"Ini tidak adil!" teriak Jerry. "Kenapa semua harus berubah? Kenapa semua tak dapat tetap seperti yang kita inginkan?" Jerry meremas dan melempar surat ke lantai. Surat itu dari Deni sahabatnya. Oh, Jerry bukan marah pada Deni. Dia marah kepada ... ohh dia bahkan tak tahu kenapa dia marah. Deni mengatakan bahwa dia amat kehilangan Jerry. Mereka berdua dulu adalah juara catur di sekolah. Jerry tersenyum mengenang saat-saat itu, tapi segera pula senyumnya hilang.
Jerry menatap keluar dari jendela kamarnya. Saat itu salju menutupi seluruh daerah Swiss. Indah sekali, seperti gambar di kartu pos. Jerry ingat betapa senang ia sewaktu keluarganya pindah ke Swiss untuk menjadi misionari di sana. Seperti bertualang rasanya. Tetapi sekarang Jerry merasa begitu jauh dari rumah dan kesepian. Ini adalah malam Natal. Tak akan ada hadiah Natal tahun ini. Ayahnya sudah mengatakan begitu. "Kita belum mapan dan tak punya uang tambahan, Nak," kata ayah. Ya, pada Natal tahun ini mereka tidak punya pohon dan hiasan Natal apapun.
Suara ibu yang riang memecah lamunannya, "Mama pikir, kita bisa merayakan Natal seperti yang anak-anak Swiss lakukan. Mereka menaruh sepatu mereka di luar dan besoknya mereka akan menemukan kejutan Natal." Jerry tahu ibu sedang mencoba menghiburnya. "Gagasan yang bagus, Ma. Kita tak perlu memasang pohon terang di Swiss." Ibu membelai rambutnya dan menggumamkan lagu "Dunia Gemar dan Soraklah".
Jerry tahu kira-kira apa "kejutan Natal" yang akan didapatnya. Orang Swiss selalu memanggang roti coklat di hari Natal. Ibu sudah menyalin resep dari Olga, tetangga sebelah rumah. Roti itulah yang akan diberikan oleh ibu di dalam sepatunya nanti. Tapi Jerry tak mau makan roti coklat! Dia hanya ingin teman. Di gereja kecil tempat ayahnya melayani tidak ada seorang anak seumurnya sama sekali. Tapi akhirnya ia tetap meletakkan sepatunya di luar rumah sebelum tidur. Matanya dipejam erat-erat, ingin rasanya lupa bahwa ia ada di Swiss. Tapi bau roti coklat yang sedang dipanggang ibu tetap tercium. Dia tak bisa lupa, ini Swiss.
Esok harinya, Jerry membuka pintu untuk melihat apa yang ada di sepatunya. Jerry benar-benar terkejut! Di sepatunya ada seekor anjing mungil sedang asyik menggigit tali sepatu. Jerry amat senang melihatnya. "Pasti ada orang gereja yang meletakannya," kata ayah. Ibu amat terharu, "Tuhan amat baik kepada kita, Jerry." Terlintas sebuah ayat di pikiran Jerry, "Kebaikan Allah itu menuntun kita untuk bertobat" (Roma 2:4). Air mata mengalir di pipi Jerry sewaktu anjing mungil itu menjilat wajahnya. Ia lari ke kamar, menutup pintu dan berlutut di sisi tempat tidur. "Tuhan, ss ... ss... saya kemarin merasa Engkau sudah lupa kepada kami di sini. Maafkan pikiran buruk saya terhadap-Mu. Terima kasih Tuhan, untuk pengampunan-Mu dan ... terima kasih untuk anjing mungil itu juga."
Jerry dan anjing Natalnya bermain sepanjang hari. Mereka bergulingan di atas salju. Anjing mungil itu diberi nama "Sobat". Inilah hari Natal yang paling indah bagi Jerry.
Malamnya sambil terbaring Jerry memikirkan betapa Allah amat mengasihinya dengan mengirim Sobat untuknya. Sobat seperti mengerti apa yang Jerry pikirkan. Ia menjilat tangan Jerry dengan penuh kasih sayang.
Esok harinya, ayah, Jerry dan Sobat mengunjungi rumah-rumah anggota gereja. Tak seorang pun kehilangan anjing. Dalam hati Jerry senang dan semakin yakin Sobat memang kiriman Tuhan.
Sesudah bermain-main di luar seharian, Jerry memandikan Sobat. Sudah kotor sekali bulunya. Jerry tertawa melihat bulu Sobat basah. Tapi tawanya terhenti sewaktu melihat seutas tali kulit melilit leher Sobat. Di tali itu tertulis sebuah alamat. Alamat rumah Sobat. Berarti Sobat harus dekembalikan kepemiliknya. Jerry merasa sakit. Dengan cepat Sobat dikeringkannya sehingga tali kulit itu tertutup bulu.
Ia berusaha melupakan tali kulit itu, tapi tak dapat. Jerry melempar dirinya ke tempat tidur dan memeluk guling dengan hati yang amat sedih. "Mengapa Tuhan, mengapa?" serunya. "Mengapa Engkau memberikan Sobat kalau ia diambil lagi dariku?"
Setelah makan pagi, Jerry menjelaskan tentang tali kulit itu kepada orang tuanya. Ayah hendak mengantar Jerry, tetapi Jerry ingin pergi sendiri. "Tuhan," katanya sambil memondong Sobat di pelukannya, "Sejak Kauberikan Sobat untukku, aku yakin Engkau baik adanya. Aku tak dapat mengerti sekarang, tapi aku percaya kepada-Mu."
Dengan mudah Jerry dapat menemukan alamat rumah Sobat. Di halaman ada seekor induk anjing dan 2 ekor anaknya sedang bermain. Seorang anak sebaya Jerry keluar dari rumah.
"Hai, namaku Trond. Kulihat kau menemukan anak anjingku." Dengan enggan Jerry menyerahkan Sobat ke tangan Trond.
"Aku sudah kuatir, tadinya kupikir dia sudah mati beku. Oh ya, kami di sini punya 6 anak anjing. Ayahku hanya mengijinkanku memelihara 1 ekor saja. Jadi aku akan pergi ke desa-desa lain. Siapa tahu ada yang suka mendapat hadiah anjing Natal.
"Ss... ss... saya amat suka kalau diberi anjing Natal," Jerry tergagap. "Bagus sekali! Ini, ambillah. Sekarang dia milikmu," Trond menyerahkan Sobat ke tangan Jerry. "Aku punya satu permainan yang tidak bisa dimainkan seorang diri. Bisakah kamu main catur?"
"Tentu aku bisa!" sahut Jerry gembira. "Nah, letakkan anjingmu di keranjang ini. Ayo kita bermain catur," ajak Trond. Tercium bau roti coklat panggang, tapi Jerry tidak sebal lagi. Ia sekarang punya 2 sahabat! Itulah hadiah Natal terindah baginya.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PEPAK