Refleksi untuk Orang Tua/Guru
Apakah kita percaya karena kita beriman? Ataukah kita beriman sebab kita percaya? Kita dapat mempertanyakan dan bergumul dengan pertanyaan tentang ayam-telur, bahkan sampai ayam-ayam itu pulang ke kandangnya. Mungkin lebih baik kita tidak mempersoalkan hal itu, namun merasakan arti iman itu sendiri, dan memandang Dia yang dalam tindakan-tindakan-Nya mendefinisikan hakikat iman dengan begitu indah dan utuh.
Karakter Allah yang paling menonjol dalam Alkitab adalah kesetiaan Allah: kesetiaan yang tetap, teguh, tak tergoyahkan, diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Semata-mata melalui tindakan iman, Allah yang menciptakan kita dari debu, telah mengangkat kita menjadi penguasa atas segala yang diciptakan. Kita diberi kehormatan untuk menciptakan kehidupan dan juga tanggung jawab untuk mempertahankannya. Dalam peristiwa demi peristiwa di Alkitab, tampak bahwa Allah tetap memercayai umat manusia. Allah mendisiplin Adam dan Hawa, namun tetap menjalin hubungan dengan mereka. Nabi Nuh dan keluarganya diselamatkan untuk memulai ciptaan baru. Allah mengirim Yesus sebab Allah merasa kita berharga dan patut diselamatkan.
Jadi, kita sama dengan orang yang berseru, "Tuhan, saya percaya, tolonglah saya dalam ketidakpercayaan saya!" Bagaimana mungkin Allah dapat berpaling dan tidak bersukacita mendengar seruan yang jujur dan patut dihargai ini. Dan seandainya kita hidup dengan iman yang sangat sederhana sekalipun, mungkin kita dapat lebih bermurah hati kepada Allah dan kepada sesama. Mungkin kita dapat memandang potensi dan nilai yang ada, tanpa harus melihat bukti atau hasilnya lebih dulu. Dengan Allah sebagai teladan, kita dapat belajar untuk mengasihi lebih dalam tanpa banyak pertimbangan. Oleh karena kesetiaan Allah, kita dapat memiliki iman yang teguh dan tak tergoyahkan.
Refleksi untuk Seluruh Anggota Keluarga
Saat kamu pergi tidur, apakah kamu merasa perlu berdoa dengan sungguh-sungguh untuk memastikan bahwa matahari akan terbit esok hari? Apakah kamu khawatir matahari tidak mau bersinar lagi? Mungkin tidak, karena matahari selalu terbit. Memang kadang-kadang ia tertutup awan atau terjadi gerhana matahari, tetapi kita tahu bahwa matahari tetap ada! Ini berarti kita memiliki iman terhadap matahari, sebab matahari itu setia. Ini hal pertama yang perlu dilakukan untuk memiliki iman kepada Allah.
Hal kedua adalah mengetahui lebih dalam. Misalnya, kamu tak akan pernah dapat menyelami otak seseorang dan mengetahui apa yang dipikirkannya. Karena itu, kamu tidak pernah dapat 100 persen yakin mengapa seseorang menjadi sahabatmu. Tetapi apa yang kamu rasakan ketika berada bersama dengannya, akan membuatmu mengerti, tanpa ragu-ragu, bahwa ia adalah sahabatmu, karena kalian saling menyukai dan memerhatikan. Jadi, kita memiliki iman terhadap teman baik kita, karena kita tahu bahwa kita dapat memilihnya.
Iman berkaitan erat dengan apa dan siapa yang menjadi objek imanmu, tetapi iman juga berkaitan dengan dirimu sendiri. Allah itu seperti matahari: selalu ada, sesuatu yang dapat kamu andalkan dan kamu percayai. Bedanya; Allah adalah Sang Pencipta dari matahari, sehingga kamu jauh lebih dapat mengandalkan Allah. Selanjutnya, kita hanya mengetahui tanpa perlu penjelasan, atau alasan bahwa Allah mengasihi dan memedulikan kamu. Allah memercayai kamu. Pikirkanlah itu!
Hari 1. Tembok Yerikho (Yosua 6:1-20).
Yerikho adalah kota tua yang terletak di dataran yang amat luas, di mana Lembah Yordan terbentang di antara dua pegunungan. Bangsa Israel harus melalui kota Yerikho untuk sampai ke Kanaan, dan mereka harus mengalahkan kota itu untuk dapat menyeberang menuju ke Tanah Perjanjian.
Bangsa Israel mengelilingi tembok Yerikho selama enam hari, dengan aturan yang sama. Apa yang mereka lakukan pada hari ketujuh?
Bangsa Israel menyatakan iman mereka di Yerikho dengan ketaatan mereka. Dalam hal apa Allah menghendaki ketaatanmu?
Hari 2. Bangsa Yehuda Diserang oleh Musuh yang Kejam (2 Tawarikh 20:1-23).
Yosafat adalah seorang raja Yehuda yang melakukan apa yang benar, menurut pandangan penulis kitab Tawarikh. Ia menetapkan sistem peradilan dalam mengatasi pertikaian antar suku yang terjadi ketika musuh mereka menyerang.
Apa peran bangsa Yahudi dalam memenangkan pertempuran?
Ceritakanlah bagaimana kamu meminta Allah untuk membantumu menyelesaikan masalah?
Hari 3. Kesetiaan Allah (Mazmur 89:1-18).
Menurut sang pemazmur, dua hal apakah yang menjadi tumpuan takhta Allah?
Menurutmu, apakah yang paling mengagumkan dari ciptaan Allah?
Hari 4. Iman Seorang Perwira (Matius 8:5-13).
Apa yang luar biasa dari iman perwira ini?
Adakah saat-saat dalam hidupmu, di mana kamu merasa tidak layak menerima kepercayaan dari Allah?
Hari 5. Pengakuan Petrus (Matius 16:13-20).
Apa bedanya jawaban Petrus dengan jawaban murid-murid yang lain?
Bagaimana kamu dapat menggambarkan tentang Yesus kepada seseorang yang belum pernah mendengar tentang Dia?
Hari 6. Kemenangan Iman (Ibrani 11:1-12:2).
Dengan begitu banyak teladan iman, siapakah Dia yang disebut memiliki iman yang sempurna?
Jika masing-masing namamu dicantumkan pada daftar tersebut, apakah yang dapat dikatakan mengenai imanmu?
Diambil dari:
Judul asli buku | : | The Topical Family Bible Companion |
Judul buku | : | Belajar Bersama |
Judul bab | : | Kehidupan Iman |
Judul artikel | : | Iman: Ayam atau Telur? |
Penulis | : | Janice Y. Cook |
Penerjemah | : | Indawati Marsudi |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakarta 1999 |
Halaman | : | 103 -- 105 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK