Dukungan Gereja Terhadap Pelayanan Anak


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Gereja turut menentukan arah dan perkembangan pelayanan sekolah minggu (pelayanan anak dalam gereja). Ada sekolah minggu yang berkembang dengan baik, namun ada pula yang akhirnya terus-menerus mengalami kemunduran. Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satunya adalah tergantung dari dukungan gereja itu sendiri, termasuk di dalamnya dukungan dari para hamba Tuhan dan majelis yang melayani. Sering kali, hamba Tuhan dan majelis justru tidak menunjukkan dukungan terhadap pelayanan anak, bahkan justru menjadi

Gereja turut menentukan arah dan perkembangan pelayanan sekolah minggu (pelayanan anak dalam gereja). Ada sekolah minggu yang berkembang dengan baik, namun ada pula yang akhirnya terus-menerus mengalami kemunduran. Mengapa hal itu bisa terjadi? Salah satunya adalah tergantung dari dukungan gereja itu sendiri, termasuk di dalamnya dukungan dari para hamba Tuhan dan majelis yang melayani. Sering kali, hamba Tuhan dan majelis justru tidak menunjukkan dukungan terhadap pelayanan anak, bahkan justru menjadi "rubah" (penghambat kemajuan) pelayanan anak dalam gereja.

  1. Hamba Tuhan/Gembala Gereja

    Bagian ini mungkin menimbulkan tanda tanya besar bagi pembaca, khususnya bagi para hamba Tuhan. Mengapa hamba Tuhan dapat menjadi "rubah" dalam sekolah minggu? Memang, hamba Tuhan sering tidak menyadari kalau dirinya menjadi "rubah" dalam sekolah minggu. Sering kali, fokus mereka hanya kepada jemaat dewasa. Bagaimana membuat program pemuridan, bagaimana mereka mengatur jadwal pembesukan, mengatur jadwal khotbah, memikirkan program gereja jangka panjang maupun jangka pendek, dan sebagainya.

    Apakah hal-hal tersebut tidak penting? Tentu saja penting dan memang hal-hal tersebut perlu untuk direncanakan. Namun sering kali, mereka tidak ingat bahwa keberadaan sekolah minggu di gerejanya juga membutuhkan perhatian.

    Sampai di sini barangkali para hamba Tuhan yang membaca artikel ini akan terusik untuk memberi tanggapannya, "Wah, bukan kami tidak mau memerhatikan sekolah minggu, tetapi waktu kami yang tidak memungkinkan. Sehari lewat sehari, waktu kami sudah habis dengan berbagai hal urusan jemaat, jadi bagaimana mungkin kami masih harus mengajar sekolah minggu?" Bukan maksud penulis bahwa setiap hamba Tuhan/gembala sidang harus mengajar sekolah minggu, namun bukan berarti pula karena sibuknya urusan jemaat, lalu tidak memikirkan "kehidupan" sekolah minggu. Menurut penulis, beban dan panggilan Tuhan itu tidak pernah "single". Maksudnya, seorang gembala sidang tidak dapat hanya memikirkan urusan jemaat saja tanpa memikirkan komisi-komisi yang ada. Atau sebagai hamba Tuhan yang memegang komisi pemuda dan remaja, ia hanya melulu memikirkan komisi yang dibinanya tanpa mau memikirkan komisi yang lain.

    Sehagai hamba Tuhan, sudah selayaknya memikirkan pelayanan secara utuh, sebab pemikiran, saran, dan ide-idenya sangat dibutuhkan dalam setiap bidang pelayanan, tak terkecuali untuk sekolah minggu. Mengingat pentingnya peranan hamba Tuhan dalam sekolah minggu, janganlah pernah terucap bahwa sekolah minggu cukup diserahkan pada pengurus komisi sekolah minggu. Atau yang lebih parah lagi kalau hamba Tuhan mengatakan, "Saya tidak punya talenta untuk mengajar sekolah minggu." Dengan alasan itu, mereka tidak ada niat untuk ikut memikirkan sekolah minggu.

    Penulis tidak menyangkal bahwa talenta seseorang itu memang berbeda-beda, tetapi setiap hamba Tuhan, termasuk setiap pendeta, harus belajar mengasihi anak-anak karena inilah salah satu bukti bahwa kita mengasihi Yesus.

