Pembinaan yang Holistik Untuk Menjawab Kebutuhan Rohani Anak


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Ada dua hal yang sangat penting dan mendasar bagi guru sekolah minggu dalam melayani anak-anak, guna memenuhi kebutuhan rohani mereka.

1. Arah Pembinaan Anak: Pembinaan Anak yang Holistik

Apa maksud dari pembinaan anak yang holistik? Yang dimaksud dengan holistik adalah anak dibina secara menyeluruh. Pembinaan ini meliputi keseluruhan aspek kebutuhan dan pergumulan hidup anak setiap hari (sehari-hari).

Pada saat ini, banyak sekolah minggu yang hanya berpikir tugasnya adalah membina anak untuk soal-soal rohani (dalam arti sempit), misalnya:

  • bercerita tentang Tuhan Yesus dan ajaran-ajaran Alkitab,
  • mengajarkan cerita Alkitab dan menghafat ayat-ayat tertentu,
  • mendorong anak untuk berdoa,
  • mengajarkan lagu-lagu pujian agar anak suka memuji Tuhan,
  • mendorong anak rajin ke sekolah minggu,
  • dan sebagainya (yang biasa kita temui dalam kegiatan sekolah minggu pada umumnya).

Jadi, pembinaan rohani seolah-olah hanya berkutat seputar Alkitab, pujian, doa, dogma (ajaran gereja), dan tampaknya hanya itu-itu saja yang dibicarakan oleh para guru di kelas. Misalnya: jangan nakal, rajin berdoa, rajin ke sekolah minggu, dan seterusnya. Semuanya begitu klise (atau membosankan). Padahal seluruh aspek hidup anak membutuhkan kehadiran Yesus juga. Misalnya, saat ia merasa kesepian di rumah, saat ia takut tidur sendiri di rumah, saat ditinggal orang tuanya pergi, saat selalu dipersalahkan orang tuanya, saat jenuh belajar, dan sebagainya. Begitu kompleksnya pergumulan anak sebagai seorang manusia yang masih kecil. Yesus yang diceritakan oleh guru sekolah minggunya seharusnya menjadi Yesus yang menjawab semua pergumulannya, mengerti suka-dukanya, menjawab semua kebutuhannya, dan Yesus yang memimpin hidupnya dengan semua kompleksitas permasalahan hidup manusia.

Jadi, pembinaan anak yang holistik memandang pembinaan iman anak dalam pengertian yang luas. Tidak terbatas apa yang biasa dilakukan anak di sekolah minggu, namun terutama berkaitan dengan pergumulan anak dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan konsep ini, anak diajak menyadari bahwa Tuhan Yesus adalah Juru Selamatnya yang selalu hadir dalam kehidupannya setiap hari.

Pengetahuan Alkitab memang penting diajarkan, namun Alkitab kali ini diajarkan bukan terbatas sebagai buku yang harus dipahami (atau dihafal atau menjadi dogma), melainkan Alkitab yang menerangi hidup sehari-hari anak. Pembinaan anak semacam ini bukan terutama untuk mencerdaskan anak atau agar anak menghafal isi ayat atau isi Alkitab, melainkan untuk mengembangkan kepribadian dan moralitas anak dalam terang iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Sehingga setiap hari dari bangun tidur sampai tidur lagi, anak menjadi pelaku firman yang hidup. Setiap hari anak menjadi sahabat Yesus yang hidup! Dengan demikian, guru tidak hanya mengajarkan hal-hal yang klise, namun guru juga mengajarkan:

  • budi pekerti dan moralitas anak dalam hidup sehari-hari, yang tercermin dalam tingkah laku anak yang diterangi oleh imannya,

  • sopan santun saat berbicara dengan orang yang lebih tua,

  • sopan santun dan perhatian kepada mereka yang lebih muda,

  • pendidikan seks dalam terang firman bagi anak-anak,

  • pentingnya studi dan memiliki keahlian khusus agar dapat menjadi berkat bagi masyarakat. Guru perlu menekankan betapa pentingnya menjadi seorang yang ahli dalam bidang tertentu,

  • hidup Kristen yang tidak individualistis (yang hanya mementingkan diri sendiri, egois), tetapi para guru diharapkan mengajak para murid untuk memahami bahwa sesama adalah berkat Tuhan bagi kita untuk kita kasihi,

  • agar anak tidak materialistis dan terjebak dalam konsumerisme akibat iklan media massa yang sangat menarik. Anak diajarkan untuk kritis,

  • untuk kritis terhadap pengaruh buruk dari beberapa film anak, iklan-iklan televisi atau media massa dan bacaan. Anak dapat bersikap secara kritis karena diterangi oleh imannya,

  • menjadi warga negara yang baik, yang tahu menempatkan diri dengan tepat dalam situasi Indonesia yang begitu heterogen. Sehingga dalam kebhinekaan masyarakat yang plural ini, anak dapat bersikap dengan tepat dan bijaksana,

  • agar anak tidak mengikuti budaya buruk korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sedang diperangi oleh setiap warga bangsa Indonesia,

  • memahami arti penting hidup berpolitik dalam terang iman Kristen. Bukan politik praktis, melainkan sebagai warga negara yang baik, anak diajak untuk terlibat memikirkan dan mendoakan pergumulan bangsanya.

Puncak pembinaan holistik adalah agar anak menjadi seperti Yesus. Bukan hanya memiliki iman yang begitu kuat seperti Yesus, melainkan juga bermasyarakat dengan baik dan dewasa, serta mengasihi semua sesamanya dalam berbagai perbedaan yang dimiliki. Tujuan akhir pembinaan holistik ini ialah untuk menjadi seperti Yesus yang begitu dewasa dalam iman, pola pikir, kepribadian, dan sikap.

Pembinaan yang bersifat holistik ini tidak akan membentuk anak menjadi seragam. Pembinaan ini dibentuk dengan memikirkan kekhasan bakat, talenta, dan kemampuan anak. Pembinaan ini begitu kreatif karena mengembangkan semua potensi anak. Karena itulah, pembinaan yang holistik sangat memerhatikan dunia anak, bahasa anak, perkembangan kemampuan anak, dan kebutuhan anak dengan segala aspek kehidupannya.

2. Metode Pembinaan Anak yang Aktif Kreatif

Agar arah tujuan pembinaan holistik itu tercapai, perlu dipikirkan metode yang tepat, yaitu metode pembinaan anak yang aktif (dan kreatif). Maksud dari metode pembinaan anak aktif adalah metode pembinaan yang berpusat pada anak, yang mengajak anak aktif terlibat dan bertumbuh dalam proses pembinaan. Jadi, tidak hanya guru saja yang aktif dalam proses pembinaan dan anak menjadi pendengar pasif, tetapi anak justru menjadi subjek yang aktif di kelas. Anak diharapkan bersuara atau berpendapat, berdiskusi, mengeluarkan pikiran, gagasannya, dan pengalamannya, serta menemukan "pesan firman Tuhan" yang dibicarakan di kelas. Karena itulah, metode anak aktif merupakan cara dan teknik kreatif agar anak-anak tidak pasif di kelas.

Grafik Efektivitas

A. Guru dan murid pasif (kurang aktif).
  1. Guru menggunakan alat peraga, namun murid pasif (murid hanya melihat dan mendengar).
  2. Guru menggunakan alat peraga dan murid-murid memberikan respons dengan kata-kata. Metode ini sudah mendekati metode anak aktif, namun belum maksimal.
  3. Guru dan murid sama-sama aktif. Guru menggunakan metode anak aktif sehingga para murid terlibat aktif dalam pengajaran, baik dalam kata-kata maupun dalam gerakan dan tindakan.

Guru tidak bisa hanya menggunakan metode abstrak (hanya dengan kata-kata saja tanpa aktivitas atau tanpa alat peraga). Guru harus menggunakan semua hal yang mungkin (aktivitas, alat peraga, permainan, simulasi, dan lain-lain) untuk mengaktifkan anak agar terlibat dalam proses pembinaan ini.

Dengan demikian, harus dipikirkan juga bagaimana agar firman Allah dapat disampaikan kepada anak-anak dalam bentuk yang kreatif. Anak-anak diharapkan dapat memahami makna pesan firman Tuhan, yang dapat menjawab kebutuhan pergumulan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, metode ini menuntut guru untuk berani aktif kreatif dalam berbagai hal, seperti:

  • mengkreasi kegiatan atau acara sekolah minggu,
  • mengkreasi puji-pujian,
  • menyampaikan cerita,
  • mengajarkan dan memimpin berdoa,
  • membawa anak mencintai dan menghayati firman Tuhan,
  • menciptakan aktivitas yang menarik,
  • dan sebagainya.

Diambil dan diringkas dari:

Kategori Bahan PEPAK: Metode dan Cara Mengajar

Sumber
Judul Artikel: 
Pembinaan yang Holistik dan Metode Anak Aktif
Judul Buku: 
Mereformasi Sekolah Minggu: 8 Kiat Praktis Menjadikan Sekolah Minggu Berpusat pada Anak
Pengarang: 
Paulus Lie
Halaman: 
50--56
Penerbit: 
PBMR ANDI
Tahun: 
2003

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar