Apa itu intelligence (kecerdasan)? Dari definisi Howard Carter dalam "Purpose of People Intelligence," dikatakan: "Kecerdasan adalah kemampuan untuk kita menyelesaikan masalah atau untuk menciptakan produk." Yang dimaksud produk di sini tidak semata-mata berupa benda atau materi, tetapi lebih kepada menghasilkan sesuatu yang berharga, yang itu kemudian diterima dalam masyarakat sebagai sesuatu yang baik, sesuatu hal yang bermanfaat.
Untuk mempermudah kita dalam membayangkan bentuk dari kecerdasan itu, maka Howard Carter membaginya menjadi 8 area atau 8 bidang. Melalui pemaparan tersebut, kita kemudian mengetahui bahwa ternyata bukan hanya orang yang menguasai matematika yang dapat disebut cerdas. Orang yang menguasai permainan sepak bola juga adalah orang yang cerdas. Bahkan, orang yang pandai memasak pun juga dikatakan cerdas. Mengapa? Karena, melalui kecerdasan tersebut, mereka memberi kontribusi yang penting dalam masyarakat. Itulah definisi kecerdasan. Mulai dari kecerdasan dari wilayah fisik, gerak tubuh, hubungan interpersonal, kemampuan verbal linguistik (berbahasa), kemampuan naturalis (kemampuan untuk berelasi dengan alam dengan binatang atau mungkin dengan tumbuh-tumbuhan), dan kecerdasan intrapersonal, yaitu kemampuan untuk mengenali diri dalam membawa kepemimpinan. Lalu, juga ada kecerdasan visual spasial, yang terkait dengan bidang seni atau arsitektur. Lalu, yang terakhir adalah berkaitan dengan musik. Inilah bidang-bidang yang dihargai oleh masyarakat kita, di mana diperlukan kecerdasan untuk dapat menguasai bidang-bidang tersebut. Dengan demikian, kita berkembang dalam dunia yang menghargai beragam kecerdasan.
Sayang sekali, rata-rata sekolah kita hanya menghargai sebagian kecil saja dari jenis kecerdasan. Sebagai contoh, sekolah dan orangtua lebih menghargai anak yang memiliki logika matematis yang kuat, yang memiliki IQ tinggi. Sekolah kita juga lebih menghargai anak-anak yang mampu menjawab secara lisan atau secara tertulis. Sebab, secara akademis, kecerdasan jenis itulah yang memampukan anak untuk mendapat nilai-nilai yang bagus. Akibatnya, jenis-jenis kecerdasan lain kurang mendapat tempat di sekolah-sekolah kita.
Dari sana, kemudian akan timbul pertanyaan, "Apakah intelligence atau kecerdasan ini bawaan dari lahir?" Apakah kecerdasan itu sifatnya alami atau dikembangkan (lecture major) sering kali menjadi perdebatan. Sebagai pengantar, mari kita melihat pendapat Shinichi Suzuki dari Jepang. Dia adalah seorang pecinta musik dan seorang guru musik, yang terutama melatih biola. Menurut Shinichi Suzuki, "Talenta atau bakat bukan dibawa sejak lahir." Kalau pun ada yang disebut bakat, sejak ketika seorang anak lahir kita juga tidak tahu apa bakat dari anak tersebut. Dari sana, Shinichi Suzuki mengatakan bahwa jika seseorang memiliki kecerdasan bermain musik, itu disebabkan karena lingkungan yang melatih mereka. Lingkunganlah yang mengondisikan anak ini untuk bukan hanya dapat bermain musik, tetapi juga mencintai musik. Dan, hal itu dibuktikan sendiri oleh Shinichi Suzuki, ketika ia mampu melatih anak-anak dengan berbagai kondisi untuk bisa menyanyi dengan nada yang tepat. Jadi, Shinichi Suzuki berkata bahwa, "Kecerdasan seorang anak dapat terlihat karena anak ini dibentuk dan dilatih." Nah, seberapa besar nanti prestasinya itu tergantung dengan lingkungannya. Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Audrey Gourtner, "Intelligence dalam definisi Gourtner terus berkembang bisa dikembangkan dalam diri anak itu. Bisa ditumbuhkan karena bisa dilatih dan dikondisikan."
