Sebagian besar guru, bahkan mereka yang memiliki pendidikan formal sekalipun, tidak pernah mendengar Tujuh Hukum Mengajar. Ini adalah pengalaman saya setelah meraih gelar doktoral di bidang pendidikan. Tujuh Hukum Mengajar, yang ditulis lebih dari 100 tahun yang lalu oleh John Milton Gregory, adalah seperti gulungan surat asli tentang pendidikan, yang berisi rahasia pengajaran yang efektif dan bermutu. Gregory, yang memiliki latar belakang pendidikan pengacara, adalah seorang pendeta gereja Baptis dan juga pendidik andal. Dia melayani sebagai pemimpin sekolah negeri di Michigan (1859 -- 1865), dan kemudian menjadi presiden Kalamazoo College dan presiden pertama Universitas Illinois.
Tujuh Hukum Mengajar Gregory, yang pertama kali diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1884, berisi faktor-faktor penting dan sederhana yang memengaruhi kemampuan dan seni mengajar. Tujuh hukum itu adalah seperti tujuh puncak bukit dengan tinggi yang berbeda, yang terbentang di daratan. Ketika seseorang mendaki setiap bukit, berbagai titik penting di daratan itu dapat dilihat dengan cara pandang ekstra. Ringkasan saya terhadap karyanya ini adalah usaha untuk menjadikan pikiran dan bahasa Gregory lebih mudah didapat, dibaca, dan dimengerti oleh para guru masa kini.
Pendahuluan Terhadap Tujuh Hukum Pengajaran
Tujuh Hukum Pengajaran ini sangat sederhana dan alami sehingga hukum ini banyak dipakai. Meski demikian, hukum ini sangat dalam maknanya bahkan untuk para guru yang berpengalaman sekalipun.
Dasar-dasar hukum ini bahkan lebih jelas terlihat ketika dijadikan aturan dan dirangkum untuk mengajar.
I. Hukum Bagi Guru
Ketahuilah secara menyeluruh dan kenalilah dengan sungguh-sungguh pelajaran yang akan Anda ajarkan -- ajarkan dengan penuh perhatian dan pemahaman yang jelas.
Kesiapan guru dan pengetahuan yang jelas memberikan kepercayaan diri kepada murid dan membantu menumbuhkan kecintaan mereka untuk belajar. Dalam praktiknya, guru bekerja dengan empat tahap pengetahuan.
Idealnya, pengajaran Anda diperlengkapi untuk menggerakkan murid-murid Anda ke tingkat yang keempat: memahami makna yang lebih mendalam, mendapatkan kemampuan untuk menerapkan dan bertindak berdasarkan pengetahuan itu. Mengajarkan kemampuan ini membantu murid berubah dari hanya sebagai "pendengar" menjadi "pelaku".
Dengan menerapkan aturan ini, maka seorang guru yang bermutu akan:
Tanpa pembelajaran dan persiapan yang cukup, Anda seperti seorang pembawa pesan yang tidak membawa pesan. Pengetahuan memberikan kekuatan dan antusiasme dalam mengajar. Beberapa guru terjebak dalam menggunakan praktik yang tidak sebenarnya (hanya berpura-pura). Mereka menunjukkan khayalan mereka sendiri di depan para murid; mereka berbicara dengan kesombongan atas kepura-puraan mereka, dan dengan bijaksana dan nada suara yang indah, membagikan kekhusyukkan yang pura-pura.
II. Hukum Bagi Murid
Dapatkan dan peliharalah perhatian serta minat murid-murid Anda. Jangan mencoba mengajar tanpa perhatian dari murid.
Minat dan perhatian murid-murid Anda saling berhubungan. Kuasai seni dan keterampilan mendapatkan dan mempertahankan perhatian. Beberapa tindakan akan membantu terlaksananya aturan ini.
Ingatlah, antusiasme Anda itu menular! Pengetahuan kuno dan tidak praktis menghasilkan pengajaran yang membosankan dan tidak menarik. Pengajaran yang rutin menghasilkan pembelajaran yang rutin.
III. Hukum Bahasa
Gunakan kata-kata yang bisa dipahami oleh Anda dan murid Anda. Gunakan bahasa yang jelas dan hidup.
Kata-kata, bahasa, dan alat-alat yang Anda gunakan harus jelas dapat dipahami oleh murid-murid Anda. Kata-kata yang tidak dimengerti, bila tidak dijelaskan, akan mengurangi keberhasilan Anda. Beberapa ide untuk komunikasi yang baik adalah:
Topik dan pengetahuan dalam kelas sekolah minggu sering kali di luar bahasa dan kehidupan murid. Ingatlah bahwa Yesus, Guru dari para guru, menggunakan perumpamaan tentang pengalaman hidup sehari-hari untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran penting. Karena itu, bahasa dan pengetahuan Anda seharusnya juga berkaitan dengan pengalaman hidup sehari-hari untuk membangkitkan minat murid dan pembelajaran yang bermutu.
IV. Hukum Pelajaran
Mulailah dengan apa yang sudah diketahui oleh murid-murid atau yang telah dialami, dan mulailah masuk ke materi baru dengan perlahan-lahan, mudah, dan alami, biarlah yang sudah diketahui menjelaskan apa yang belum diketahui.
Bagaimana menerapkan hukum ini agar pengajarannya bermutu:
Pengetahuan praktis dapat menyelesaikan masalah hidup dan bisa digunakan dalam pengalaman hidup. Tunjukkan bahwa pikiran yang jelas dalam sekolah minggu akan membantu mereka menjalani hidup di luar kelas sekolah minggu.
V. Hukum Proses Mengajar
Rangsanglah murid Anda untuk mempraktikkan pikiran mereka. Doronglah para murid untuk bepikir seperti seorang penemu.
Pengajaran yang bermutu membangkitkan aktivitas para murid. Oleh sebab itu, pelajaran yang diberikan harus dikenali, dipikirkan ulang, dan dihidupkan kembali dalam pikiran murid.
Sering kali, mengungkapkan fakta-fakta dapat menghalangi pemikiran dan pengetahuan murid. Mengharapkan kata-kata yang tepat dari teks atau mulut Anda menghalangi daya ingat yang nyata dan berguna. Pengetahuan yang sebenarnya berasal dari penggunaan pikiran dan kehidupan.
Pimpinlah gerakan untuk belajar! Ubahlah kelas Anda menjadi laboratorium kehidupan yang sibuk. Dorong murid-murid Anda untuk berpikir dan menemukan hal baru bagi diri mereka sendiri; jadikan mereka sebagai murid kehidupan.
VI. Hukum Proses Belajar
Wajibkan murid-murid Anda mengembangkan pelajaran itu dalam pikiran dan tindakan, menerapkannya dalam berbagai tahapan dan penerapannya hingga pelajaran itu dinyatakan dalam bahasa dan tindakan mereka sendiri.
Penerapan hukum ini dalam pembelajaran dan kehidupan para murid, merupakan hasil dari hukum sebelumnya yang telah dijalankan dengan baik. Ide-ide tambahan untuk tindakan ini termasuk:
Pelajaran yang diberikan dengan tergesa-gesa, tidak sempurna, dan terpisah-pisah menghalangi munculnya pemikiran yang orisinal, kemampuan murid untuk berekspresi, dan tugas praktis para murid. Ingatlah bahwa memberi dan berharap hanya pada hasil pengetahuan yang faktual saja dalam pendidikan menyebabkan menurunnya efektivitas dan tantangan yang sebenarnya dalam pengajaran.
VII. Hukum Peninjauan Ulang dan Penerapan
Peninjauan ulang, peninjauan ulang, peninjauan ulang, mengembangkan pelajaran yang sudah diberikan, mengenalkan pemikiran yang baru untuk memperdalam kesan yang muncul, menambahkan makna yang segar, mencari penerapan-penerapan baru, membetulkan ide-ide yang tidak benar, dan melengkapi kebenaran.
Peninjauan ulang merupakan proses yang melengkapi pengajaran yang bermutu. Peninjauan ulang yang baik seperti sentuhan akhir seorang pelukis terhadap lukisan. Berikut beberapa cara untuk melakukan peninjauan ulang:
Pengulangan pertanyaan dan jawaban yang tidak hidup dan tidak berwarna hanya menghasilkan peninjauan ulang dalam hal nama saja. Peninjauan ulang yang tergesa-gesa, tidak sabar, dan tidak cukup, selama dan di akhir pelajaran, juga tidak melengkapi dan mendukung terjadinya suatu pengajaran yang bermutu.
Peninjauan ulang yang baik melengkapi pengajaran yang bermutu. Peninjauan ulang menutup lubang-lubang yang biasa muncul dalam proses belajar. Tanpa peninjauan ulang, pikiran para murid kekurangan informasi yang tanpa penerapan dan ingatan yang berguna. Para murid yang mengalami banyak peninjauan ulang bersama gurunya akan mulai berpikir bahwa peninjauan ulang itu penting dan layak untuk dilakukan. Mereka juga akan mengembangkan keinginan untuk menguasai subjeknya. (t/Ratri)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul Artikel | : | Excellence in Sunday School Teaching |
Judul Buku | : | Almost Every Answer for Practically Any Teacher! |
Pengarang | : | Carl Shafer |
Halaman | : | 30 -- 33 |
Penerbit | : | Multnomah Press |
Kota | : | Portland |
Tahun | : | 1992 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK