Hukum Bahasa ini meliputi fakta-fakta pikiran manusia yang sedalam-
dalamnya dan mencakup hubungan pikiran yang paling luas dengan
kehidupan dan dengan dunia luar di mana kita hidup. Kekuatan
berpikir bertumpu hampir sepenuhnya pada struktur bahasa.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, bahasa merupakan suatu sistem
tanda buatan (pikiran manusia). Kata-kata atau tanda-tanda itu kalau
terpisah satu dari yang lain mungkin sama sekali tidak mempunyai
persamaan dengan apa yang digambarkannya, dan juga tidak mempunyai
arti lain kecuali makna yang kita beri kepadanya. Sebuah kata
merupakan tanda suatu gagasan hanya bagi si empunya gagasan serta
yang telah mempelajari kata tadi sebagai sebuah tanda atau simbol
gagasan itu. Tanpa suatu gambar atau gagasan yang timbul dalam
pikiran, maka kata itu hanya terdengar oleh telinga sebagai sebuah
bunyi yang tak ada artinya. Bahasa seseorang tidak mungkin melebihi
apa yang pernah dipelajarinya. Perbendaharaan kata seorang guru
mungkin lebih besar daripada perbendaharaan kata seorang murid,
tetapi gagasan-gagasan anak itu digambarkan oleh perbendaharaan
katanya sendiri. Oleh karena itu, agar pelajarannya dapat
dimengerti, guru harus menggunakan kata-kata yang termasuk dalam
kemampuan bahasa anak itu. Di luar batas-batas ini, bahasa guru itu
tidak akan bermakna apa-apa atau malah menimbulkan pengertian yang
salah jika kata-kata yang asing melebihi kata-kata yang sudah
dikenal.
Banyak kata dalam bahasa kita mengandung lebih dari satu makna.
Misalnya, kita ambil ungkapan-ungkapan seperti "hati", "hati-hati",
"baik hati", "sakit hati", "besar hati", "perhatian", .... Kata yang
sama dapat mengandung berbagai makna. Variasi makna-makna ini dapat
menambah kekayaan bahasa seorang ahli pidato atau seorang penyair,
tetapi bagi seorang yang baru belajar hal itu hanya akan menimbulkan
kesulitan. Sesudah mulai mengenal sebuah kata tertentu sebagai tanda
yang menggambarkan gagasan tertentu, tiba-tiba anak itu berhadapan
dengan kata yang sama tetapi dengan makna lain yang belum
diketahuinya. Mungkin ia belajar mengirim surat lewat pos, tetapi
tiba-tiba ia mendengar kalimat yang aneh, "Catat pengeluaran uang
itu pada pos bulan depan," atau ia mendengar perintah, "Harus
melapor di pos militer." Guru mengetahui semua arti kata itu dan
berdasarkan konteksnya memilih makna yang tepat dari gagasannya.
Lalu ia meneruskan pembacaan atau pembicaraannya, sangkanya bahwa
bahasanya kaya dengan variasi. Tetapi mungkin murid-muridnya mulai
bingung tidak mengerti, seperti ada sesuatu yang terlompati oleh
karena mereka hanya mengenal kata itu dengan satu makna saja. Maka
mereka hanya mendengar bunyi sebuah kata tanpa mengerti maksudnya.
Kadang-kadang kita akan tertawa geli setelah mengetahui pikiran yang
terlintas pada anak-anak kecil yang mendengar kata-kata yang kita
ucapkan. Contohnya adalah anak kecil yang minta dibelikan buku yang
ada di pohon bambu karena mendengar kakaknya menghafal pelajaran
tentang "buku pada pohon bambu". Atau yang lain itu yang mau melihat
`ulat yang rajin belajar` karena ia salah mengerti ketika mendengar
orang tuanya menasihati abangnya untuk "ulet dan rajin belajar di
sekolah".
PELANGGARAN DAN KESALAHAN
Hukum mengajar yang berhubungan dengan bahasa ini lebih sering
dilanggar di luar kesadaran guru-guru terbaik sekalipun.
Guru sering terperdaya melihat pandangan mata murid-muridnya yang
begitu berminat sehingga ia berpikir bahwa bahasanya cukup
dimengerti. Bahkan lebih celaka lagi, kadang-kadang murid itu
sendiri terperdaya dan mengira ia sudah mengerti, padahal ia
hanya mengerti sebagian kecil saja.
Anak-anak sering terbawa oleh cara dan gaya si pengajar sehingga
tampak seolah-olah memerhatikan kata-katanya, padahal perhatian
mereka lebih tertuju kepada mata, mulut, dan gerak-gerik gurunya.
Demikian juga, mereka kadang-kadang mengatakan sudah mengerti,
sekedar untuk menyenangkan guru dan agar mendapat pujian
daripadanya.
Penyalahgunaan bahasa merupakan salah satu kesalahan umum dalam
mengajar. Kita tidak perlu menyebut guru-guru yang mencoba
menutupi ketidaktahuan atau sikap masa bodoh mereka dengan banjir
kata-kata yang mereka tahu pasti tidak dimengerti oleh para
siswanya. Begitu juga, kita tidak perlu menyebut guru-guru yang
lebih suka memamerkan kepandaiannya sendiri, bukan untuk mendidik
para muridnya. Namun ada banyak guru jujur yang berusaha untuk
menjelaskan pelajaran, lalu mengira bahwa tugas mereka hanya
berhenti sampai di situ. Mereka secara tulus berpendapat bahwa
jika anak-anak itu belum juga mengerti pelajarannya, itu tak lain
karena mereka kurang memerhatikan pelajaran atau karena anak itu
sendiri kurang cerdas dan sulit untuk diperbaiki. Sama sekali
tidak terpikir oleh guru-guru ini bahwa ada kemungkinan mereka
telah memakai kata-kata yang tidak dimengerti oleh para muridnya,
atau kata-kata yang justru disalahartikan oleh mereka.
Kadang-kadang jalur cerita seorang guru terputus oleh karena ia
mengucapkan sebuah kata yang asing dan kurang dimengerti oleh
muridnya, tetapi tidak terpikir olehnya untuk meneliti kembali di
mana jalur ceritanya terputus, kemudian menyambung kembali
seluruh uraian penjelasannya. Anak-anak itu tidak selalu bertanya
meminta penjelasan karena kadang-kadang mereka tidak berani
bertanya sebab takut terhadap guru atau malu karena ketidaktahuan
mereka. Tidak jarang mereka disangka anak yang tidak pintar atau
kurang memerhatikan, padahal tidak mungkin bagi mereka untuk
mengerti bahasa yang belum dikenal itu, berapa pun besarnya
perhatian mereka.
Bahkan guru-guru yang biasanya memakai bahasa yang sederhana di
depan murid-muridnya pun sewaktu-waktu gagal mencapai kegunaan
lebih tinggi dari sarana mengajar ini. Guru-guru ini tidak
berusaha mendengar tanggapan anak-anak terhadap pengajaran
mereka, oleh karena itu mereka tidak dapat menguji kesuksesan
mereka. Anak-anak itu tidak mengutarakan pendapatnya dan
perbendaharaan kata mereka pun tidak bertambah.
Banyak guru kurang menghargai keindahan dan kerumitan bahasa.
Tidak terpikir oleh mereka bahwa masyarakat modern tidak mungkin
berkembang tanpa kemampuan berbicara. Banyak orang memilih
perbendaharaan kata yang miskin. Telah ditemukan bahwa salah
satu hambatan terbesar untuk memberi penerangan kepada masyarakat
adalah bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan dasar yang bisa
menjadi jembatan untuk menyampaikan informasi itu. Pernah ada
rombongan parlemen Inggris yang diutus untuk mempelajari bahasa
pergaulan buruh pekerja tambang batu bara dan buruh kasar lainnya
di Inggris supaya memastikan kemungkinan memberi penerangan di
kalangan mereka melalui risalah-risalah dan buku. Ternyata banyak
di antara buruh kasar tersebut begitu miskin pengetahuan
bahasanya sehingga tidak mungkin untuk memberi penyuluhan dengan
cara demikian. Betapa lebih berat permasalahan yang dihadapi
dengan anak-anak kecil yang jauh lebih terbatas pengalaman
hidupnya itu. Maka itu, jika kita hendak mengajar anak-anak
dengan berhasil kita perlu memperluas bahasa yang menjadi sarana
komunikasi antara kita dengan mereka itu.
Banyak dari antara pokok-pokok pelajaran di sekolah tidak
berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari dan bahasa
anak-anak. Dan setiap cabang ilmu pengetahuan mempunyai perangkat
bahasanya sendiri yang harus dipahami oleh seorang siswa yang
ingin maju di bidang studi itu. Guru sekolah minggu pun
seharusnya menyadari ini sebagai salah satu masalah yang
dihadapinya. Banyak kali fakta-fakta dan segi-segi kebenaran di
bidang agama terputar balik oleh karena istilah atau kata-kata
yang disampaikan hanya dimengerti setengah-setengah saja. Karena
itu, guru untuk anak-anak yang belajar Alkitab diperingatkan
untuk selalu berbicara dengan memakai kata-kata yang jelas.