Lalu, bagaimana dengan kepribadian?
Seorang tokoh apologis, Helen Sergae, mempelajari tentang hukum manusia dan belajar tentang pribadi manusia. Nah, kemudian dia mengatakan bahwa tubuh kita itu dikendalikan oleh zat-zat kimia yang memang sudah "build in" (ada secara alami - Red.) di dalam diri kita. Zat-zat kimia itulah yang menentukan cara bicara, cara tersenyum, atau cara memandang pada seseorang. Zat kimia tersebut jugalah yang membuat perbedaan dari setiap pribadi, yang menentukan apakah seseorang menjadi ekstrovert (karena memiliki dopamine yang dominan), cenderung phlegmatis jika yang dominan adalah serotomine, atau menjadi pribadi yang dominan jika testosteron menjadi zat kimia yang mendominasi, dan seorang yang peduli jika didominasi oleh estrogen.
Mari kita lihat hal ini dengan lebih jelas. Semenjak bayi, sesungguhnya kita bisa melihat kepribadian seorang anak. Ada anak yang tenang, ada yang tidak sabar, ada yang lembut, ada yang tidak bisa tenang, dsb. Dari sana, kita bisa melihat bagaimana seseorang bereaksi terhadap lingkungannya adalah terkait dengan kepribadiannya yang sudah dibawa semenjak lahir. Contoh: anak yang suka explore itu adalah seorang yang memiliki zat kimia yang dominan dopamine. Sementara, seorang anak yang dominan dengan serotomine -- zat yang membuat kita menjadi lebih stabil -- akan cenderung menjadi builder, lebih teratur, suka dengan barang-barang yang ditata dengan kerapian dan keteraturan. Anak yang dominan dengan testosteron akan cenderung untuk suka mengatur, memerintah, bahkan menindas temannya. Sementara, anak yang memiliki estrogen tinggi biasanya adalah tipe natural yang memiliki kepedulian lebih kepada orang lain. Itu semua adalah kepribadian yang sudah tertanam pada diri kita masing-masing semenjak awal.
Namun demikian, kita tidak bisa mengkotak-kotakkan bahwa masing-masing hanya memiliki zat kimia tertentu. Setiap orang sesungguhnya mempunyai keempat zat kimia tersebut, tetapi dengan kadar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, jangan terlalu cepat menilai anak bahwa ia masuk dalam tipe kepribadian tertentu, karena semua zat kimia tersebut ada di dalam diri kita. Namun, sebagaimana didefinisikan Gourtner mengenai intelligence yang dibedakan menjadi 8 jenis, hal itu perlu untuk membuat kita dapat mengenali -- bukan mengkotak-kotakkan -- kepribadian anak. Sebab, jika kita salah memahami, kita dapat terjebak pada penilaian, sikap, serta perlakuan yang salah. Misalnya, kita menganggap anak kita pandai dalam bermusik, tetapi kurang pandai berelasi dengan temannya. Jangan kemudian kita menganggap bahwa dengan begitu anak tidak perlu berelasi dengan teman, cukuplah jika anak itu cerdas dalam bermusik. Berelasi dengan orang lain merupakan hal yang sangat penting, tidak boleh dikesampingkan meski anak memiliki kecerdasan di bidang lain yang lebih menonjol. Delapan area kecerdasan ini masing-masing perlu kita kembangkan dalam diri anak, agar mereka bisa lebih optimal di berbagai bidang. Pada sisi lain, kita hendaknya juga tidak memaksakan anak untuk bisa menguasai semua kecerdasan ini, dan membuat mereka kepayahan mengejar apa yang menjadi ambisi dan kemauan kita.
Jadi sekarang kita mengetahui bahwa kepribadian itu adalah sesuatu yang sudah tertanam dalam diri kita. Sementara, kecerdasan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bagaimana lingkungan mengondisikan, bagaimana lingkungan membentuk, itulah yang nanti akan membentuk kecerdasan anak kita. Apa yang akan mereka kuasai atau cerdas dalam bidang apa, itu akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Ada satu ayat Alkitab yang mendasari materi ini, yaitu Efesus 2:10, "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya." Mengapa kita berbeda-beda? Mengapa kita memiliki begitu banyak perbedaan antara yang satu dengan yang lain? Itu karena Allah merancang demikian, dan Allah merencanakannya untuk pekerjaan yang baik. Apa pun sifat dan kemampuan yang kita miliki, Tuhan menciptakan untuk sesuatu yang baik. Setiap dari kita sudah dirancang oleh Tuhan sedemikian rupa, sehingga kalau kita menekuni suatu bidang tertentu, kita akan enjoy di dalamnya. Nah, untuk sampai tahu apa yang menjadi kelebihan atau kecerdasan dari seorang anak adalah suatu proses yang harus kita pergumulkan dengan Tuhan. Sebab, semua ini berujung bukan pada cita-cita kita, melainkan mengenai calling atau panggilan. Cita-cita itu mengenai apa mau kita, sementara panggilan berpusat pada apa mau Tuhan.
Di dunia nyata, kita tidak dikotak-kotakkan dalam 8 wilayah kecerdasan tersebut, juga tidak dapat melihat zat kimia apa yang mendominasi kepribadian anak kita. Di dalam dunia nyata, kita akan diperhadapkan dengan pilihan-pilihan mana yang sesuai dengan kecerdasan, minat, atau kepribadian anak-anak kita. Sebagai contoh, dalam keputusan pengambilan bidang minat di Sekolah Menengah Tingkat Atas, yaitu dalam pemilihan minat IPA, IPS, atau Bahasa. Secara umum, tipikal anak IPA adalah tidak terlalu memikirkan penampilan. Buat mereka, angka lebih menarik daripada baju. Mereka tidak terlalu memedulikan penampilan selama mereka nyaman dan memiliki lingkungan yang mendukung untuk berpikir. Mereka adalah anak-anak yang tertarik dengan logis matematis dan jika diberi soal yang sulit, akan merasa sangat tertantang. Sebaliknya, anak yang logika matematisnya rendah. akan langsung down energinya jika diberi soal matematika. Semakin sulit semakin putus asa. Dari hal-hal semacam itu kita bisa melihat anak-anak kita akan lebih cocok masuk ke dalam jurusan apa.
Sementara, untuk ilmu bidang-bidang sosial biasanya memiliki kegiatan yang berinteraksi dengan lebih banyak orang, kegiatan yang terkait dengan bacaan atau cerita dengan studi kasus. Ini berarti kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kemampuan linguistik serta kemampuan intrapersonal yang lebih baik. Anak-anak yang tertarik dengan bidang sosial akan lebih menonjol kemampuannya dalam hal ini. Namun, dunia tidak dibagi menjadi bidang IPA dan IPS saja. Ada anak-anak tipe ketiga, yaitu yang memiliki kepribadian agak-agak eksentrik. Mereka adalah orang-orang yang nyeni, tidak terlalu tertarik pada berbagai teori, matematika, dan bahasa. Mereka tertarik pada hal-hal yang bersifat spasial visual, keindahan, dan orisinalitas hasil karya. Karena itu mereka akan cenderung menampilkan sesuatu yang berbeda, bahkan dalam penampilan. Anak-anak dengan bakat seni akan memiliki tampilan yang berbeda dari anak-anak lainnya. Dan, agar anak-anak ini semakin dapat mengembangkan minat dan kecerdasannya, kita harus peka dan mampu melihat hal-hal semacam itu.
Dari sana kita sekarang tahu bahwa bakat itu membutuhkan waktu dan energi untuk berkembang. Bakat yang tidak dilatih tidak akan menjadi kecerdasan dan hanya akan menjadi potensi. Itulah sebabnya kecerdasan itu ditentukan oleh lingkungan sekitar, bagaimana ia akan mendukung seorang anak dalam dimensi kecerdasannya.
Nah, semua hal yang sudah disebutkan adalah berdasarkan sudut pandang anak. Sekarang, mari kita berbicara dari sudut pandang orangtua. Firman Tuhan yang menjadi dasar dari perintah Tuhan Yesus adalah "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku." Dari firman Tuhan itu kita mengetahui bahwa pemuridan itu adalah panggilan kita. Dan, untuk menjalankan panggilan itu, kita bisa secara kreatif belajar Alkitab, atau melakukan creative teaching. Istilah memuridkan tidak harus selalu membaca Alkitab, bisa juga memakai buku. Memuridkan adalah untuk melayani anak-anak, untuk menjadi murid Kristus. Itu sebabnya kita perlu mempelajari teori tentang personality/kepribadian, dan teori tentang intelligence agar kita memiliki pengetahuan untuk membawa anak-anak menjadi murid.
Kita juga bisa mengadakan berbagai kegiatan yang mengasyikkan dengan anak-anak untuk melakukan pemuridan, dimana di dalamnya kita mengaplikasikan pengetahuan tentang personality dan kecerdasan anak. Sebagai contoh, kita bisa mengadakan proyek bersama anak-anak yang dalam pelaksanaannya perlu mengaplikasikan multiple intelligence dan macam-macam kepribadian dari setiap anak. Melalui kegiatan tersebut semua anak diajak untuk terlibat sesuai dengan kecerdasan dan kepribadian masing-masing, sehingga semua anak berperan dan berpartisipasi. Tidak ada anak yang dibiarkan tidak terlibat, pasif, atau ketinggalan, dan semua sisi anak berkembang, baik dari sisi kecerdasan, dari sisi kepribadian, maupun dari sisi pemuridan. Tujuan utama dari mengadakan kegiatan semacam ini adalah menemukan cara, bagaimana kita dapat melakukan pemuridan bukan hanya lewat pertemuan seminggu sekali yang dapat menarik minat anak-anak untuk terus hadir. Lalu, kita juga bisa melakukan pemuridan berjenjang, yaitu orang dewasa memuridkan pemuda, pemuda memuridkan remaja, yang remaja memuridkan anak-anak. Pemuridan model ini biasanya lebih berhasil dilakukan dengan ketiadaan rentang atau jarak usia yang terlalu jauh antara yang memuridkan dengan yang dimuridkan.
Paulus pernah berkata, "Bagi orang Yahudi aku akan seperti orang Yahudi. Bagi orang di luar hukum Taurat aku akan sama seperti mereka." Apa tujuan Paulus menyatakan hal tersebut? Supaya Paulus bisa memenangkan mereka, supaya mereka bisa menjadi murid Kristus. Demikian juga dengan kita, bagi anak-anak, kita harus menjadi seperti anak-anak, supaya kita bisa memenangkan mereka. Demikian juga, bagi remaja, kita pun harus menjadi seperti remaja, agar mereka dapat menjadi murid Kristus.
Sumber: | ||
Judul artikel | : | Multiple Intelligence Cara Anak Belajar Alkitab |
Pemateri | : | Meilania Chen |
Arsip | : | https://live.sabda.org/events.php?id=bible-talks&title=cara_anak_belajar_alkitab |
Slideshare | : | https://www.slideshare.net/sabda/multiple-intellegence-cara-anak-belajar-alkitab |
Blog terkait | : | https://blog.sabda.org/2020/07/31/sabda-live-bible-talks-seri-kidz-ministry/ |
Processed video presentasi: https://www.youtube.com/watch?v=tEO1_9voW5Q&t=18s
Full live-stream video: https://www.youtube.com/watch?v=GbwbqlLRz0U
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK