Pertama kali aku terjun di Sekolah Minggu, aku melayani di kota kelahiranku, di gereja tempat aku dibina sejak kecil. Begitu asyiknya aku terikat di sana, sehingga aku enggan melepasnya meski sudah kuliah di luar kota. Aku memilih tetap mempertahankannya, dan baru melepaskan setelah menikah dan pindah domisili ke luar kota.
Setelah menikah, rasanya aku ingin "cuti" pelayanan. Setelah sekian tahun melayani dengan berbagai kesibukan ala anak muda yang maunya merangkap berbagai pelayanan sekaligus, rasanya sudah tiba saatnya aku menikmati "liburan". Tak perlu lagi aku sibuk di gereja dari pagi hingga sore pada hari Minggu, karena berbagai kegiatan mengalir tiada henti. Kini aku bisa menikmati kebaktian sebagai penonton, dan setelah itu pulang untuk menikmati hari Minggu dengan santai. Ah, betapa nikmatnya hidup hari Minggu dengan santai. Ah, betapa nikmatnya hidup!
Namun, "nikmatnya hidup" seperti itu ternyata tak bertahan lama. Minggu demi minggu yang aku lewati di gereja menyisakan kegelisahan di hati. Mulanya sama sekali tak teraba olehku apa yang sesungguhnya terjadi. Lama kelamaan aku sadar: Aku dihinggapi rasa kehilangan yang begitu besar terhadap pelayanan. Mulanya aku pikir itu aneh. Semua pendapatku dulu terbalik seketika. Dulu aku berpikir pelayananlah yang butuh diriku. Tuhan-lah yang butuh aku untuk melakukan pekerjaan-nya. Lah, kok sekarang justru aku yang butuh pelayanan?
Otakku memutar ulang peristiwa-peristiwa yang telah berlalu. Dulu, saat aku aktif melayani pekerjaan Tuhan, aku merasakan begitu banyak sukacita mengalir pada hari-hariku. Aku merasakan kedekatan hubungan dengan Allah yang menggandeng tanganku penuh kasih, berjalan melalui naik turunnya kehidupan. Aku merasakan betapa indahnya menjadi rekan sekerja Allah. Aku merasakan betapa bangganya hati ini saat dipercaya menjad duta yang melayani gereja-nya.
Namun, saat aku mau "libur", saat aku tidak mau ambil bagian, ternyata Tuhan juga tidak memaksaku. Jadi, ternyata tidak ada kesempatan bagiku untuk berangkuh diri dengan merasa sok penting dalam pelayanan, karena nyatanya aku kini pun bukan siapa-siapa. Bila aku tak mau, toh Dia begitu berkuasa dan berdaulat untuk memakai orang lain, siapa saja, yang bersedia menjadi alat-Nya.
Suatu hari Minggu, ada dorongan besar dalam diriku untuk "mengintip" kebaktian anak-anak di gereja. Hatiku bergejolak sedemikian rupa melihat anak-anak menyanyi penuh semangat dan sukacita. Sementara aku terkesima dari balik jendela, aku mendengar Allah bersuara cukup keras di dalam hati, "Ayo, layani anak-anak lagi!" Aku sempat terkejut mendengarnya. Ya, Tuhan telah memanggilku dan memperlengkapiku untuk melayani anak-anak, tetapi mengapa sekarang aku melarikan diri dan hendak mengubur talentaku? Itulah yang terus membuatku gelisah dan akhirnya mengiringku untuk kembali berkomitmen menyerahkan diri bagi pelayanan ini.
Wow, perubahan besar terjadi padaku sesudah pengalaman ini. Dulu aku tak pernah merasa bahwa pelayanan ini adalah kesempatan istimewa. Kesempatan pelayanan yang terbuka luas tak kuanggap sebegitu berharga, sehingga kutak pernah merasa takut kehilangan. Bahkan aku sempat berpikir nakal seperti, "Kapan ya, aku bisa libur?" Kini aku tahu bahwa pelayananku bukan sekedar rutinitas yang boleh lewat begitu saja dari minggu ke minggu. Tuhan telah memutuskan untuk memilihku menjadi mitra kerja-Nya. Bila aku dapat melayani saat ini, aku tahu itu bukan karena aku mampu, tetapi semua karena anugerah-Nya.
Dulu aku juga sering merasa bosan dan capek melayani. Lalu usil berpikir hendak berhenti ambil bagian dalam pelayanan. Namun sekarang, bila aku merasa bosa natau capek, aku selalu ingat lagi pengalaman ini dan segera timbul semangat baru. Tidak, aku tak mau mengulangnya lagi! Panggilan Tuhan bagiku untuk pelayanan ini begitu kuat, dan aku tahu berat bagiku untuk melepasnya.
Yesus, terima kasih telah memercayakan pelayanan ini kepadaku. Aku tahu ini karunia istimewa dari-Mu, aku tak mau kehilangan lagi. Ajar aku unutk menghargai panggilan-Mu dan tak akan pernah lari lagi dari panggilan-Mu.
"Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-ku, diberikan-nya kepadamu" (Yohanes 15:16).
Diambil dari:
Judul buku | : | Loving Kids Like Jesus |
Judul bab | : | - |
Judul asli artikel | : | Tak Mau Kehilangan |
Penulis | : | Agustina Wijayani |
Penerbit | : | Gloria Graffa. Yogyakarta, 2007. |
Halaman | : | 95-98 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK