Nas: Nehemia 8:6-7
Yang dimaksud dengan ibadah ialah aneka tindakan dan sikap yang menghargai dan menghormati kelayakan Allah semesta langit dan bumi yang agung. Jadi, ibadah berpusat pada Allah dan bukan pada manusia.
Di dalam ibadah Kristen, kita menghampiri Allah dengan bersyukur karena apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita di dalam Kristus dan melalui Roh Kudus. Ibadah menuntut komitmen iman dan pengakuan bahwa Dialah Allah dan Tuhan kita.
Sejarah Singkat Ibadah kepada Allah yang Benar
Umat manusia telah menyembah Allah sejak awal sejarah. Adam dan Hawa secara teratur bersekutu dengan Allah di Taman Eden (bd. Kej. 3:8). Baik Kain maupun Habel membawa persembahan (Ibr.: "minhah" yang juga diterjemahkan sebagai upeti atau hadiah) berupa tanaman dan ternak kepada Tuhan (Kej. 4:3-4); keturunan Set "memanggil nama Tuhan" (Kej. 4:26). Nuh mendirikan mezbah bagi Tuhan untuk mempersembahkan korban bakaran setelah air bah (Kej. 8:20). Abraham membangun mezbah-mezbah korban bakaran bagi Tuhan di berbagai tempat di negeri perjanjian (Kej. 12:7-8; 13:4,18; 22:9) dan berbicara secara akrab dengan Dia (Kej. 18:23-33; 22:11-18).
Akan tetapi, baru setelah peristiwa keluaran ketika Kemah Suci didirikan, ibadah yang umum memperoleh bentuknya. Setelah itu, korban-korban yang tetap dipersembahkan setiap hari dan secara khusus pada hari Sabat. Allah juga menetapkan beberapa hari raya agama tahunan sebagai saat-saat penyembahan umum bagi Israel (Kel. 23:14-17; Im. 1:1-7:38; 16:1-34; Im. 23:4-44; Ul. 12:1-32; 16:1-22). Ibadah ini kemudian dipusatkan di Bait Suci di Yerusalem. Ketika Bait Suci dibinasakan pada tahun 586 sM, orang Yahudi membangun sinagoge sebagai tempat pendidikan dan ibadah sementara mereka berada dalam pembuangan dan di mana pun mereka tinggal. Bangunan-bangunan ini masih dipakai sebagai tempat ibadah, bahkan setelah bait suci yang kedua dibangun di bawah pimpinan Zerubabel (pasal-pasal Ezr. 3:1-6:22). Terdapat banyak sinagoge di Palestina dan seluruh wilayah Roma pada masa PB (misal: Luk. 4:16; Yoh. 6:59; Kis. 6:9; 13:14; Kis. 14:1; 17:1,10; 18:4; 19:8; 22:19).
Ibadah gereja mula-mula dilaksanakan di Bait Suci Yerusalem dan rumah-rumah pribadi (Kis. 2:46-47). Di luar Yerusalem, orang Kristen beribadah dalam sinagoge selama mereka diizinkan; ketika tidak diperbolehkan lagi, mereka berkumpul di tempat lain untuk beribadah -- biasanya di rumah-rumah pribadi (Kis. 18:7; Rm. 16:5; Kol. 4:15; Flm. 1:2), sekalipun kadang-kadang di gedung-gedung umum (Kis. 19:9-10).
Ungkapan-Ungkapan Ibadah Kristen
Penyembahan yang sesungguhnya terjadi dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:23). Penyembahan harus diadakan sesuai dengan penyataan diri Allah di dalam Putra-Nya (Yoh. 14:6). Demikian pula, ibadah melibatkan roh manusia dan bukan hanya pikirannya, serta berbagai manifestasi Roh Kudus (1 Kor. 12:7-12).
Pelaksanaan ibadah Kristen harus sesuai dengan pola PB bagi gereja (Kis. 7:44). Orang percaya dewasa ini harus mendambakan, mencari, dan mengharapkan sebagai norma untuk gereja semua unsur pengalaman menyembah yang terdapat di PB
Ciri utama ibadah PL adalah sistem persembahan korban (Bil. 28:1-29:40). Karena korban Kristus di salib menggenapi sistem ini, di dalam ibadah Kristen tidak perlu pencurahan darah lagi (Ibr. 9:1-10:18). Melalui sakramen Perjamuan Kudus, gereja PB terus-menerus memperingati korban Kristus yang satu kali untuk selamanya (1 Kor. 11:23-26). Demikian pula, gereja dinasihatkan untuk "senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya" (Ibr. 13:15) dan untuk mempersembahkan tubuh kita "sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah".
Memuji Allah sangat penting bagi ibadah Kristen. Pujian menjadi unsur penting baik dalam penyembahan Israel kepada Allah (misal: Mzm. 100:4; 106:1; 111:1; 113:1; 117:1-2) maupun dalam ibadah Kristen yang mula-mula (Kis. 2:46-47; 16:25; Rm. 15:10-11; Ibr. 2:12)
Satu cara penting untuk memuji Allah ialah dengan menyanyikan mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. PL penuh dengan nasihat untuk bernyanyi bagi Tuhan (misal: 1 Taw. 16:23; Mzm. 95:1; 96:1-2; Mzm. 98:1,5-6; 100:1-2). Ketika Yesus lahir, seluruh bala sorgawi tiba-tiba menyanyikan pujian (Luk. 2:13-14), dan gereja PB merupakan masyarakat yang menyanyi (1 Kor. 14:15; Ef. 5:19; Kol. 3:16; Yak. 5:13). Nyanyian orang Kristen PB dinyanyikan, baik dengan akal budi (yaitu, dengan bahasa yang dikenal) maupun dengan roh. Tidak pernah mereka memandang nyanyian sebagai sekadar hiburan.
Unsur penting lainnya dalam ibadah ialah mencari wajah Allah di dalam doa. Para orang saleh PL senantiasa berkomunikasi dengan Allah melalui doa (misal: Kej. 20:17; Bil. 11:2; 1 Sam. 8:6; 2 Sam. 7:27; Dan. 9:3-19; Yak. 5:17-18). Para rasul berdoa terus-menerus setelah Yesus naik ke surga (Kis. 1:14) dan doa menjadi bagian tetap dari ibadah Kristen bersama (Kis. 2:42; 20:36; 1 Tes. 5:17)
Doa-doa ini bisa bagi diri mereka sendiri (misal: Kis. 4:24-30) atau merupakan doa syafaat demi orang lain (misal: Rm. 15:30-32; Ef. 6:18). Pada segala waktu doa Kristen harus disertai ucapan syukur kepada Allah (Ef. 5:20; Flp. 4:6; Kol. 3:15,17; 1 Tes. 5:18). Sebagaimana halnya bernyanyi, doa dapat dipanjatkan dengan bahasa yang diketahui atau dengan bahasa roh (1 Kor. 14:13-15).
Pengakuan dosa jelas merupakan bagian penting dalam ibadah PL. Allah telah menetapkan Hari Pendamaian bagi bangsa Israel sebagai saat pengakuan dosa nasional (Im. 16:1-34). Dalam doanya pada saat menahbiskan bait suci, Salomo mengakui pentingnya pengakuan dosa (1 Raj. 8:30-39). Ketika Ezra dan Nehemia sadar betapa jauhnya umat Allah telah meninggalkan hukum-Nya, mereka memimpin seluruh bangsa itu di dalam suatu doa pengakuan dosa umum yang khusyuk (Neh. 9:1-38). Demikian pula, dalam "Doa Bapa Kami", Yesus mengajarkan orang percaya untuk memohon pengampunan dosa (Mat. 6:12). Yakobus menasihati orang percaya untuk mengakui dosa-dosa mereka satu terhadap yang lain (Yak. 5:16); melalui pengakuan tersebut, kita menerima kepastian akan pengampunan Allah yang murah hati (1 Yoh. 1:9).
Ibadah juga harus mencakup membaca Alkitab di depan umum serta pemberitaannya secara benar. Pada zaman PL, Allah mengatur supaya setiap tujuh tahun, pada Hari Raya Pondok Daun, umat Israel harus berkumpul untuk mendengarkan pembacaan Hukum Musa di muka umum (Ul. 31:9-13); contoh paling jelas dari unsur ibadah PL ini terjadi pada masa Ezra dan Nehemia (Neh. 8:2-13). Pembacaan Alkitab menjadi bagian tetap dari ibadah di sinagoge pada hari Sabat (Luk. 4:16-19; Kis. 13:15); demikian pula, ketika orang percaya PB berkumpul untuk ibadah, mereka juga mendengarkan firman Allah (1 Tim. 4:13; Kol. 4:16; 1 Tes. 5:27) bersama dengan ajaran, khotbah, dan nasihat berlandaskan pembacaan itu (1 Tim. 4:13; 2 Tim. 4:2; Kis. 19:8-10; 20:7).
Manakala umat Allah PL berkumpul di pelataran Tuhan, mereka diperintahkan untuk membawa persepuluhan dan persembahan (Mzm. 96:8; Mal. 3:10). Demikian pula, Paulus menulis kepada jemaat di Korintus mengenai sumbangan untuk gereja Yerusalem, "Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing -- sesuai dengan apa yang kamu peroleh -- menyisihkan sesuatu" (1 Kor. 16:2). Dengan demikian, ibadah yang benar kepada Allah harus menyediakan kesempatan untuk memberikan persepuluhan dan persembahan kita kepada Tuhan.
Sebuah unsur unik dalam masyarakat PB yang menyembah ialah peranan Roh Kudus dan berbagai manifestasinya. Di antara manifestasi tersebut, dalam tubuh Kristus terdapat karunia berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, ungkapan-ungkapan iman yang khusus, karunia-karunia penyembuhan, kuasa-kuasa mukjizat, nubuat, membedakan roh-roh, berbicara dengan bahasa roh, dan menafsirkan bahasa roh itu (1 Kor. 12:7-10). Sifat kharismatik ibadah kristiani mula-mula selanjutnya dilukiskan dalam petunjuk Paulus, "Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu; yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun" (1 Kor. 14:26). Di dalam surat Korintus, Paulus memberikan prinsip-prinsip yang dengannya mereka mengatur aspek ini dari ibadah mereka (1 Kor. 14:1-33).
Prinsip yang paling berpengaruh ialah bahwa pemakaian setiap karunia Roh Kudus selama ibadah harus memperkuat dan menolong seluruh jemaat (1 Kor 12:7; 14:26).
Unsur unik lainnya dalam ibadah PB ialah penyelenggaraan sakramen -- baptisan dan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus (atau upacara "memecahkan roti" -- Kis. 2:42) tampaknya dilaksanakan setiap hari sesudah hari Pentakosta (Kis. 2:46-47), dan kemudian sekurang-kurangnya seminggu sekali (Kis. 20:7,11). Baptisan, sebagaimana diperintahkan Kristus (Mat. 28:19-20), terjadi bila ada orang yang bertobat dan ditambahkan kepada gereja (Kis. 2:41; 8:12; Kis. 9:18; 10:48; 16:30-33; 19:1-5).
Berkat-Berkat Allah bagi Penyembah yang Sejati
Ketika terjadi ibadah yang sungguh-sungguh, Allah mempersiapkan banyak berkat bagi umat-Nya. Ia berjanji:
Berbagai Penghalang Ibadah yang Benar
Hanya karena orang yang mengaku diri umat Allah berkumpul untuk beribadah bukanlah jaminan bahwa penyembahan yang benar sedang dilaksanakan, atau bahwa Allah menerima pujian mereka dan mendengarkan doa-doa mereka.
Jikalau ibadah kepada Allah hanyalah sekadar upacara dan ucapan bibir, sedangkan hati umat Allah jauh dari Dia. Kristus dengan keras mengecam kemunafikan orang Farisi -- secara harfiah mereka menaati hukum-hukum-Nya padahal hati mereka jauh dari Dia (Mat. 15:7-9; 23:23-28; Mrk. 7:5-7). Perhatikan kecaman sama yang ditujukan kepada jemaat Efesus yang tetap menyembah Tuhan, tetapi tidak lagi mengasihi Dia dengan sungguh-sungguh (Why. 2:1-5). Paulus mengingatkan orang percaya bahwa mereka yang ikut dalam Perjamuan Kudus tanpa meninggalkan dosa dan tanpa mengindahkan persekutuan saudara-saudara seiman di dalam Kristus akan mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (1 Kor. 11:28-30). Jadi, kita dapat mengharapkan Allah menghampiri kita dan menerima penyembahan kita hanya apabila hati kita dalam hubungan yang benar dengan Dia (Yak. 4:8; bd. Mzm. 24:3-4).
Halangan lainnya terhadap ibadah sejati ialah gaya hidup penuh kompromi, dosa, dan kebejatan. Allah menolak untuk persembahan menerima korban Raja Saul karena Saul tidak menaati perintah-Nya (1 Sam. 15:1-23). Yesaya mengecam umat Allah sebagai "bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat" (Yes. 1:4); akan tetapi, pada saat yang sama mereka mempersembahkan korban dan merayakan hari-hari besar mereka. Karena itu, Tuhan menyatakan melalui Yesaya, "Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya. Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah" (Yes. 1:14-15). Demikian pula, dalam gereja PB, Yesus mendorong para penyembah di Sardis untuk bangun karena "tidak satu pun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku" (Why. 3:2). Demikian pula, Yakobus menunjukkan bahwa Allah tidak akan mendengarkan doa yang mementingkan diri dari orang yang belum memisahkan diri dari dunia (Yak. 4:1-5). Umat Allah dapat mengharapkan Dia mendekat dan menerima ibadah mereka hanya apabila mereka memiliki tangan yang bersih dan hati yang murni (Mzm. 24:3-4; Yak. 4:8).
Diambil dari:
Nama situs | : | Alkitab SABDA |
Alamat URL | : | http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8419 |
Penulis artikel | : | Tidak dicantumkan |
Tanggal akses | : | 10 September 2016 |
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK