengingatnya, seperti terlihat dalam cerita tentang orang yang bijaksana dan orang yang bodoh.
Pikiran utama Yesus adalah orang yang mendengar kata-kata Yesus dan melaksanakannya ibarat membangun hidupnya di atas wadah yang kokoh dan orang yang tidak mendengarkan dan melaksanakan kata-kata Yesus ibarat membangun hidupnya di atas pasir, dengan konsekuensi yang sudah diketahui pendengar-Nya.
Yesus mengetahui dan memenuhi kerinduan para pendengar-Nya.
Yesus menceritakan perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut
cukai dalam kisah (
Yesus tidak menjelaskan setiap detail cerita.
Dalam sebuah perumpamaan, Yesus menyampaikan cerita tentang seorang
yang dirampok oleh para penyamun ketika sedang dalam perjalanan dari
Yerusalem menuju Yerikho (
Saat bercerita dengan anak, jangan terlalu detail bercerita karena akan mengaburkan tujuan yang sedang kita rumuskan dan membuat anak kehilangan minat dan semangat sebelum cerita selesai.
Yesus menggunakan seminim mungkin kata-kata untuk memberikan dampak yang maksimal.
Sesudah mendengarkan pertengkaran di antara para murid tentang siapa
yang terbesar di antara mereka, Yesus mengumpulkan mereka dan
menjernihkan pemahaman mereka (
Karena itu, sadarilah banyaknya kata yang Anda gunakan. Gunakanlah bahasa yang semenarik mungkin dalam bercerita dan bersikaplah selektif dalam pemilihan kata-kata.
Yesus melibatkan pendengar-Nya dalam cerita.
Seorang ahli Taurat yang ditanyai Yesus (
Yesus selalu mengundang pendengar untuk menangkap inti pengajaran-Nya.
Setelah menyatakan diri-Nya sebagai Cahaya Dunia, Yesus mengundang
para pendengar untuk memberikan respons.
Memang Yesus tidak selalu meminta respons dari pendengar-Nya dan demikian juga kita. Tetapi sesekali, dalam waktu-waktu tertentu, anak-anak perlu diminta untuk memberikan respons agar kesetiaan dan pemahaman mereka dapat berkembang.
Diringkas oleh: Kristina Dwi Lestari
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK