Seorang guru sekolah minggu yang berkomitmen untuk setia dalam mengemban tugas pelayanannya, seperti Yesus setia dalam menjalankan penggenapan rencana Allah dalam dunia ini, harus mengetahui peranannya dalam pelayanan anak. Berikut ini artikel mengenai peran guru sebagai seorang pelayan anak. Kiranya menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih setia lagi dalam menjalankan pelayanan yang telah Tuhan percayakan.
Bayangkan sensasi penemuan yang dirasakan oleh Christopher Columbus ketika untuk pertama kalinya dia melihat "dunia baru". Hatinya pasti akan lebih tergetar bila penduduk asli Amerikalah yang datang ke Spanyol, mengajaknya naik ke perahu mereka, dan membawanya ke pantai mereka sendiri, memberikannya cerita yang tiada habisnya mengenai segala sesuatu yang dilihatnya untuk pertama kali tersebut. Sederhananya, itulah peranan guru -- dia adalah kompas (penunjuk arah), peta, angin, arus, dan kapal. Guru memampukan murid untuk bisa belajar.
Ingatkah ketika Yesus mengajar para pengikut-Nya -- menceritakan perumpamaan kepada mereka dan menuntun mereka kepada arti di balik simbol-simbol itu? Dia mengajar dengan menggunakan cerita-cerita, percakapan yang diarahkan, dan kegiatan-kegiatan belajar. Guru dari segala guru itu menyediakan semua sumber dan tuntunan yang diperlukan oleh murid-murid-Nya untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam pengajaran-Nya.
Kita mulai melihat peranan guru dengan terlebih dahulu menjawab pertanyaan ini: Apakah yang dilakukan guru untuk memenuhi peranannya sebagai orang yang memampukan?
Langkah pertama seorang guru adalah mengenal muridnya. Untuk bisa mengajar dengan efektif, guru harus tahu bagaimana murid-muridnya memproses informasi. Ketika kebutuhan dan kemampuan kelompok murid dipahami, guru dapat memilih tujuan pelajaran dan metode yang paling tepat dan materi-materi mana yang bisa diajarkan kepada mereka.
Bila tujuan pelajaran, metode mengajar, dan bahan-bahan semuanya sesuai dengan kebutuhan mental, fisik, emosional, sosial dan spiritual, serta sifat-sifat murid, maka satu bagian penting dari tugas guru sudah dikerjakan sebelum pintu ruang kelas dibuka. Siap dan menunggu, guru bisa masuk ke aspek yang paling penting dari peranannya ketika murid pertama masuk ke ruang kelas.
"Halo, Mark -- saya senang kau bisa datang. Apakah kakekmu sudah sembuh? Apakah kamu sudah menerima kartu ucapan ulang tahun yang aku kirimkan untukmu? Ada namamu di atas gantungan mantelmu. Ayo ceritakan, apa yang kamu lakukan minggu ini?"
Ada kebenaran dari pepatah yang mengatakan bahwa murid-murid tidak peduli pada apa yang Anda ketahui hingga mereka tahu bahwa Anda peduli. Ketika seorang dewasa yang taat menjalin relasi yang penuh perhatian dengan seorang anak, dia sudah memiliki alat pengajaran yang paling utama. Bila ditanya, sebagian besar orang Kristen mungkin tidak bisa mengingat dari siapakah mereka untuk pertama kalinya mendengar ajaran Kristus tentang kasih, namun sebagian besar dari mereka akan tersenyum teringat pada para guru yang mengajarkan kata-kata itu!
Guru yang tidak hanya mengasihi, tetapi juga bijaksana menolak godaan untuk memberikan pendampingan yang berlebihan kepada murid-muridnya. Ketika seorang murid terus-menerus mengerjakan tugasnya sesuai dengan caranya sendiri, murid itu seharusnya tetap diizinkan untuk mengerjakannya. Tujuan dari kegiatan melukis yang dilakukan oleh anak-anak bukanlah supaya anak tersebut menghasilkan suatu karya besar, namun supaya anak-anak tersebut menikmati garis, warna, dan kreativitas. Tujuan dari pelajaran sekolah minggu bukan supaya anak tidak sendirian sebelum orang tua mereka datang, tetapi supaya memahami suatu konsep yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas seorang guru sering kali hilang di antara tugas menggunting gambar untuk ditempel di flanel, menuang jus, dan kemudian membersihkan sisa-sisanya. Tugas yang hilang itu adalah tidak melakukan hal-hal semacam itu untuk sejenak dan mendapatkan perspektif keseluruhan tujuan. Bila tujuan guru adalah untuk membawa murid-muridnya kepada hubungan dengan Tuhan yang terus terjalin dan memotivasi mereka untuk melayani Dia dan sesama mereka, maka tujuan itu harus terus selalu diutamakan dalam pikiran guru. Bila anak-anak sudah cukup usia dan cukup dewasa, mereka dapat diizinkan untuk saling melayani memberikan jus dan kue. Ini mungkin memerlukan lebih banyak waktu dan handuk dibandingkan bila dilakukan sendiri oleh guru, namun cara itu dapat membuat anak-anak bisa mengalami apa yang para murid Yesus alami ketika Yesus membasuh kaki mereka dan mendorong mereka untuk saling melayani?
Tugas lain dari seorangs guru adalah membatasi ukuran kelas. Kita tidak tahu berapa jumlah orang yang mendengarkan Yesus ketika Dia berada di antara banyak orang, tetapi kita tahu Dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan dua belas murid. Untuk murid tingkat dewasa, satu guru untuk dua belas murid adalah perbandingan yang tepat. Namun, untuk murid yang lebih muda, lebih sedikit jumlah muridnya lebih baik untuk ditangani oleh satu orang guru. Guru yang berpengalaman dalam berbagai tingkat kelas seharusnya mengikutsertakan guru baru di kelas kecil. Dengan demikian, para guru muda bisa mengamati guru yang sudah berpengalaman dalam mengajar sebelum mereka mengajar di kelas mereka sendiri.
Bila jumlah murid yang terlalu banyak ditangani oleh satu guru, maka tidaklah mungkin untuk memberikan perhatian kepada setiap anak sesuai yang mereka inginkan. Setiap murid seharusnya disapa dengan hangat, dimotivasi, dan diberi dukungan semangat dalam setiap usaha mereka, dipuji atas keberhasilannya, dan diperlakukan dengan cara menunjukkan pemahaman yang simpatik terhadap keunikan sifat dan kebutuhan anak. Guru yang peka, yang mengajar di kelas kecil akan belajar apa yang bisa diharapkan dari setiap anak dan mungkin mengenali anak yang menunjukkan sifat-sifat yang tidak biasa di antara teman-teman sebayanya.
Untuk bisa menjadi orang yang memampukan, guru harus memahami kemampuan setiap murid dan menempatkan tujuan di dalam jangkauan anak. Dengan setiap tujuan yang tercapai, guru mendorong murid sedikit lebih maju menuju tujuan utama. Namun, guru yang peka akan memerhatikan kemampuan individu dan tidak membandingkan usaha-usaha anak yang satu dengan yang lainnya. Setiap murid bisa saja membutuhkan ukuran pendampingan yang berbeda, tetapi seharusnya tidak ada yang menerima lebih dari yang mereka butuhkan.
Berikut beberapa contoh yang bisa guru gunakan untuk memampukan murid-murid mereka menemukan kebenaran Alkitab dan menerapkannya dalam kehidupan mereka:
"Dalam kamus Alkitab ini kamu akan menemukan jawaban atas pertanyaanmu tentang berhala. Cari saja dalam daftar kata-kata yang berawalan huruf 'b'. Ketika kita mempelajari kata itu, maukah kamu menjelaskannya kepada kita?"
"Tuhan menciptakan setiap kita istimewa. Gunakan cap dan kertas ini untuk membuat cap ibu jari dari setiap kelompok kalian. Gunakan kaca pembesar untuk memeriksanya. Ceritakan apa yang kalian temukan?"
"Cerita Alkitab yang kita hari ini adalah tentang bagaimana Daud berbuat baik kepada temannya. Tunjukkan bahwa kamu tahu bagaimana menjadi penolong yang baik. Ini ada kain untuk membersihkan meja kita."
Mengajar tentang Tuhan kepada anak-anak bukanlah tugas yang diterima dengan enggan sebagai kewajiban atau kepercayaan yang diberikan begitu saja. Sebaliknya, Alkitab mengingatkan bahwa para guru akan menerima penghakiman yang lebih berat daripada yang lainnya (Yakobus 3:1) dan bahwa kilangan batu menunggu orang yang menyebabkan seorang anak tersandung dan jatuh ke dalam dosa (Matius 18:6).
Mengajar adalah hak istimewa dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka yang mau bekerja keras serta setia melakukan panggilan yang kuat dan status yang rendah. Ini mungkin pekerjaan yang paling penting di gereja, namun yang paling sedikit dihargai. Ironisnya, para guru yang setia mengajar anak-anak ini memiliki dampak yang lebih tahan lama, tetapi memiliki status yang lebih rendah daripada mereka yang mengajar orang dewasa. Di atas semuanya itu, para guru perlu dan berhak mendapatkan dorongan dan dukungan semangat. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus ...," demikian kata-kata yang ditujukan kepada gereja Ibrani, "supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa." (Ibrani 12:2-3) (t/Ratri)
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK