Diringkas oleh: Davida Welni Dana
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23)
Secara umum, apa artinya melayani?
Biasanya, orang Kristen beranggapan bahwa melayani berarti terlibat aktif di gereja atau melakukan tindakan-tindakan sosial kemasyarakatan. Namun, makna sejati dari melayani bukanlah tindakan, namun juga soal hati.
Ketika kita memutuskan untuk menjadi guru sekolah minggu, dengan tujuan agar keinginan dan ide-ide kita dituruti, itu bukan melayani, tetapi berdagang. Atau, kita berharap mendapatkan fasilitas, kemudahan, atau bantuan materi dari gereja. Itu namanya bukan melayani, tetapi bekerja. Bisa juga kita menjadi guru sekolah minggu untuk mendapatkan pujian manusia dan menarik perhatian orang lain. Itu namanya kampanye, bukan melayani. Melayani sebagai guru sekolah minggu bukan hanya soal perbuatan yang terlihat, namun juga soal hati. Apakah perbuatan-perbuatan tersebut dilandasi oleh semangat seorang pelayan.
Bagaimanakah seorang pelayan dapat memiliki semangat melayani yang sejati itu?
1. Melakukan semampunya bukan semaunya.
Apa pun yang menjadi tugas dan bagian kita, lakukanlah dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya. Tidak asal-asalan atau setengah-setengah. Bukan menyisakan, tetapi menyisihkan. Artinya, tidak memberikan sisa-sisa waktu, tenaga, materi, dan sebagainya. Yang harus kita lakukan adalah menyisihkan sesuatu sebelum diberikan. Berarti dengan sengaja memberikan semua hal yang diperlukan untuk pelayanan.
Seorang pelayan pun harus selalu berkonsentrasi pada tugasnya. Ia tidak memusingkan hasil seperti yang diharapkan manusia. Dia fokus untuk melakukan yang terbaik dengan seluruh kemampuannya untuk Tuhan.
2. Memberi bukan menerima.
Seorang pelayan sejati melakukan sesuatu yang baik tanpa harapan mendapat balasan apa pun untuk diri sendiri. Motivasinya hanya memberi. Seorang pelayan tidak akan bertanya, "Apa yang akan saya dapatkan?" Sebaliknya, dia akan bertanya, "Apa yang dapat saya berikan?" Jika tidak memperoleh apa-apa dari pelayanannya, dia tidak akan undur, patah semangat, atau sakit hati. Jika pelayanan kita didasari pada harapan mendapat kepuasan dan kesenangan, itu artinya kita tidak sedang melayani, tetapi sedang dilayani.
3. Tidak mengedepankan keinginan pribadi.
Dalam melayani, jangan memilih-milih tugas atau tempat pelayanan. Lakukan semua tugas pelayanan dengan sukacita, tidak terpaksa, tidak bersungut-sungut, dan tidak asal-asalan. Jika kita hanya mau melakukan pelayanan yang kita suka, bisa jadi kita sedang melayani diri sendiri, bukan melayani Tuhan. Dalam pelayanan, mungkin saja kita menghadapi situasi ini: melakukan tugas yang tidak kita sukai. Namun, jangan takut untuk melangkah. Ingatlah dua hal berikut ini.
a. Yakinlah bahwa Tuhan yang memanggil kita untuk melakukan sebuah tugas. Pasti Dia yang akan memperlengkapi kita dengan segala sesuatu yang kita perlukan, agar dapat mengerjakan tugas yang Dia percayakan kepada kita. Sediakan diri kita untuk Tuhan, dan yakinlah bahwa Tuhan tidak memanggil kita dengan sembarangan. Dia sudah mempertimbangkan segala sesuatunya.
b. Ingatlah bahwa kesukaan pelayanan bukan terletak pada mengerjakan tugas-tugas yang kita sukai, tetapi justru ketika kita bisa menyukai apa yang seharusnya kita lakukan.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Menjadi Guru Sekolah Minggu yang Efektif |
Judul artikel | : | Melayani Lebih Sungguh |
Penulis | : | Ayub Yahya |
Penerbit | : | Footprints Publishing, Yogyakarta 2011 |
Halaman | : | 9 -- 16 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK