Anak dan Video Games


Jenis Bahan PEPAK: Artikel

Dulu waktu masih kecil kita bermain di playground, sekarang anak- anak kita bermain di play-station. Dulu kita bermain di lapangan, kejar-kejaran, petak umpet dan sebagainya, sekarang anak-anak bermain petak umpet di play-station, mereka bisa mencari musuh, saling mengalahkan, dan sebagainya. Tentunya semua ini membawa pengaruh terhadap anak-anak. Yang pertama harus kita sadari adalah bahwa benda-benda ini sebetulnya tidak harus berkonotasi atau berarti negatif dan jelek. Jadi saya juga tidak setuju dengan reaksi yang berlebihan dari orang yang mengenyahkan play-station atau video game. Banyak hal-hal yang baik dari benda-benda ini asalkan kita tahu bagaimana mengatur dan memanfaatkannya.

Secara umum video game dan play-station terdiri dari beberapa jenis: Yang pertama adalah untuk hiburan. Ada game yang memang hanya bersifat hiburan, tidak ada tantangan-tantangan dan yang diperlukan hanya konsentrasi. Misalnya, beberapa tahun yang lalu, (mungkin lebih 10 tahun yang lalu) diperkenalkan PacMan yang makan-makan. Dari PacMan ini dikembangkan banyak sekali game yang tidak memerlukan terlalu banyak tantangan, syaratnya hanya konsentrasi. Yang penting adalah ada unsur hiburannya setelah kita menang, kita main, kita senang dapat nilai dan sebagainya.

Yang kedua adalah unsur misteri. Cukup banyak video game dan play- station game yang memuat aspek-aspek misteri. Di sini si pemain misalnya harus mencari jalan keluar, atau misalkan ada yang mencari harta karun, dia pun harus melalui begitu banyak jebakan dan hal-hal yang berbahaya supaya bisa sampai di tujuannya untuk mendapatkan harta karun itu. Dia harus memecahkan banyak sekali persoalan karena tidak gampang untuk direka. Jadi si anak harus berpikir, harus mencoba ini dan itu, perlu konsentrasi yang tinggi dan usaha untuk bisa menaklukkan tantangan. Hal ini sebetulnya mempunyai aspek yang positif bagi anak. Karena dengan berusaha mengatasi tantangan dalam game tersebut, kreativitas anak bisa tumbuh. Memang game yang memuat misteri bisa mengasah kreativitas anak dan daya pemecahan problemnya. Dia harus memikirkan banyak unsur dari banyak sudut, sebab jalan keluarnya muncul dari tempat-tempat yang biasanya tak terduga. Hal-hal itu yang harus dia pikirkan dan tidak ada yang boleh luput dari pengamatannya.

Kartun memang lebih mudah buat si anak untuk mencernanya sebagai sesuatu yang tidak riil. Karena dia tahu dia bukanlah kartun, dan kartun bukanlah dia, sehingga dia memang masih bisa memisahkan dirinya di kartun itu. Video game dan play-station game setahu saya masih menggunakan kartun, jadi dampaknya tetap tidak sekuat kalau itu benar-benar diperankan oleh manusia. Walaupun akhir-akhir ini animasinya makin halus saja seperti manusia, apalagi ada tiga dimensinya.

Yang juga cukup sering dimainkan adalah yang berjenis pertandingan. Dalam pertandingan ini, terdapat 2 orang yang bertanding atau berkelahi. Kadang-kadang cukup sadis, misalnya dipukul hingga kepalanya copot, atau waktu ditusuk darahnya muncrat. Meskipun hanya kartun, tetap bagi saya cukup sadis dan berdarah. Pertandingan dalam play-station juga bisa demikian, misalnya salah satu pihak hendak mengalahkan musuh perang di udara dengan pesawat terbang atau memasuki benteng musuh dengan cara-cara yang pandai, jadi game pertandingan pada intinya adalah berusaha mengalahkan musuhnya. Ini bisa juga mempunyai dampak, kalau dia terlalu sering bermain dengan hal-hal yang bersifat keras seperti perkelahian atau pukul-memukul. Itu harus kita waspadai, jangan sampai membawa dampak negatif pada anak.

Ada juga game yang memang khusus dibuat untuk mendidik. Misalnya ada yang melatih anak untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Ia harus mencari arti dari kata-kata yang khusus, dan nanti dijelaskan artinya. Waktu dia menekan tombol yang benar maka akan keluar pujian, "Kamu telah melakukannya dengan tepat dan sekarang mulai lagi yang baru." Atau misalnya program yang menolong anak untuk mengasah kemampuan matematisnya. Jadi mereka diberikan contoh atau soalnya, lalu si anak harus memecahkannya kemudian diberitahu bagaimana menyelesaikan masalahnya. Hal-hal itu adalah hal-hal yang positif, belum lagi anak-anak bisa juga melihat gambar tentang bumi dan sebagainya sehingga menambah wawasan anak. Jadi ada game yang memang bersifat sangat edukatif, itu juga baik untuk dilihat oleh anak-anak kita. Dalam hal ini peran orangtua sangat besar.

Agar anak-anak bisa memainkan video game atau play-station dengan aman, orangtua perlu memperhatikan dampak dari game itu terhadap anak-anak karena setiap anak unik dan tidak sama. Ada anak yang memang dasarnya agak pasif, agak lembut, agak penurut, tapi ada anak yang dasarnya agak keras dan sifatnya secara fisik agresif sekali. Jika mereka menonton pertandingan atau memainkan game yang bersifat pertandingan berkelahi, memukul sampai kepalanya lepas dan sebagainya, itu bisa berdampak, bisa pula tidak. Kalau mulai berdampak, orangtua bisa menegur si anak dan berkata, "Saya melihat sejak kamu menonton atau memainkan game ini kamu menjadi lebih agresif. Kamu cenderung suka memukul adikmu dan mau memukul kakakmu, saya berikan peringatan. Kalau engkau masih begitu, baik di rumah maupun di sekolah tidak boleh lagi menonton atau memainkan game ini." Dengan teguran-teguran itu si anak dilatih untuk mengontrol dirinya sehingga tidak terlalu agresif. Tapi kalau ia tetap masih agresif setelah kita berikan teguran, kita mulai kurangi dan berkata, "Hari ini kamu tidak boleh main. Kamu hanya boleh main besok, jadi 2 hari sekali." Masih agresif lagi kita tambahkan hukuman menjadi 3 hari sekali, jadi tidak 100% dihentikan sehingga ia tidak boleh main sama sekali. Kita mengurangi hukumannya supaya si anak bisa belajar untuk mengendalikan energinya itu.

Ada pula salah satu jenis permainan yang di dalamnya anak berusaha menang dan akhirnya selalu menang, sehingga itu terbawa di dalam kehidupannya. Kalau ada anak yang karena permainan itu jadi mau menang sendiri terus, itu pun perlu diperhatikan orangtua. Orangtua perlu mengamati perilaku anak, apakah makin susah mengalah. Kalau makin susah mengalah, dapat langsung kita kaitkan dengan permainan- permainan itu. Dan kita katakan, "Saya akan kurangi waktu bermain play-station." Dengan demikian kita menggunakan permainan untuk memberikan sanksi atau membentuk perilakunya.

Jadi bentuk-bentuk permainan memang bisa kita manfaatkan untuk membentuk perilaku anak. Sebab cukup banyak permainan yang menyuburkan insting kompetitif anak. Artinya menanamkan konsep jangan sampai kalah, engkau harus menang. Kalau tidak hati-hati anak akan mulai menyerap insting kompetitif ini dengan berlebihan, sehingga dalam kehidupannya dia susah untuk mengalah. Kalau sifat yang tidak mau kalah makin tertanam, yang dikhawatirkan adalah dia menghalalkan segala cara untuk dapat menang. Sebab harus disadari kita sendiri pun jika memainkan satu permainan pasti ingin menang, tapi memang kita tidak terlalu ditantang seperti kalau kita main video game. Jika dalam pertandingan kita kalah dan teman yang menang, tentu kita merasa kesal, kita mau menang lagi, menang lagi, apalagi jika mainnya berdua. Dengan demikian akan muncul godaan untuk menghalalkan segala cara, misalnya dengan cara kasar, dengan meninju supaya kita bisa mengalahkan dia. Orangtua perlu memperhatikan semua dampak itu pada perilaku dan nilai-nilai hidup si anak. Kalau mulai kelihatan perilakunya terpengaruh dan berubah, orangtua harus membuat sanksi-sanksi.

Ada juga pengaruh lainnya, kalau sudah melihat dan bermain video game atau play-station, anak-anak jadi malas untuk pergi atau bergaul dengan teman-temannya. Ini sering kali saya jumpai pada anak-anak saya. Ketika teman-temannya datang, mereka hanya duduk berjam-jam di depan televisi untuk bermain game. Padahal, dulu mereka sering bermain lari-larian ke sana ke sini. Jadi unsur ini juga harus kita seimbangkan, jangan sampai terlalu cepat puas kalau anak-anak kita bisa duduk diam di depan gamenya. Kita perlu anjurkan dia untuk bermain di luar, untuk lari ke sana, ke sini karena itulah yang sehat buat anak-anak.

Karena daya khayal anak memang kuat, maka dengan sering memainkan permainan seperti itu, daya khayalnya akan bertambah. Pada saat ini anak-anak memang masih hidup dalam khayalannya, belum hidup 100% dalam dunia realitasnya. Namun kalau tidak hati-hati dia akan mengkhayalkan bahwa itulah kenyataan yang terjadi dalam hidup, misalnya mencari harta karun, bahwa di hutan itu ada banyak harta dan sebagainya, dia pikir itu nyata. Bahkan terkadang bisa terbawa sampai ke mimpi, sehingga dia tidak bisa tidur dengan nyenyak dan terbangun pada tengah malam. Jadi dampak pada anak-anak, seperti susah tidur atau khayalan yang makin menggila juga perlu mendapat perhatian orangtua. Kalau memang khayalannya makin liar, kita harus kurangi, dan kita juga harus selektif terhadap jenis game yang dia mainkan.

Kadang-kadang anak juga harus dipaksa untuk keluar dari keterikatan dan pengaruh permainan itu. Anak-anak perlu mendapatkan pembatasan waktu, jadi tidak ada istilah main sepuasnya. Bahkan pada hari libur pun anak-anak perlu mendapatkan batasan, sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa kita harus membatasi mereka:

YANG PERTAMA, berlama-lama di depan layar itu tidak baik bagi mata. Walaupun sudah dilakukan usaha dengan dibuatnya suatu layar tambahan untuk mengurangi radiasi, tapi tetap akan ada radiasi yang terpancar keluar. Mata justru akan lebih berfungsi baik kalau sering digunakan melihat jauh, itu sebabnya orang-orang yang tinggal di alam yang masih asri cenderung mempunyai mata yang baik, karena dia terbiasa memiliki ruang penglihatan jauh sekali. Sedangkan anak-anak yang hidup di kota-kota besar yang disuruh belajar, membaca, menulis, atau membuat paper di depan komputer biasanya akan memakai kacamata pada usia muda. Misalkan, saya melihat begitu banyak orang Singapura yang memakai kacamata, itu kesan yang saya lihat jelas sekali. Saya tidak mempunyai data yang pasti, tetapi begitu banyak anak di sana yang menggunakan kacamata, orang dewasa juga sangat banyak yang berkacamata. Saya kira itu semua dampak dari melihat dengan dekat, layar televisi kita lihat dari jarak yang dekat, video game dan sebagainya kita lihat dengan jarak misalnya 1 meter sampai 2 meter. Berjam-jam dan kita jumlahkan dalam 1 minggu, dalam 1 tahun dan sebagainya akan bisa merusak mata anak.

YANG KEDUA, bermain di depan televisi atau di depan video game pasti akan mengurangi waktu bermain anak. Juga waktu anak untuk berinteraksi dengan orang tua. Makin sedikit peluang anak untuk bercakap-cakap dengan kita karena dia akan sibuk bermain game. Dan permainan itu benar-benar seperti candu, tidak bisa lepas sampai dia menemukan jalannya baru dia puas. Sehingga akhirnya akan sangat mengurangi waktu interaksi di rumah. Orangtua harus bisa menjaga keseimbangan ini, boleh main tapi dibatasi. Dalam rumah kami, setelah anak-anak pulang sekolah dan habis makan, biasanya kami izinkan main selama 1 jam atau paling lama 2 jam. Setelah itu memulai jam belajar atau les sampai malam. Kalau sudah malam biasanya kami tidak izinkan lagi untuk main.

Ada orangtua yang berpendapat daripada anaknya bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal, lebih aman kalau anaknya di rumah, main video game. Pandangan itu ada betulnya, dari pada anak kita keluyuran ke mana-mana tidak ada arahnya lebih baik di rumah. Tapi orangtua harus mengerti apa yang dilakukan anak di rumah, karena apa yang dilakukan anak di rumah itu juga penting. Kalau dia menghabiskan berjam-jam di depan layar monitor memainkan gamenya, itu sangat tidak sehat. Karena dia kehilangan waktu untuk bersosialisasi.

Permainan seperti ini bisa menimbulkan sifat individualistis yang lebih tinggi, karena anak kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi. Itu pasti akan mengakibatkan ketimpangan, dia kurang bisa menempatkan diri pada orang lain, tidak bisa mengerti pemikiran orang lain, atau pun berempati pada perasaan orang, karena dia hanya terus-menerus melihat dari sudut pandangnya sendiri. Jangan sampai play-station membunuh kesempatan si anak untuk bermain dengan teman-temannya.

Kategori Bahan PEPAK: Anak - Murid

Sumber
Judul Artikel: 
Anak dan Video Game
Judul Buku: 
Televisi, Video Game dan Anak
Pengarang: 
Paul Gunadi
Halaman: 
17 - 25
Penerbit: 
Literatur SAAT
Kota: 
Malang
Tahun: 
2004

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK

Komentar