Baca: Filipi 2:5-11
"Seandainya ada seorang raja yang mengasihi pelayan wanitanya yang miskin," begitulah seorang filsuf Denmark, Soren Kierkegaard (1813 -- 1855), mengawali perumpamaannya. Bagaimana cara sang raja menyatakan kasihnya kepada pelayan wanita itu? Mungkin si pelayan akan menanggapinya karena takut atau terpaksa, padahal sang raja menginginkan pelayan itu mengasihinya dengan tulus.
Kemudian, sang raja yang sadar bahwa jika ia tampil sebagai raja, hal itu akan menghancurkan kebebasan orang yang dikasihinya, memutuskan untuk menjadi orang biasa. Ia meninggalkan takhta, melepas jubah kebesarannya, dan memakai pakaian compang-camping. Ia bukan hanya menyamar, tetapi benar-benar memiliki identitas baru. Ia benar-benar hidup sebagai pelayan untuk memikat hati sang pelayan wanita tersebut.
Sungguh suatu pertaruhan yang luar biasa! Pelayan itu mungkin saja akan mengasihinya, atau justru menolaknya habis-habisan sehingga sang raja tak akan mendapatkan kasihnya seumur hidup! Namun, itulah gambaran dan pilihan yang diberikan Allah kepada manusia, dan tentu saja, itulah makna perumpamaan di atas.
Tuhan kita merendahkan diri-Nya sendiri untuk memenangkan hati kita. "Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri." (Filipi 2:5-7). Inilah kisah Natal itu: Allah berada di palungan; Dia menjelma dalam wujud yang tidak akan membuat orang takut.
Sekarang, pertanyaannya adalah: "Akankah kita mengasihi Dia, atau justru menolak-Nya?"
Wawasan:
Filipi 2:5-11 menggambarkan penyangkalan diri terbesar yang pernah terjadi di sepanjang sejarah manusia. Yesus, yang adalah Allah, tidak membuat atau mengganti sifat ketuhanan-Nya demi mendapatkan kemanusiaan-Nya. Namun sebaliknya, dalam inkarnasi-Nya, Yesus menambahkan sifat kemanusiaan dalam ketuhanan-Nya. Yesus dilahirkan dalam bentuk bayi manusia dari orang tua manusia -- Allah yang menjadi sama dengan manusia. Yesus tidaklah berhenti menjadi Allah.
Namun sebaliknya, sebagai Allah dalam rupa manusia, Yesus mengekang diri-Nya dalam menggunakan dan mempertunjukkan kuasa otoritas keilahian-Nya secara bebas. Yesus hidup sebagai manusia, tetapi tidak berbuat dosa. Ia mengalami kematian yang paling menyakitkan di atas kayu salib dan menerima penghinaan atas diri-Nya untuk menggenapi rencana keselamatan dari Allah.
Undanglah Dia di masa Natal ini, Juru Selamat yang datang dari atas; Hadiah yang diinginkan-Nya tak perlu Anda bungkus -- Ia hanya menginginkan kasih Anda -- Berg
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK