Bermain bagi seorang anak, menurut Guru Besar Psikologi Universitas
Indonesia Prof. Dr. S.C. Utami Munandar, tidak tergantung pada
mahal-murahnya permainan atau alat permainan yang digunakan.
"Karena bermain adalah kebutuhan. Dengan bermain anak-anak bisa
mengembangkan semua potensi di dalam dirinya, moral, sosial, emosi,
ekspresi, dan sebagainya," katanya.
Pendapat senada juga diungkapkan Dra. Yanti B. Suganda, sarjana
psikologi UI yang mengasuh sebuah rubrik mengenai keluarga di sebuah
radio swasta Jakarta. Menurut dia, bermain yang murni adalah
membiarkan anak bersenang-senang tanpa harus menjadi pintar, atau
harus ada pelajaran tertentu di dalam permainan itu. "Bermain adalah
memberi anak kesempatan untuk tertawa dan bercanda bebas. Salah satu
fungsi permainan adalah anak bisa menyalurkan energinya," katanya.
Untuk mendapatkan itu semua, seorang anak tidak harus mempunyai
alat-alat bermain yang harus dibeli dan berharga mahal. Bermain
petak umpet yang tidak memerlukan alat bermain khusus, diungkapkan
Yanti, merupakan salah satu bentuk permainan anak yang bisa
menjadikan anak aktif, mampu bersosialisasi, mampu berkompetisi dan
bisa mengembangkan emosinya secara wajar. Utami menambahkan, bahkan
dengan kulit jeruk Bali, anak bisa berkreasi membuat berbagai alat
permainan seperti mobil-mobilan atau pesawat terbang.
Berbeda dengan anak-anak di luar perkotaan, kedua sarjana psikologi
yang banyak menggeluti masalah anak itu berpendapat, anak-anak
perkotaan saat ini cenderung diberikan alat-alat bermain yang lebih
mewah. Padahal alat-alat bermain yang mahal tersebut tidak semuanya
mengandung sisi edukatif dan bisa menjadikan anak kreatif.
Menurut Yanti, orangtua yang memiliki uang memang cenderung untuk
membelikan saja anaknya mainan daripada susah-susah membuat suatu
mainan. Hal ini tidak sepenuhnya buruk asalkan alat bermain yang
dipilih anak bisa menjadikan anak kreatif, mampu bersosialisasi dan
mengembangkan potensinya dengan baik. Di sisi lain, perlu terus
dijaga agar alat bermain yang diberikan diperoleh si anak melalui
upaya tertentu, misalnya juara kelas. "Dengan begitu anak menghargai
mainan yang diberikan kepadanya." ujar Yanti.
"Computer game" yang banyak dimainkan anak-anak perkotaan, menurut
Utami dan Yanti banyak yang menyajikan agresivitas kepada anak,
antara lain dalam bentuk permainan peperangan, "Orangtua harus
berperan untuk menjelaskan inti permainan itu kepada anak, sehingga
anak tidak mempersepsikan sendiri apa yang dilihatnya," ujar Yanti.
Oleh karena itu, menurut Utami, memperkenalkan anak pada bagaimana
memanfaatkan barang-barang yang ada di alam sekitarnya adalah hal
yang paling penting untuk diberikan kepada setiap anak. "Yang
penting adalah kesadaran orangtua bahwa bahan-bahan alam dapat
dipakai untuk alat bermain anak, dan memahami bagaimana memakainya,"
jelasnya. (oki)