Sebagai orang tua, salah satu sasaran kita haruslah untuk menolong anak-anak kita membina hati nurani yang kuat dan sehat. Mereka harus memunyai pengertian yang jelas tentang perasaan bersalah dengan mengetahui perbedaan antara "fakta" perasaan bersalah dan "perasaan-perasaan" yang timbul sebagai akibat perasaan bersalah itu sendiri. Merasa diri bersalah tidak selalu berarti bahwa memang benar terjadi suatu pelanggaran.
Persepsi yang tidak seimbang tentang perasaan bersalah dapat menimbulkan salah satu dari dua akibatnya yang tidak sehat. Seseorang mungkin dapat mengalami tekanan super ego yang kejam dan semena-mena, karena ia tidak dapat membedakan antara perasaan bersalah yang sejati dan yang irasional. Atau justru malah yang kebalikannya yang terjadi: ia mungkin melakukan hal-hal yang salah tanpa memperlihatkan adanya perasaan bersalah sama sekali.
Dalam mendidik anak-anak kita, sangatlah penting bahwa mereka (demikian juga kita) dapat membedakan perasaan bersalah yang nyata dan yang palsu. Biasanya, kedua macam perasaan bersalah itu disertai dengan perasaan-perasaan bersalah yang sangat tidak menyenangkan itu. Tetapi perasaan bersalah yang berasal dari sesuatu yang benar- benar salah dapat mendorong kita untuk bertobat dan dapat diampuni, sedangkan perasaan bersalah yang palsu hanya menghantui kita dan lambat laun akan menghancurkan kita.
Perasaan bersalah yang nyata atau yang memang merupakan fakta adalah akibat dari suatu pelanggaran terhadap hukum moral atau hukum pergaulan yang nyata, yaitu apa yang oleh Alkitab disebut dosa. Jika Markus pulang ke rumah dari sekolah dengan perasaan kosong dan muka murung karena ia telah berbuat curang dalam ulangan matematikanya, maka ia sedang mengalami perasaan-perasaan negatif karena perasaan bersalah yang nyata.
Perasaan bersalah yang timbul karena kegagalan seseorang untuk memperoleh persetujuan atau penghargaan dari orang lain adalah hasil dari perasaan bersalah yang palsu. Ketika Susi yang berumur enam tahun terjatuh di tempat bermain, ia merasa dirinya bodoh dan merasa disisihkan karena kawan-kawannya menjulukinya bayi sebab ia cengeng, maka hal demikian adalah perasaan bersalah yang palsu.
Perasaan bersalah yang timbul karena tidak berhasil mencapai sasaran dari angan-angannya sendiri yang tidak sesuai dengan kenyataan dan juga tidak masuk akal merupakan macam perasaan bersalah palsu yang lain lagi. Suatu contoh yang lazim ialah Joni merasa malu dan jengkel karena ia gagal dan hanya menjadi juara harapan.
Sering sekali, anak-anak bergumul dengan sia-sia terhadap perasaan- perasaan bersalah karena mereka tidak dapat menunjukkan dengan pasti sumber dari perasaan bersalah itu dan dengan demikian mereka tidak dapat menanganinya dengan tepat. Masing-masing dari ketiga macam perasaan hersalah yang digambarkan di atas itu memerlukan cara penyelesaian yang berbeda.
Sebagai contoh, perasaan hersalah yang nyata, yang dialami Markus, akan hilang jika ia mengakui kepada dirinya sendiri bahwa apa yang dilakukan itu betul-betul salah, mengakuinya di hadapan Allah dan kemudian kepada orang tuanya dan atau gurunya, serta bersedia menanggung akibatnya, dan membuat suatu keputusan pribadi untuk tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi. Di dalam Alkitab, hal ini dikenal sebagai pertobatan, dan setiap langkah ini penting untuk dapat menghilangkan perasaan bersalah yang nyata.
Perasaan bersalah si kecil Susi, yang timbul karena ia menangis, akan lenyap jika ia diberi semangat dan diperbolehkan menangis apabila ia merasa sakit, sekalipun jika anak-anak lainnya menertawakan dia. Anak-anak perlu bersikap berani untuk tidak selalu menuruti saja apa yang dianggap baik atau jelek oleh teman-teman sebayanya, yaitu pada waktu kepercayaan dirinya pada persepsi dan keputusannya sendiri makin berkemhang.
Perasaan bersalah Joni akan hilang jika ia mengakui bahwa harapannya itu memang tidak realistis. Ia sendiri merupakan pengkritik yang paling kejam terhadap dirinya sendiri, jadi ia betul-betul memerlukan kasih sayang dan penerimaan yang tanpa pamrih dari orang tuanya, yang tidak berubah atau berkurang andai kata apa yang dikerjakannya kurang dari sempurna. Kasih tanpa syarat, melampaui segala sesuatu lainnya, akan menolong seorang anak untuk melihat dirinya sebagai suatu ciptaan Allah yang istimewa dan berharga.
Berikut ini beberapa cara yang penting untuk dapat menolong anak Anda memperoleh keterampilan yang seimbang dalam mengatasi perasaan bersalahnya:
Jangan membesar-besarkan kesalahan dengan mengatakan kepada anak itu betapa jahatnya ia sehingga ia melakukan hal yang demikian tercela itu. Tekankan bahwa yang jelek adalah tindakannya dan bukan orangnya. "Bencilah dosanya, tetapi kasihilah orangnya yang berdosa itu."
Jangan sekali-kali Anda menjadikan kasih dan rasa sayang Anda sebagai salah satu bentuk hukuman. Biarlah kasih Anda mencerminkan kasih Allah, yang diberikan tanpa syarat walaupun kira sering gagal.
Sesuaikan beratnya hukuman atau tindakan disiplin Anda dengan beratnya pelanggaran atau kesalahannya, dan bukan dengan berapa besarnya ketidaksenangan berdasarkan perasaan Anda. Jika perlu, tunggu sampai diri Anda sudah cukup tenang dulu, baru Anda menjatuhkan hukuman.
Kalau Anda mendisiplin, Anda harus selalu memberi peluang kepada anak Anda untuk memelihara nilai dan harga dirinya. Janganlah menghukum dengan disertai tuduhan, kemarahan, atau hinaan terhadap sifat dan harga diri anak itu, seperti, "Kamu malas!" atau "Kamu selalu melakukan kesalahan-kesalahan yang tolol!" Dan jangan mempermalukan dia di hadapan orang lain.
Aturlah apa yang menjadi tugas anak Anda di rumah, tanggung jawabnya, batas-batasnya, dan peraturan-peraturannya sedemikian rupa sehingga dapat memberi peluang besar bagi anak itu untuk berhasil. Kita harus menjaga agar apa yang diharapkan dari anak itu sesuai dengan tahap kedewasaan atau kemampuannya. Dengan demikian, anak itu akan terhindar dari siksaan batin yang timbul oleh karma sasaran yang ditentukannya tidak realistis dan karma kekecewaan yang berlebihan.
Perhatikanlah supaya bahan-bahan bacaannya, acara-acara televisi dan film yang ditontonnya, dan hal-hal yang dialaminya di dalam kehidupan nyata, semuanya menunjukkan sikap-sikap hidup yang sehat dan cara-cara yang benar untuk menyelesaikan perasaan bersalahnya. Tolonglah anak Anda untuk mengerti etika situasi, yang menjadi dasar dari kebanyakan pandangan kebudayaan yang keliru tentang apa yang benar dan apa yang salah.
Apabila anak Anda menceritakan tentang kelakuan jelek seorang kawan sebayanya, manfaatkanlah kesempatan itu untuk mengajukan pertanyaan: "Apakah itu salah? Mengapa?" Dengan demikian, Anda akan dapat menguak sedikit bagaimana kira-kira pemikiran dan pengertian anak Anda tentang perasaan bersalah itu.
Berilah teladan di dalam kehidupan pribadi Anda sendiri bagaimana memberi respons yang benar terhadap ketiga macam perasaan bersalah ini. Ini merupakan cara mengajar yang paling efektif. Dan jika anak Anda mendapati dan menghadapkan Anda dengan perbuatan Anda yang salah, terimalah hal itu sebagai kesempatan yang baik agar Anda dapat sama-sama bertumbuh. Biarlah anak Anda juga melihat pertobatan Anda.
Mengampuni anak Anda dan mengajarkannya seni untuk dapat mengampuni orang lain juga akan meningkatkan kemampuan anak itu untuk mengampuni dirinya sendiri.
Tidak banyak pemberian yang dapat Anda berikan kepada anak Anda yang nilainya lebih besar daripada membuat dia mengerti tentang sumber perasaan bersalah itu dan kesanggupan untuk mengatasinya. Hati nurani yang diberi pengertian yang baik akan menjadi akar dari suatu kehidupan yang sehat dan bahagia, dan yang taat kepada Allah.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK