Diringkas oleh: Santi Titik Lestari
Apakah tujuan sekolah minggu itu? Siapa yang menentukan? Apakah tujuan sekolah minggu di satu gereja berbeda dengan tujuan sekolah minggu di tempat lainnya? Apakah tujuan Komisi SM berbeda dengan tujuan komisi lainnya? Untuk tujuan jangka pendeknya mungkin dapat berbeda dan saling bervariasi, tetapi untuk tujuan akhirnya semua sama. Perlu diingat bersama bahwa tujuan yang sama itu, jangan pernah dikorbankan dengan tujuan-tujuan jangka pendek dari masing-masing bidang.
Thomas H. Groome dalam bukunya Christian Religious Education mengatakan, "I suggest that our metapurpose as Christian religious education is to lead people out to the Kingdom of God in Jesus Christ" (tujuan pendidikan anak adalah menuntun umat memasuki Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus). [1] Dan pemahaman kita tentang Kerajaan Allah harus sesuai dengan pemahaman Yesus, namun dalam penerapannya kita perlu menafsirkan ulang semua simbol dan perumpamaan yang Yesus pergunakan dalam kenyataan sekarang ini dan di sini. [2] Dalam mencapai sasaran tersebut, Yesus Kristus sendiri mengajar murid-murid-Nya untuk melakukan 2 hal sebagai prasyarat:
Menyerupai Kristus dalam Inkarnasinya
Ia mengajar para murid-Nya demikian: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4) Oleh Yohanes, arti "tinggal dalam Kristus": "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6) Jadi, Yohanes menunjuk "Keserupaan dengan Kristus yang berinkarnasi" sebagai prasyarat mutlak hidup dalam Kerajaan Allah. Di bagian lain, Paulus mengatakan bahwa semua skenario Allah menuju pada sebuah maksud selama manusia ada di dunia, yaitu keserupaan dengan Kristus (Roma 8:29). [3]
Berpusat pada Diri Kristus
Rasul Paulus menyatakan dalam Efesus 4:15: "tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." Kristus menjadi arah pertumbuhan dari setiap orang percaya yang mencakup seluruh aspek hidupnya ("di dalam segala hal"). Sehingga keterlibatan anak maupun guru di dalam Kerajaan Allah, selain merupakan anugerah Allah, menjadi tanggung jawab manusia untuk mengembangkan karakter yang ada dalam dua ranah: Keserupaan Seperti Kristus (Christ-Like) dan Kristosentris (Christocentric).
Mengapa Harus Serupa dan Berpusat pada Kristus?
Mengapa harus serupa Kristus? Mengapa tidak serupa dengan para tokoh inspirasional di dunia ini yang dapat memberi teladan?
Perlu kita ingat bahwa pokok persoalannya bukanlah mencari seorang teladan, tetapi lebih pada model yang sejati, sehingga manusia menjadi manusia dalam ukuran Allah, bukan ukuran manusia. Dalam Roma 8:29 disebutkan bahwa kita dirancang sedemikian rupa agar kita serupa dengan gambaran Kristus sewaktu berinkarnasi. Skenario Allah diarahkan sedemikian agar manusia meneladani Kristus sebagai manusia yang berkenan kepada Allah. Dengan kata lain, Allah tidak memiliki standar lain bagi manusia selain Kristus. Menjadi serupa Kristus adalah menjadi seperti yang Allah inginkan dan maksudkan.
Jatuhnya manusia ke dalam dosa membuat gambar Allah dalam diri manusia menjadi rusak dan mengalami kejatuhan yang dalam (total depravity). Pemulihan gambar Allah hanya terjadi dengan pengorbanan Kristus yang menjadi manusia dan menebus manusia, dan memungkinkan manusia untuk kembali memiliki gambaran yang baik. Target Allah bagi manusia sangat jelas: "Menjadi Serupa dengan Kristus dan Hidup Mereka Berpusat pada Kristus!"
Apa Itu Karakter?
Rasul Paulus mencatat dalam 2 Korintus 4:16: "Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibarui dari sehari ke sehari." (bagian tebal oleh penulis) Paulus menyebut manusia batiniah mengalami pembaruan dari hari ke hari sebagai bagian yang antagonis dengan manusia lahiriah. Pembaruan dalam hal ini menyangkut masalah karakter manusia.
Karakter menurut Tim LaHaye merupakan diri Anda yang sebenarnya. Alkitab menunjukkan sebagai "manusia batiniah yang tersembunyi" (1 Petrus 3:4). [4] Karakter merupakan hasil dari temperamen alami Anda yang dimodifikasi oleh pelatihan, pendidikan, pendirian-pendirian dasar, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip, dan motivasi-motivasi masa kanak-kanak. Kadang-kadang karakter ditunjuk sebagai "jiwa" dari seseorang, yang dibentuk oleh pikiran, emosi, dan kehendak. Mungkin dengan gamblang dapat dikatakan bahwa karakter itu seperti apa adanya Anda, bila tidak ada seorang pun di sekitar Anda. Apa yang Anda perbuat ketika Anda memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang ingin Anda lakukan, itu merupakan sebuah ekspresi dari diri Anda sendiri. Tim LaHaye selanjutnya menguraikan bahwa kepribadian merupakan ekspresi yang keluar dari pribadi seseorang yang dapat sama atau tidak sama dengan karakter seseorang, tergantung kepada seberapa murni keberadaan orang itu. Sering kali kepribadian merupakan bagian depan yang menyenangkan untuk sebuah karakter yang tidak menyenangkan atau sebuah karakter yang lemah. [5]
Bagaimana Caranya Membentuk Sebuah Karakter Serupa Kristus?
Yakoep Ezra, mengenai pokok ini, tidak langsung berbicara tentang sebuah pohon yang besar dan rindang, tetapi malah berbicara tentang benih yang harus ditumbuhkan [6]. Karakter Kristus tidak tumbuh dalam semalam, sehingga seperti benih yang tumbuh perlahan menjadi pohon yang lebat. Proses ini menurut Yakoep Ezra [7] meliputi:
Tentukan benih apa yang akan ditumbuhkan.
Ada sekitar 50-an kualitas karakter yang dapat dipilih sesuai kebutuhan Anda dan area kelemahan yang dimiliki. Buatlah prioritas karakter mana yang ingin didahulukan. Karena setiap benih karakter membutuhkan perlakuan, respons, dan penanganan tertentu.
Tempatkan benih pada media yang subur.
Untuk menumbuhkan benih-benih karakter, maka media yang tepat ialah dengan menjaga sikap hati. Tanah hati yang baik memberikan hasil panen berlipat kali ganda. Berikanlah kesempatan dan peluang seluas-luasnya untuk menyediakan ruang yang cukup bagi pertumbuhan benih-benih karakter kita.
Bersihkan benih dari semua penghambat.
Beberapa penghambat yang perlu disingkirkan dari diri kita ketika kita menumbuhkan benih karakter serupa Kristus di dalam diri kita, antara lain: sikap enggan untuk berubah, kesombongan, kecurigaan, emosional, kemunafikan, acuh atau bahkan bersikap masa bodoh, suka menghakimi, menyalahkan orang lain atau diri sendiri.
Suburkan benih sesuai keadaan.
Benih yang ada tidak otomatis tumbuh sehingga memerlukan siraman perhatian dan kebenaran firman Allah.
Hargai setiap pertumbuhan sekecil apa pun.
Harapkan dengan optimis dan hargai setiap pertumbuhan sekecil apa pun. Karena rasa optimis dan apresiasi adalah motivator terbaik untuk diri pribadi.
[1] Thomas H. Groome, Christian Religious Education: Sharing Our Story and Vision (San Fransisco: Harper & Row, 1980), hlm. 35.
[2] Ibid., hlm. 45.
[3] "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara".
[4] Tim LaHaye, Temperamen Yang Dikendalikan Roh (Bandung: Cipta Olah Pustaka, 2003), 19.
[5] Ibid., hal. 20.
[6] Jakoep Ezra, Success Through Character (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), hal. 16.
[7] Ibid., hal. 16-19.
Diringkas dari:
Nama situs | : | dapetza2007.blogspot.com |
Alamat URL | : | http://dapetza2007.blogspot.com/2008/11/karakter-anak-dan-guru-sekolah-minggu.html |
Penulis | : | Daniel Zacharias |
Tanggal akses | : | 12 Januari 2012 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK