Sebagai guru SM kesaksian ini dapat menyadarkan kita bahwa pelayanan
kita dalam SM tidak akan sia-sia. Penginjilan dan pelayanan yang
kita lakukan asal kita kerjakan dengan penuh ketulusan, pasti akan
menghasilkan buah-buah pertobatan.
PEMUDA UDIK DI KOTA;
DWIGHT L. MOODY
Dwight adalah seorang anak laki-laki kasar yang sukar diurus dan
yang meninggalkan rumah pertaniannya pada usia tujuh belas tahun
untuk bekerja di toko sepatu pamannya di Boston. Salah satu syarat
yang dikemukakan paman Samuel ialah "Pergi ke Gereja dan ke Sekolah
Minggu setiap Minggu."
Kelas sekolah Minggunya dipenuhi oleh pemuda-pemuda dari Harvard.
Dwight yang tidak dapat mengeja maupun membaca dengan baik menyebut
teman-teman kelasnya "anggota-anggota jemaat yang kaya dan saleh."
Dengan segan pemuda penjual sepatu itu mendaftarkan diri. Kemudian
pada suatu hari gurunya, Edward Kimball, menyampaikan pelajaran
mengenai Musa. Orang udik itu mendengarkan dengan terpesona. Ketika
Edward Kimball selesai, Dwight berbicara dengan cara yang kasar
seperti biasa. "Musa yang saudara katakan adalah orang yang sangat
cerdik."
Pemuda-pemuda Harvard itu menutupi wajah mereka tetapi tidak dapat
menahan tertawa mereka.
Beberapa hari Minggu kemudian, Edward Kimball memberi Dwight sebuah
Alkitab sambil memberitahu pelajaran yang diambil dari Kitab
Yohanes. Dwight mengambil Alkitab itu dengan tangannya yang besar
dan kekar itu, serta mulai membuka-buka Kitab Kejadian. Guru itu
melihat dengan sudut matanya bahwa murid-murid lain sedang
tersenyum-senyum dan saling menyikut satu sama lain. Dengan cepat ia
memberengut kepada mereka dan menyerahkan kepada Dwight Alkitabnya
yang terbuka pada ayat yang tepat.
Dwight tidak melupakan keadaan yang memalukan itu. Ia berjanji,
"Jika aku bisa ke luar dari keadaan yang memalukan ini, aku akan
berusaha sekuat-kuatnya supaya keadaan seperti ini tidak akan
terulang."
Minggu berikutnya ia tidak hadir. Guru itu mencarinya dan memintanya
untuk datang kembali. Dwight terbujuk dan berjanji untuk mulai
membaca dua pasal sehari untuk menghindari keadaan yang memalukan di
kemudian hari.
Selama acara kebaktian, ia biasa duduk di balkon. Pada suatu pagi
pada saat ia tertidur, seorang pemuda Harvard menjotosnya dengan
sikunya. Dwight terbangun, menggosok matanya, dan melihat ke bawah
kepada pendeta. Keringatnya bercucuran membasahi seluruhnya tubuhnya
dan kemudian ia berkata, "Saya tidak pernah merasa terhina seperti
itu seumur hidup saya."
Setelah selama satu tahun merasa canggung dan malu. Dwight telah
lebih pandai membaca. Pada tanggal 21 April tahun 1855, Edward
Kimball merasa saatnya telah tiba untuk berbicara mengenai Kristus
dengan muridnya yang dari desa itu.
Guru itu tiba di toko sepatu itu. Karena merasa agak malu dan ragu-
ragu ketika sampai di pintu, ia kemudian pergi setelah berpikir
lagi, bahwa lebih baik baginya untuk menunggu.
Ia sudah berada di jalan kira-kira setengah blok ketika ia dapat
mengatasi keenganannya. Ia balik lagi dan masuk ke toko itu. Dwight
ada di belakang, sedang membungkus sepatu.
Edward Kimball bersandar dan meletakkan kakinya di atas sebuah kotak
sepatu. Sambil menaruh tangannya sebelah pada bahu Dwight ia mulai
berbicara sedapat-dapatnya. "Saya ingin mengatakan kepadamu bahwa
Kristus sangat mengasihimu."
Beberapa saat kemudian, pemuda yang merupakan penjual terbaik di
toko sepatu itu merasa terharu. Saatnya telah tiba. Tanpa setahu
gurunya, pemuda itu telah berusaha menjadi orang yang lebih baik.
Bahkan ia telah berbuat sebegitu jauh, sehingga ia menandatangani
keputusannya dengan darahnya sendiri.
Pada saat Kimball bertanya apakah ia mau menyerahkan diri kepada
Kristus, Dwight mengatakan ya dengan berlinang air mata tetapi
bersukacita.
Kemudian Dwight mengungkapkan perasaannya. "Saya seolah-olah berada
di suatu dunia yang baru. Burung-burung berkicau lebih merdu.
Matahari bersinar lebih cemerlang. Saya belum pernah mengalami damai
seperti itu sebelumnya."
Secepat mungkin ia pergi ke Northfield, Massachusetts, untuk
mengunjungi rumah pertaniannya. Di sana dengan penuh kemauan ia
memberikan kesaksian Kristennya, dengan merasa yakin bahwa keenam
saudara laki-lakinya dan kedua saudara perempuannya akan segera
menginginkan apa yang telah dimilikinya. Namun mereka tidak
memberikan tanggapan, dan Dwight kembali ke Boston dengan kecewa.
Seringkali ia mengalami putus asa pada saat ia menyatakan
keinginannya untuk menjadi anggota Gereja Mount Vernon. Panitia
keanggotaan gereja memutuskan agar ia menunggu. Mereka tidak yakin
bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat.
Walaupun demikian hal ini tidak memadamkan semangat Dwight. Pada
saat ia berbicara dengan bersemangat di persekutuan doa yang
diadakan pada tiap-tiap pertengahan minggu, seorang diaken
menariknya ke tepi dan menasihatinya. "Saudara dapat melayani Tuhan
secara lebih baik dengan tetap berdiam diri." Ia akhirnya diakui
sebagai anggota gereja kira-kira setahun kemudian.
Dwight Moody pindah ke barat ke Chicago dan mencari penghasilannya
dengan menjual sepatu di Lake Street. Ia menghabiskan akhir-akhir
pekannya dengan mencari pemuda-pemuda dari daerah perkampungannya
yang miskin untuk diajak mengikuti Sekolah Minggu, yang telah
dimulainya di bagian utara kota Chicago. Ia demikian berhasil dalam
usaha-usaha penginjilannya sehingga ia meninggalkan dunia usahanya
untuk menjadi seorang pekerja Kristen penuh.
Lebih dari lima puluh tahun setelah kematiannya, surat kabar
Chicago Tribune memberikan penghargaan terhadap pemuda udik dari
Massachusetts dengan komentar editorial, "Dwight L. Moody patut
diingat sebagai utusan Injil terbesar dalam abad kesembilanbelas."