    Dalam suatu kesempatan setelah kebangkitan-Nya, Yesus pernah bertanya kepada Simon Petrus, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (Yohanes 21:15). Tiga kali Yesus bertanya, tiga kali pula Petrus menjawab, dan tiga kali juga Yesus memberikan mandat kepada Petrus, "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Istilah "domba" dalam bahasa Indonesia tidak ada perbedaannya, tetapi kalau diteliti dari bahasa Yunaninya istilah "domba" yang dipakai Yesus ada perbedaannya.

    Yesus memakai istilah "Probaton" dan "Arnia". "Probaton" artinya domba dewasa, sedangkan "Arnia" artinya anak domba. Apa arti semua ini? Dari perikop inilah kita bisa melihat dan mempelajari bahwa mandat gembala yang diberikan Yesus kepada Petrus bukan hanya menggembalakan orang dewasa saja, melainkan anak-anak kecil juga.

    Mandat ini pula yang seharusnya diemban oleh setiap gembala pada zaman ini. Orang dewasa maupun anak-anak sama pentingnya di mata Tuhan. Oleh karena itu, hamba Tuhan yang tidak mau peduli dengan mati hidupnya sekolah minggu, ia sudah menjadi "rubah" bagi sekolah minggu. Ia tidak lagi bisa berfungsi sebagai "pupuk" yang menyehatkan, sebaliknva tanpa ia sadari ia sudah "menggerogoti" kehidupan sekolah minggu tersebut. Dengan kata lain, hamba Tuhan bisa dikatakan sebagai "rubah" bila ia hanya mengerti pentingnya sekolah minggu, namun tidak ada perhatiannya, sehingga hal itu dapat memengaruhi guru-guru sekolah minggu melakukan hal yang sama.

  2. MAJELIS

    Selain hamba Tuhan, majelis pun dapat menjadi "rubah" dalam sekolah minggu. Kalau kita mau jujur, berapa banyak majelis-majelis di gereja yang mencurahkan perhatiannya pada sekolah minggu? Biasanya mereka cukup disibukkan dengan urusan-urusan organisasi, keuangan, problem-problem jemaat, dan lain-lain, tetapi mereka kurang menghiraukan sekolah minggu. Mereka pikir, sekolah minggu itu sepenuhnya tanggung jawab pengurus komisi sekolah minggu dan pembina sekolah mingggu. Namun lebih dari itu, sering kali begitu, birokrasi yang ada rumit sehingga menghambat perkembangan sekolah minggu. Misalnya, sekolah minggu membutuhkan tenaga pengajar, buku pedoman, rekreasi sekolah minggu, dan lain-lain, semua harus lewat rapat majelis yang berkali-kali dan dana yang dibutuhkan sulit keluar. Karena mereka berpikir sekolah minggu banyak pengeluaran untuk ini dan itu, padahal mereka belum dapat "menghasilkan uang" untuk gereja.

    Jika ada majelis yang memunyai konsep yang sedemikian terhadap sekolah minggu, maka ia sudah menjadi "rubah" bagi sekolah minggu itu, bahkan bagi gereja itu juga. Karena tanpa memerhatikan sekolah minggu, berarti tiang-tiang gereja tidak akan kokoh. Kondisi anak-anak menentukan masa depan gereja itu. Maka jika tidak ada anak-anak, hari depan gereja akan menjadi suram. Keadaan dan prospek gereja pada hari depan, salah satunya dapat dilihat dari cara menggarap sekolah minggu.

    Sungguh mengerikan sekali jika majelis gereja tidak memerhatikan dengan baik perkembangan sekolah minggu. Janganlah kita menjadi rubah bagi sekolah minggu, tetapi jadilah berkat bagi sekolah minggu. Yesus Kristus sedemikian menghargai anak-anak. Itu sebabnya kita tidak berhak tidak menghargai anak-anak.

Kategori Bahan PEPAK: Pelayanan Sekolah Minggu

Sumber
Judul Artikel: 
Rubah-Rubah Sekolah Minggu
Judul Buku: 
Sahabat Gembala Edisi Desember (Majalah)
Pengarang: 
Ev. Lukas Yo
Halaman: 
27 -- 29
Penerbit: 
Yayasan Kalam Hidup -- Gereja Kemah Injil Indonesia
Kota: 
Bandung
Tahun: 
1993
Tahun Edisi: 
1993

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar